JAKARTA, KOMPAS – Tim Kejahatan dan Kekerasan Reserse Mobil Polres Metro Jakarta Barat meringkus dua kelompok preman yang menduduki paksa dua petak lahan milik PT Nila Alam dan PT Tamara Green Garden di Kalideres. Salah satu preman yang menduduki lahan milik PT Nila Alam mengaku sebagai anggota kelompok Hercules Rozario de Marsal.
Hercules dikenal sebagai salah satu pimpinan kelompok preman di Jakarta. Ia pernah ditangkap polisi pada Maret 2013 gara-gara anak buahnya menghalau apel polisi yang saat itu dipimpin oleh Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polres Metro Jakarta Barat Ajun Komisaris Hengki Haryadi.
Empat bulan kemudian, pada Juli 2013, Hercules divonis bebas oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Adapun Hengki, saat ini, telah naik pangkat menjadi Komisaris Besar dan menjabat sebagai Kepala Polres Metro Jakarta Barat. “Kami kesulitan meringkus preman jika masyarakat takut melapor,” kata Hengki saat konferensi pers pengungkapan kasus premanisme, Senin (12/11/2018).
Sejumlah 23 orang yang ditangkap itu menduduki dua petak lahan yang berbeda di wilayah Kalideres. Polisi meringkus 10 pelaku pendudukan lahan PT Nila Alam dan 13 pelaku pendudukan lahan PT Tamara Green Garden.
Aksi pendudukan lahan secara paksa di lahan milik PT Nila Alam juga disertai pemerasan dengan kedok sebagai biaya keamanan sebesar Rp 500.000 per bulan. Tindakan pelaku tersebut mengakibatkan PT Nila Alam merugi lebih kurang sebesar Rp 100 miliar.
Adapun 13 pelaku yang menduduki lahan milik PT Tamara Green Garden menggunakan kedok sebagai anggota sebuarh organisasi massa yang ditugaskan untuk mengambil hak milik atas lahan tersebut. Aksi para pelaku yang disertai perusakan pagar mengakibatkan PT Tamara Green Garden merugi Rp 10 juta.
Fenomena suara senyap
Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polres Metro Jakarta Barat Ajun Komisaris Besar Edy Suratna Sitepu mengatakan, premanisme tumbuh subur jika warga tidak melaporkan tindak premanisme yang terjadi di lingkungan mereka. Menurut dia, yang selama ini terjadi premanisme terus muncul dengan memanfaatkan ketakutan warga tersebut.
“Itulah yang namanya fenomena suara senyap,” ujar Hengki. Ia menambahkan, polisi akan kesulitan jika menindak sendiri preman tanpa laporan dari warga. “Sering kali korban tidak mau bersaksi dan mengatakan tidak ada kerugian yang diakibatkan dari aksi premanisme,” ujarnya.
Untuk itu, Hengki mengimbau agar warga jangan takut melaporkan aksi premanisme jika mengalaminya di lingkungan tinggal mereka. Ia berjanji akan menindak tegas para preman yang selama ini meresahkan warga.
Terakhir kali Polres Metro Jakarta Barat meringkus tujuh orang preman pada Agustus lalu. Operasi membasmi premanisme terus dilakukan oleh kepolisian Jakarta Barat. “Kita sudah membentuk tim khusus untuk memburu preman, jadi tidak ada lagi alasan preman bisa terus beraksi bebas,” kata Hengki.