Banyak remaja lelaki terjebak perilaku menyimpang. Mereka umumnya kurang kasih sayang ayah. Ini alarm untuk memperkuat lagi peran ayah dalam pengasuhan.
JAKARTA, KOMPAS — Selama ini, remaja perempuan lebih diperhatikan dibanding remaja laki-laki. Remaja perempuan dianggap lebih rentan jadi korban kekerasan seksual dan remaja laki-laki dianggap mampu menjaga diri. Padahal, data menunjukkan justru remaja laki-lakilah yang paling rentan jadi korban dan pelaku kekerasan.
"Kepedualian terhadap anak lelaki, khususnya remaja, sangat kurang," kata Wakil Ketua dan Komisioner Bidang Pengasuhan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Rita Pranawati di Jakarta, Senin (12/11/2018).
Saat ini, banyak anak laki-laki terjebak perilaku menyimpang, mulai dari tawuran, jadi anggota geng motor, mabuk-mabukan dengan berbagai cara, konsumi narkotika, seks bebas, hingga berani merundung gurunya seperti dalam video yang viral di media sosial beberapa hari terakhir.
Survei Kekerasan terhadap Anak, Kementerian Sosial, 2013 menunjukkan 1 dari 4 anak lelaki jadi korban kekerasan fisik, 1 dari 8 anak lelaki jadi korban kekerasan emosional dan 1 dari 12 anak laki-laki jadi korban kekerasan seksual. Semua data kekerasan pada anak laki-laki itu lebih tinggi dibanding pada anak perempuan.
Sebagai perbandingan 1 dari 7 anak perempuan jadi korban kekerasan fisik, 1 dari 9 anak perempuan jadi korban kekerasan emosional, dan 1 dari 19 anak perempuan jadi korban kekerasan seksual. Padahal, jumlah remaja laki-laki umur 10-19 tahun pada 2018 tidak jauh berbeda, yaitu 22,5 juta remaja laki-laki dan 21,9 juta remaja perempuan.
Data Direktorat Jendral Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM per November 2018 menunjukkan 98 persen narapidana dan tahanan anak adalah laki-laki. Sementara data KPAI 2011-2018 menunjukkan kasus terbanyak yang dilaporkan adalah anak berhadapan dengan hukum dan anak dengan masalah keluarga dan pengasuhan alternatif.
Semua kenakalan remaja itu, baik jadi korban atau pelaku, bersumber dari buruknya komunikasi ayah-anak dan tak hadirnya sosok ayah dalam keluarga. Mereka adalah anak yang kurang kasih sayang ayah dan pengasuhan mereka lebih banyak dilakukan ibu. Sebagian ayah masih berpandangan tugas utama mereka di keluarga hanya mencari nafkah.
"Anak lelaki tetap butuh peran ayah dan ibu sebagai model," tambah Rita. Dari ayah, anak laki-laki belajar ketegasan dan keberanian. Karena itu, bagaimana ayah memperlakukan anak dan bersikap di keluarga akan ditiru anak, termasuk jika ayah berlaku keras dan kasar.
Situasi itu membuat peran ayah perlu diperkuat. Hari Ayah yang diperingati setiap 12 November bisa dijadikan momentum mengingatkan lagi pentingnya peran ayah pada pengasuhan, khususnya terhadap anak remaja. Bagaimanapun, remaja saat ini akan jadi pemimpin bangsa pada 100 tahun Indonesia merdeka.
Ketua Umum Ikatan Praktisi dan Ahli Parenting Sudibyo Alimoeso mengatakan semua keluarga Indonesia sepakat ayah adalah pemimpin dalam keluarga. Namun nyatanya, perannya tak terlalu dirasakan keluarga karena hampir semua urusan keluarga ditangani ibu.
"Sesibuk apapun, ayah harus menunjukkan perannya sebagai pemimpin, pelindung dan motivator bagi anaknya," katanya.
Anak belajar cara mengambil putusan dari kepemimpinan ayah. Dari peran pelindung ayah, anak belajar bagaimana memberikan kenyamanan dan keamanan emosional dan finansial pada keluarga. Sedang sebagai motivator, anak belajar membangkitkan motivasi positif saat diterpa masalah.
"Jika sosok itu tidak ditemukan pada ayah mereka, anak bisa mencari \'sosok ayah\' yang lain," kata Sudibyo.
Namun, menjadi ayah di era digital tidaklah mudah. Saat ini, anak remaja termasuk generasi Z dan anak-anak termasuk generasi alfa. Mereka memiliki karakter berbeda dengan generasi sebelumnya sehingga pola pengasuhannya pun beda, tak bisa disamakan anak dan remaja generasi sebelumnya.
"Teknologi memang bisa mendekatkan komunikasi, namun kehadiran fisik ayah tetap diperlukan," tambahnya.
Menurut Rita, ayah harus adil melihat situasi yang dihadapi anak. Memperlakukan remaja tentu beda dengan anak. Karena itu, ayah perlu bijak, mau mendengar anak dan tidak menghakimi anak. Remaja juga perlu diberi kebebasan dan kepercayaan, namun tetap dalam perhatian ayah dan ibu.
Saat anak menginjak remaja, ayah umumnya dalam fase fokus dengan karir. "Meski demikian, jangan lupakan perhatian kepada anak," katanya.