Buku Petunjuk Manual Boeing 737 Max 8 Harus Segera Diperbarui
Oleh
ADHI KUSUMAPUTRA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Hingga Rabu (14/11/2018), penyebab kecelakaan pesawat Lion Air PK-LQP dengan jenis Boeing 737 Max 8 masih dalam proses investigasi. Meski demikian, buku petunjuk manual Boeing harus segera diperbarui dan pelatihan tambahan bagi pilot harus segera dilaksanakan.
Berdasarkan catatan Kompas.id pada Senin (5/11/2018), data dari flight data recorder (FDR) menunjukkan empat penerbangan terakhir pesawat Lion Air PK-LQP mengalami kerusakan pada indikator kecepatan udara. Pada penerbangan sebelum kecelakaan, yaitu rute Bali-Jakarta, ditemukan kerusakan pada angle of attack (AOA).
Ketua Subkomite Investigasi Kecelakaan Penerbangan Nurcahyo Utomo menyampaikan, AOA merupakan indikator penunjuk sikap pesawat terhadap aliran udara yang masih terkait dengan kerusakan pada indikator penunjuk kecepatan. Fungsinya untuk mengukur sudut pesawat terhadap aliran udara yang akan terbaca di penunjuk kecepatan pesawat.
”AOA adalah bagian penting dari data yang diperlukan untuk membantu pesawat terbang berada pada sudut yang tepat terhadap arus udara. Hal ini untuk mencegah sebuah insiden pesawat mengalami stall,” kata Cahyo.
Stall adalah salah satu penyebab paling umum kecelakaan pesawat. Namun, jika pilot tidak tahu sistem apa yang ada, atau bahwa data yang dimasukkan ke dalam sistem itu salah, pilot dapat mengambil keputusan yang salah.
Dalam keadaan anomali seperti itu, pilot harus mengikuti panduan Boeing. Sayangnya, manual Boeing 737 Max 8 tidak memuat bagaimana cara mengoperasikan pesawat secara manual dalam keadaan darurat. Sistem darurat dimaksudkan untuk mengarahkan pesawat agar tidak mengalami stall ketika hidung pesawat miring terlalu ke atas.
Sistem secara otomatis mendorong hidung ke bawah. Jika diaktifkan secara tidak benar, hal ini dapat menyebabkan pesawat menukik tajam, terutama jika pilot tidak dilatih dengan baik tentang bagaimana menangani situasi seperti itu.
”Buku petunjuk manual Boeing 737 Max 8 tidak membahas bagaimana cara mencegah pesawat jatuh dari ketinggian dalam keadaan darurat. Masalah seperti ini belum pernah terpikirkan oleh Boeing,” kata Ketua Komite Nasional Kecelakaan Transportasi Soerjanto Tjahjono, Senin (12/11).
Lebih lanjut, Soerjanto mengatakan, permasalahan perbedaan informasi kecepatan yang tampil di layar pilot dan kopilot memang menyulitkan pilot untuk mengambil keputusan. Hal ini disebabkan kerusakan AOA di bagian pilot.
”Dalam keadaan ini, pilot tidak mengetahui mana informasi kecepatan yang benar. Pada rute penerbangan Bali-Jakarta, pilot mengalami masalah ini. Meski tidak ada di dalam petunjuk manual, pilot akhirnya berhasil mendaratkan pesawat dengan selamat,” kata Soerjanto.
Meski belum dijelaskan secara rinci bagaimana pilot tersebut berhasil mendaratkan pesawat dalam kondisi darurat, Soerjanto mengatakan, pilot penerbangan itu bereaksi cepat terhadap perbedaan data. Pengalaman ini tentu akan dijadikan dasar pembelajaran bagi pilot lainnya.
”Misalnya, terjadi airspeed disagree, maka matikan speed trim supaya pesawat bisa dikontrol oleh pilot secara manual. Dalam keadaan tak normal itu, pesawat mau turun, pilot mau naik, maka speed trim dimatikan saja agar full authority ada di pilot,” kata Soerjanto menjelaskan.
Menurut artikel The New York Times berjudul ”New Questions Swirl Over Boeing on Updated 737 Model That Crashed” pada Selasa (13/11), Federal Aviation Administration (FAA) mengatakan, pihaknya telah menerima surat dari Boeing yang meminta izin untuk memperbarui manual Boeing 737 Max 8.
Juru bicara untuk Allied Pilots Association (APA) Kapten Dennis Tajer mengatakan, pihaknya baru diberi tahu bahwa ada sistem baru dalam mengoperasikan Boeing 737 Max 8 setelah kecelakaan terjadi.
Kami perlu mempelajari secara mendalam agar pilot kami dapat dilatih dan dapat mengenali Boeing 737 Max 8 ketika mereka benar-benar menerbangkan pesawat tersebut.
Dennis mengatakan, pihaknya mengacu pada apa yang dikenal dalam versi baru dari pesawat sebagai MCAS atau maneuver characteristics augmentation system. Sistem sebelumnya dan yang ada di manual standar menggunakan singkatan yang berbeda, yakni EFS atau elevator feel shift. Pihaknya pun masih mempelajari persamaan dan perbedaan antara kedua sistem ini.
”Kami perlu mempelajari secara mendalam agar pilot kami dapat dilatih dan dapat mengenali Boeing 737 Max 8 ketika mereka benar-benar menerbangkan pesawat tersebut,” kata Kapten Tajer. (SHARON PATRICIA)