Selain Bianglala, Kora-kora Juga Dihentikan Operasionalnya
Oleh
Haris Firdaus
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Insiden yang terjadi pada sebuah wahana permainan bianglala di arena Pasar Malam Perayaan Sekaten, Kota Yogyakarta, Minggu (11/11/2018) malam, berbuntut panjang. Sesudah peristiwa itu, Pemerintah Kota Yogyakarta akhirnya memutuskan menghentikan operasionalisasi semua wahana yang berpotensi membahayakan.
Wahana permainan yang dihentikan operasionalisasinya itu adalah bianglala dan kora-kora. Penghentian itu tidak berlaku sementara, tetapi berlangsung seterusnya hingga kegiatan Pasar Malam Perayaan Sekaten (PMPS) berakhir pada Senin (19/11/2018). Saat ini, ada tujuh unit wahana bianglala atau kadang disebut kincir ria serta delapan wahana kora-kora di arena PMPS.
”Dengan ini kami putuskan untuk wahana bianglala dan kora-kora di area PMPS penyelenggaraannya dihentikan. Kita tidak ingin timbul hal-hal yang tidak kita inginkan,” kata Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti dalam konferensi pers, Selasa (13/11/2018), di Balai Kota Yogyakarta.
PMPS diselenggarakan oleh Pemkot Yogyakarta untuk memeriahkan tradisi Sekaten yang digelar Keraton Yogyakarta guna menyambut peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Kegiatan yang digelar di Alun-alun Utara Kota Yogyakarta itu diisi dengan stan-stan yang berjualan aneka barang serta pengoperasian berbagai wahana hiburan rakyat, seperti bianglala, kora-kora, tong setan, dan rumah hantu. Tahun ini, PMPS digelar pada 2-19 November 2018.
Pada Minggu (11/11/2018) malam sekitar pukul 19.00, sebuah wahana bianglala di arena PMPS mengalami masalah. Saat itu, bianglala tersebut tengah beroperasi, tetapi tiba-tiba beberapa kabin atau tempat penumpang di wahana itu miring dan terbalik. Akibatnya, beberapa penumpang yang sedang berada di atas bianglala itu mesti dievakuasi. Peristiwa itu menimbulkan perhatian banyak pihak setelah video rekaman kejadian tersebut menyebar luas melalui media sosial.
Haryadi mengatakan, pada tahun-tahun sebelumnya, wahana permainan bianglala yang dihadirkan di arena PMPS tidak pernah mengalami masalah. Namun, dia menyebut, kejadian pada Minggu malam lalu harus menjadi peringatan bagi semua pihak agar lebih berhati-hati saat mengoperasikan atau menaiki wahana semacam itu.
”Selama ini wahana tersebut memang tidak ada peristiwa, jadi semuanya berjalan aman-aman saja. Tetapi, insiden kemarin memberikan sinyal kepada kita semua,” ujarnya.
Menurut Haryadi, selama ini, wahana permainan rakyat seperti bianglala dan kora-kora tidak memiliki sertifikat atau standar keamanan yang memadai. Padahal, wahana permainan tersebut menghadirkan risiko yang cukup besar bagi warga yang menjadi penumpang wahana itu. ”Sekarang ini kan tidak ada sertifikasi, tidak ada standar, dan lain sebagainya,” ungkapnya.
Haryadi berharap, keputusan penghentian operasionalisasi bianglala dan kora-kora bisa dipahami oleh masyarakat dan pengelola wahana permainan. Penghentian operasionalisasi dua wahana itu juga diharapkan tidak mengganggu pelaksanaan PMPS karena masih banyak wahana permainan lain di area pasar malam tersebut.
Sebelum mengambil keputusan menghentikan operasionalisasi bianglala dan kora-kora hingga kegiatan PMPS selesai, awalnya Pemkot Yogyakarta hanya memutuskan menghentikan sementara operasionalisasi wahana bianglala. Namun, setelah berembuk dengan sejumlah pihak, Pemkot Yogyakarta akhirnya memutuskan menghentikan wahana bianglala dan kora-kora sampai PMPS rampung.
Satu keluarga
Kepala Seksi Pengawasan dan Pengendalian Perdagangan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Yogyakarta Evi Wahyuni menjelaskan, saat satu unit bianglala mengalami masalah pada Minggu malam, ada beberapa kabin yang terbalik atau miring. Namun, di antara beberapa kabin itu, hanya ada satu kabin yang berisi penumpang.
Kabin tersebut berisi tiga penumpang yang berasal dari satu keluarga. ”Mereka tidak mengalami luka-luka. Setelah kejadian, kami sudah mengajak mereka ke rumah sakit, tapi mereka tidak bersedia dan mengatakan kondisinya baik-baik saja,” ujar Evi.
Evi menambahkan, bianglala yang bermasalah itu baru dipasang beberapa hari lalu. Bianglala itu juga tergolong baru dan memiliki perbedaan dengan bianglala model lama.
Pada bianglala model lama, tempat penumpang dipasangi terali sampai ke bagian atap. Sementara itu, pada kabin di bianglala yang bermasalah itu, teralis tidak dipasang sampai ke atap sehingga menyisakan celah cukup lebar. Oleh karena itu, saat kabin bianglala tersebut terbalik, penumpang yang ada di dalam lebih rawan untuk jatuh.
”Kami masih menyelidiki penyebab kejadian itu, jadi kami belum bisa menyampaikan hasil akhirnya seperti apa,” kata Evi.