LONDON, RABU — Perdana Menteri Inggris Theresa May akan menggelar sidang kabinet, Rabu (14/11/2018), di London, Inggris. Sidang itu akan membahas persetujuan kabinet atas rancangan kesepakatan terkait keluarnya Inggris dari Uni Eropa atau yang dikenal dengan istilah ”Brexit”.
Rancangan kesepakatan Brexit sudah melewati pembahasan selama berbulan-bulan. Setelah ada naskah ini, dibutuhkan persetujuan kabinet dan selanjutnya parlemen. Jika kabinet dan parlemen setuju, rancangan itu bisa dibawa ke meja perundingan dengan Uni Eropa pada akhir November 2018.
Lewat referendum pada 2016, mayoritas rakyat Inggris ingin negaranya keluar dari Uni Eropa (UE). Disepakati, Inggris akan keluar dari UE pada Maret 2019. Masalahnya adalah tidak ada kejelasan hubungan Inggris dengan UE setelah berpisah. Karena itu, delegasi Inggris dan EU berunding selama berbulan-bulan untuk membahas skenario hubungan itu.
Tidak mudah bagi May untuk mendapat persetujuan rancangan skenario Brexit. Mantan Menteri Luar Negeri Inggris Boris Johnson menyebut, rancangan itu menjadikan Inggris sebagai negara bawahan EU. Ia mendesak kabinet menolak rancangan tersebut.
Mantan Menteri Urusan Brexit David Davis meminta semua anggota parlemen dari kubu konservatif bersatu menolak rancangan itu. Ia menyebut rancangan itu sebagai naskah pengakuan menyerah. ”Katakan ’tidak’ pada kapitulasi ini,” ujarnya.
”Jika ini adalah gambaran kesepakatan, kami mungkin tidak akan sepakat,” kata anggota parlemen dari Partai Unionis Demokrat (DUP), Sammy Wilson.
DUP adalah salah satu mitra koalisi pemerintahan May. Pemerintahan May akan jatuh apabila DUP mundur dari koalisi.
”Sekarang hari-hari menentukan dan keputusan yang dibuat akan menghasilkan dampak jangka panjang. Perdana Menteri harus memenangi dukungan kabinet dan parlemen. Setiap suara penting,” kata Pemimpin DUP Arlene Foster.
Tidak mudah bagi May untuk mendapat persetujuan rancangan skenario Brexit.
Pemimpin Partai Buruh Jeremy Corbyn berpendapat lebih lunak. Ia meminta publik menunggu penjelasan terperinci. Meskipun demikian, ia tidak menampik kemungkinan rancangan itu tidak menguntungkan bagi Inggris.
Dalam rancangan itu, antara lain, dibahas masa transisi 21 bulan setelah Brexit. Dalam periode transisi itu, akan dibahas bagaimana hubungan Inggris-EU di masa depan. Di periode itu pula, Inggris akan mengikuti aturan EU. Ada pula bahasan soal hak-hak warga EU.
Brexit membuat Inggris dan UE harus mengatur ulang banyak hal. Harus ada pengaturan soal pelintasan barang dan orang antara Inggris dan EU. Karena komoditas beragam, dibutuhkan hingga ribuan regulasi untuk mengatur pelintasan itu.
Inggris dan EU sama-sama tidak mempunyai pengalaman soal itu. Bagi EU, ini pertama kalinya ada anggota yang mundur. Bagi Inggris, pengaturan ulang soal pelintasan aneka jenis komoditas dan orang juga tidak mudah. Inggris sudah terbiasa menikmati kebebasan pelintasan orang dan barang dari dan ke UE. (AFP/REUTERS)