Negosiasi penyusunan kode tata perilaku di Laut China Selatan ditargetkan selesai dalam tiga tahun. China berjanji tidak melakukan hegemoni dan ekspansi selama penyelesaian kode itu.
SINGAPURA, KOMPAS—China menjanjikan akan membuat negosiasi penyusunan kode tata perilaku di Laut China Selatan selesai dalam tiga tahun. Kerangka waktu ini disampaikan Perdana Menteri China Li Keqiang pada Konferensi Tingkat Tinggi Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara atau ASEAN di Singapura, Selasa (13/11/2018).
Menlu Retno LP Marsudi mengatakan, ASEAN dan China telah menyepakati dokumen tunggal untuk negosiasi penyusunan kode tata perilaku (CoC) di Laut China Selatan (LCS). Kesepakatan itu diharapkan mempermudah proses negosiasi lanjutan tentang kode tata perilaku di perairan yang diklaim China dan sejumlah negara, termasuk empat negara anggota ASEAN.
Menurut Retno, adanya satu teks dokumen draf tunggal untuk negosiasi itu penting dalam menentukan proses penyusunan CoC tentang LCS itu. Direktur Kerja Sama ASEAN Kemlu Jose Tavares menambahkan, sebelum dokumen itu disepakati, semua negara memiliki dokumen masing-masing tentang CoC. Itu berarti setiap negara yang terlibat memiliki posisi masing-masing dalam membahas CoC itu.
”Namun, dokumen-dokumen itu saat ini sudah menjadi satu. Ini artinya bahwa mereka sudah mencapai posisi prinsip yang sama,” kata Jose.
Meski sudah ada kesepakatan, Jose menyatakan bahwa pembahasan atas isi-isi dokumen diperkirakan masih panjang. Hal itu terutama terkait dengan detail-detail isi CoC. Tahun depan baru akan dilaksanakan perundingan pertama setelah dokumen draf tunggal itu disepakati.
Janji China
Li Keqiang dalam pidatonya di Komunitas Bisnis Singapura, dalam rangkaian KTT ASEAN, menegaskan bahwa negaranya tak akan melakukan ”hegemoni atau ekspansi”. ”Ini sesuatu yang tidak akan pernah kami lakukan. Kami berharap mewujudkan hubungan yang harmoni dengan tetangga-tetangga kami,” kata Li.
Aturan yang akan dibuat, Li berharap, mendorong perdamaian dan stabilitas di LCS. Sengketa LCS melibatkan sejumlah negara, yakni China, Taiwan, Filipina, Vietnam, Malaysia, dan Brunei Darussalam.
Di tengah saling klaim oleh sejumlah negara, China membangun pulau-pulau kecil zona yang diperebutkan status kepemilikannya. Ketegangan kerap terjadi, menyeret Amerika Serikat sebagai negara adikuasa militer, yang mengirim angkatan laut (AL)-nya di sekitar LCS.
Bulan lalu, AL China dan ASEAN melakukan latihan bersama di perairan yang sibuk sebagai upaya mengurangi ketegangan. Sementara AS dan negara-negara Barat, seperti Inggris dan Australia, menggencarkan latihan kebebasan navigasi dalam beberapa bulan belakangan.
KTT ASEAN di Singapura dibayangi perang dagang antara AS dan China. PM Malaysia Mahathir Mohamad melancarkan kritik terhadap AS dan negara ASEAN dalam hal proteksionis ekonomi. Mahathir menyebut AS sebagai ”kekuatan kolonial” yang memanfaatkan ”ekonomi untuk memerah orang”.
Mahathir memaparkan, meningkatnya proteksionisme dagang, munculnya gerakan nasionalis, dan kebijakan ke dalam makin terlihat, bahkan di antara negara-negara ASEAN.
Sementara dalam pidato sambutannya, PM Singapura Lee Hsien Loong mengatakan kepada mitra ASEAN bahwa ”tata internasional sedang mengalami titik balik”. ”Sistem yang kini ada berdasarkan kebebasan, keterbukaan, dan aturan yang didasari sistem multilateral yang menjadi dasar pertumbuhan dan stabilitas ASEAN di bawah tekanan,” kata Lee.
Selain isu LCS, isu negosiasi pakta perdagangan bebas Kemitraan Ekonomi Regional Komprehensif (RCEP) juga dibahas. Kemitraan ini beranggotakan 16 negara ASEAN plus Australia, China, Jepang, Selandia Baru, India, dan Korea Selatan. Terkait hal itu, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, para negosiator telah menyelesaikan laporan hasil negosiasi tentang RCEP yang ditujukan kepada para pemimpin negara. Hasil negosiasi itu akan dibacakan pada KTT tentang RCEP, Rabu ini. (AP/AFP/REUTERS/RET)