BEKASI, KOMPAS — Hingga Rabu (13/11/2018) ini, polisi belum dapat menyimpulkan motif pembunuhan yang menimpa empat orang satu keluarga di Kota Bekasi, Jawa Barat. Namun, sejumlah kalangan menilai ada empat kemungkinan motif pembunuhan tersebut. Motif yang dimaksud antara lain kemarahan atau dendam, ekonomi, tertangkap basah melakukan kesalahan, serta bereaksi atas perlakuan semena-mena.
Pendapat ini disampaikan komisioner Ombudsman RI, Adrianus Meliala, kepada Kompas. Namun, dari keempat motif itu, Adrianus meyakini motif dendam dan ekonomi paling kuat kemungkinannya. ”Dari keempat motif tersebut, paling banyak terjadi adalah karena dendam dan motif ekonomi,” kata Adrianus.
Meski demikian, dalam kasus tewasnya keluarga Diperum Nainggolan dan Maya Ambarita di Pondok Melati, Kota Bekasi, kata Adrianus, kecil kemungkinan pembunuhan terjadi karena motif ekonomi. Sebab, keluarga korban tidak termasuk kelas ekonomi atas. Pembunuhan cenderung didorong oleh rasa dendam yang merupakan imbas dari interaksi sosial. Interaksi yang bersifat personal bisa berubah menjadi perilaku fatal ketika ada hal yang menyinggung atau membuat sakit hati yang luar biasa.
”Di satu sisi, pembunuhan menunjukkan sadisme yang terus meningkat, tetapi di sisi lain menunjukkan pula bahwa penegakan hukum semakin baik,” kata Adrianus.
Ia menambahkan, dalam konteks penegakan hukum yang semakin baik, penjahat yang tertangkap basah menganggap, membunuh saksi akan lebih fungsional ketimbang melarikan diri. Tidak ada ruang bagi penjahat untuk lepas dari jerat hukum karena sistem kependudukan, imigrasi, dan perbatasan pun sudah semakin ketat.
Sebelumnya, warga menemukan Diperum Nainggolan (38) dan istrinya, Maya Ambarita (37), tewas dengan luka benda tumpul dan benda tajam di leher. Kedua anak mereka, Arya Nainggolan (7) dan Sarah Nainggolan (9), juga tewas. Empat orang itu ditemukan tewas di tempat terpisah di dalam satu rumah.
Diperum merupakan pengelola tempat kos dengan 20 kamar. Tewasnya keluarga Diperum pertama kali diketahui oleh penghuni bernama Feby Lofa Rukiani (35). Pada pukul 03.30, Feby melihat pagar indekos sudah terbuka, televisi di rumah Diperum pun menyala. Akan tetapi, ia tak mendapat jawaban ketika memanggil pemilik rumah dari luar. Ia pun mencoba menelepon, tetapi tidak diangkat. Oleh karena itu, ia kembali ke kamar indekosnya.
Tiga jam setelahnya, saat hendak berangkat kerja, Feby masih curiga. Ia menengok ke dalam rumah Diperum melalui jendela. Dari situ, ia melihat Diperum dan Maya tergeletak berlumuran darah. Ia kaget, lalu memanggil beberapa penghuni indekos lain serta warga setempat.