KAIRO, KOMPAS — Konferensi damai Libya selama dua hari, Senin dan Selasa (12-13/11) digelar di Palermo, Italia, dengan sponsor pemerintah Italia. Hadir dalam forum konferensi damai di Palermo adalah perdana menteri dari pemerintah kesepakatan nasional (Government of National Accord) yang diakui internasional Fayez al-Sarraj, Ketua Dewan Tinggi Negara (High State Council) Khaled al-Mishri, dan ketua parlemen hasil pemilu 2014 Aqila Salah yang bermarkas di kota Tobruk, Libya Timur.
Namun, Panglima Militer Libya Jenderal Khalifa Haftar diberitakan absen dari konferensi damai tersebut. Turut hadir pula dalam forum konferensi damai itu, para tokoh kabilah dan politik Libya, serta utusan dari AS, Uni Eropa, Mesir, Tunisia, Aljazair, Maroko, dan Liga Arab.
Pemerintah Italia terpaksa mengirim utusan khusus untuk menemui Khalifa Haftar di Benghazi.
Ketua komite pertahanan dan keamanan di parlemen Libya Talal al-Mayhub mengatakan, absennya Khalifa Haftar disebabkan banyaknya tokoh Ikhwanul Muslimin (IM) Libya hadir dalam forum konferensi damai itu, terutama Ketua Dewan Tinggi Negara (High State Council/HSC) Khaled al-Mishri yang berafiliasi ke IM.
Selama ini, Jenderal Khalifa Haftar dan IM merupakan musuh bebuyutan di Libya. Pasukan Jenderal Khalifa Haftar sejak 2014 terlibat perang berdarah dengan milisi-milisi Islamis, termasuk IM, di Benghazi dan kota lain di Libya.
Sponsor
Pada 29 Mei lalu, konferensi damai Libya juga telah digelar di Paris dengan sponsor pemerintah Perancis. Italia dan Perancis adalah dua negara Eropa yang menaruh perhatian besar dan memiliki kepentingan terbesar terkait isu keamanan di Libya. Dua negara Eropa tersebut yang saat ini mendapat serangan gelombang migran terbesar dari Afrika melalui Libya.
Italia dan Perancis memandang, untuk membendung serangan gelombang migran terbesar dari Afrika hanya terwujud jika keamanan dan stabilitas politik tercipta di Libya.
Terciptanya keamanan dan stabilitas politik di Libya hanya bisa terjadi bila terbentuk satu pemerintahan di Libya. Di Libya kini terdapat tiga pemerintahan yang sama-sama mengklaim sebagai paling legitimatif.
Pertama, pemerintah kesepakatan nasional (Government of National Accord/GNA) yang diakui internasional. GNA yang dipimpin Fayez al-Sarraj adalah hasil kesepakatan Skhirat-Maroko dengan sponsor PBB di antara kekuatan-kekuatan politik di Libya pada Desember 2015.
GNA mulai menjalankan pemerintahan di Tripoli pada Maret 2016. Namun, GNA tidak mendapat dukungan dan pengesahan parlemen Libya yang berbasis di kota Tobruk, Libya timur.
Kedua, Kongres Nasional Umum (GNC) yang merupakan hasil Pemilu 2012. GNC, meskipun sudah berakhir periode jabatannya, menolak membubarkan diri, bahkan menegaskan sebagai pemerintah yang sah. GNC didukung oleh sejumlah milisi di Tripoli dan Misrata yang berafiliasi ke kubu Islamis.
Ketiga, pemerintah Tabruk yang berbasis di kota Tobruk, Libya timur. Pemerintah Tobruk didukung oleh Panglima militer Libya, Jenderal Khalifa Haftar, yang kini menguasai sebagian besar wilayah Libya timur dan selatan.
Haftar didukung oleh sebagian besar perwira militer era Pemimpin Libya Moammar Khadafy. Haftar juga didukung kuat oleh Mesir dan Uni Emirat Arab (UEA). Haftar kini bermarkas di kota Benghazi, Libya timur, yang merupakan kota terbesar kedua di Libya setelah Tripoli.