Dalam Era Ekonomi Digital, Layanan Perbankan Masih Diandalkan
Oleh
ADHI KUSUMAPUTRA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penetrasi teknologi finansial, yang mendukung pembayaran digital, perlu ditingkatkan untuk menaikkan inklusi keuangan di Indonesia. Namun, hal tersebut terkendala pemanfaatan layanan keuangan konvensional, terutama melalui perbankan, yang masih mendominasi.
Berdasarkan survei Otoritas Jasa Keuangan (OJK), penggunaan jasa keuangan atau inklusi keuangan di Indonesia baru mencapai 63 persen penduduk sampai akhir 2017. Dari tingkat inklusi tersebut, 79 persen layanan keuangan masih didominasi perbankan. Sementara pada 2019, pemerintah menargetkan inklusi keuangan naik ke angka 75 persen.
Sebagai solusi untuk mengejar target inklusi tersebut, peneliti senior Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia, Chaikal Nuryakin, menilai, masyarakat perlu lebih luas menerapkan pembayaran digital, antara lain dengan memanfaatkan teknologi finansial (tekfin).
”Kehadiran tekfin bisa menjangkau masyarakat yang belum terjangkau bank (unbanked) dan underbanked. Underbanked adalah mereka yang sudah memiliki akun tabungan di bank, tetapi belum bisa memaksimalkan layanan perbankan yang ada,” tuturnya dalam dialog publik bertajuk ”Inovasi Sistem Pembayaran di Era Ekonomi Digital” di Jakarta, Rabu (14/11/2018).
Salah satu penyelenggara tekfin layanan jual beli online atau e-commerce Bukalapak, misalnya, secara perlahan mulai mendorong penggunanya untuk memanfaatkan layanan keuangan digital melalui uang dan dompet elektronik untuk berbagai bentuk pembayaran.
Melalui platform web ataupun ponsel pintar, 0,6 persen dari sekitar 50 juta pengguna Bukalapak pada 2016 telah memanfaatkan uang elektronik. Jumlah tersebut meningkat daripada hanya 0,1 persen pengguna yang memanfaatkan uang elektronik pada 2013.
Sementara itu, sekitar 70 persen pengguna pada 2016 masih memanfaatkan pembayaran melalui transfer bank. Sementara sekitar 13 persen masih memercayakan pembayaran tunai melalui sistem pembayaran di tempat (cash on delivery).
Menurut Destya D Pradityo, Head of Payment and Financial Services Bukalapak, sejauh ini Bukalapak masih menjalankan misinya untuk meningkatkan inklusi keuangan perbankan. Namun, ia berharap penggunanya bisa menikmati pembayaran digital yang lebih efisien. ”Pengalaman itu ingin kita bawa lebih luas lagi,” katanya.
Saat ini, pemain teknologi finansial di Indonesia terus bertambah dari sekitar 140 perusahaan pada 2016 menjadi 235 perusahaan pada Desember 2017, menurut data Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech).
Dalam praktiknya, tekfin dapat menggantikan layanan perbankan, seperti dalam hal pembayaran, peminjaman uang, informasi produk keuangan, manajemen investasi, dan asuransi. (ERIKA KURNIA)