BANYUWANGI,KOMPAS– Sejumlah nelayan Banyuwangi, Jawa Timur, dikenalkan pada aplikasi-aplikasi daring. Aplikasi-aplikasi itu dapat membantu mata pencaharian nelayan. Dengan upaya itu, ekonomi kerakyatan di sektor kelautan bisa lebih bergerak.
Ada sekitar 25.000 nelayan di Banyuwangi. Wilayah itu menjadi kabupaten yang memiliki garis terpanjang di Jawa Timur. Direktur Informasi dan Komunikasi perekonomian Maritim Kementerian Komunikasi dan Informatika Septriana Tangkari mengatakan, nelayan di Banyuwangi itu mulai dikenalkan pada sejumlah aplikasi.
“Ada aplikasi ‘Nelayan Pintar’ yang dapat membantu nelayan mencari fishing ground (tempat berkumpulnya ikan) sehingga bahan bakar dapat dihemat dan kegiatan penangkapan ikan menjadi lebih ramah lingkungan. Dengan demikian kerja para nelayan lebih efektif dan efesien sehingga kesejahteraan mereka meningkat,” ujar Septriana dalam Forum Sosialisasi dengan tema “Mendorong Pertumbuhan Ekonomi dan Pariwisata di Wilayah Pesisir Melalui Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan” di Banyuwangi, Rabu (14/11/2018).
Aplikasi nelayan pintar dibangun dan dikembangkan sejak 2015 oleh Pusat Pengkajian dan Perekayasaan Teknologi Kelautan dan Perikanan (P3TKP). Aplikasi ini menggabungkan berbagai informasi berbasis android, misalnya peta perkiraan daerah penangkapan ikan, informasi cuaca, kesuburan perairan, dan informasi harga ikan.
Sumber informasi data yang terdapat pada aplikasi Nelayan Pintar adalah hasil kerja sama antara Balai Riset Observasi Laut (BROL) Perancak, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), dan Ditjen Perikanan Tangkap (DJPT).
Selain teknologi, konservasi juga menjadi perhatian. Konservasi selama turut membantu meningkatkan kesejahteraan nelayan. Upaya merawat lingkungan laut dan pesisir terbukti mampu mendatangkan wisatawan sekaligus meningkatkan jumlah populasi ikan tangkapan.
Tenaga Ahli Deputi II Kantor Staf Presiden Hageng Suryo Nugroho mencontohkan keberhasilan masyarakat pesisir di Pantai Clungup, Malang Selatan. Upaya masyarakat menjaga lingkungan diwujukan dengan penanaman mangrove dan pengetatan kunjungan wisatawan.
“Melalui upaya konservasi, masyarakat pesisir yang merupakan kelompok nelayan mendapat penghasilan tambahan. Pendapatan mereka naik 100 persen karena mengelola wisata. Dengan demikian mereka mendapat dua pos pemasukan melalui hasil tangkapan ikan dan wisata,” ujarnya.
Hageng mengatakan, ekological tourism atau wisata ekologi yang dikembangkan oleh masyarakat di pesisir Clungup berhasil mendatangkan wisatawan. Usaha tersebut kini terus diupayakan dapat bertahan lama minimal 5 tahun sehingga layak disebut berkelanjutan.
Hageng menilai, usaha ang bisa bertahan hingga minimal 5 tahun dapat digolongkan berhasil karena cukup terjaga konsistensinya. Usaha yang berjalan lima tahun diyakini dapat terus berkelanjutan hingga tahun-tahun berikutnya.
Upaya konservasi yang dilakukan masyarakat pesisir Pantai Clungup antara lain menanam mangrove, memeriksa barang bawaan pengunjung untuk menekan banyaknya sampah, serta menjaga habitat penyu dan terumbu karang. Mereka juga membatasi kuota pengunjung pantai 100 orang per hari serta menutup pantai dari kunjungan wisatawan saat masa penyu bertelur dan saat masa yang tepat untuk penanaman bakau.
Upaya konservasi laut juga telah dilakukan di Banyuwangi. Kerja keras Kelompok Nelayan Samudera Bakti di Desa Bangsring Kecamatan Wongsorejo bahkan telah diakui melalui penghargaan Kalpataru yang diterima tahun 2017.
Awalnya, nelayan di Bangsring prihatin dengan kerusakan lingkungan di sekitar mereka; sampah berserakan, terumbu karang rusak karena dibom, ikan pun menghilang. Setelah konservasi dimulai, kondisi lingkungan perlahan-lahan membaik, potensi pariwisata pun muncul.
”Pendapatan nelayan hanya 200.000 sehari, tetapi kami bisa dapat Rp 500.000 sehari dari menjual jasa persewaan alat selam dan jasa pemandu wisata,” ujar Mislianto, nelayan Bangsring.
Sementara terkait pemanfaatan teknologi, nelayan Banyuwangi justru meragukan manfaatnya. Teknologi tersebut dianggap kurang ramah terhadap kondisi telekomunikasi di laut.
“Kalau sebelum berangkat melaut, kami mungkin bisa menggunakan alat tersebut untuk mencari informasi tentang cuaca, kondisi ombak dan lokasi yang banyak ikannya. Tetapi kalau sudah di tengah laut, aplikasi tersebut tidak berfungsi karena tidak ada sinyal,” keluh Suhartono salah satu nelayan Pancer yang hadir dalam diskusi tersebut.