JAKARTA, KOMPAS—Indonesia dinilai mengalami kemajuan dalam upaya mewujudkan sejumlah target dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, termasuk yang terkait isu kesetaraan jender atau target kelima. Dibandingkan dengan El Salvador, India, Kenya, dan Senegal, Indonesia mengalami kemajuan dalam pencapaian target 1,4 dan 17 (penghapusan kemiskinan, pendidikan, dan kemitraan).
Namun, untuk target mewujudkan kesetaraan dan keadilan jender, ada sejumlah pekerjaan rumah yang harus diselesaikan Indonesia menyusul tingginya perkawinan anak di sejumlah daerah. Dalam hal mewujudkan pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi (target 8) serta mengurangi kesenjangan (target 10), Indonesia masih lemah dan posisinya di bawah Kolombia, El Salvador, India, Kenya, dan Senegal.
Kondisi Indonesia itu terungkap di Laporan Indeks Gender Sustainable Development Goals atau Indeks Jender Tujuan Pembangunan Berkelanjutan disurvei Equal Measures (EM2030) tahun 2018. Laporan itu diluncurkan Institut Kapal Perempuan (Lingkaran Pendidikan Alternatif bagi Perempuan), Selasa (13/11/2018), di Jakarta.
Penelitian Indeks Jender Tujuan Pembangunan Berkelanjutan itu dilakukan jaringan internasional EM2030 di enam negara, yakni Kolombia, India, Indonesia, El Salvador, Kenya, dan Nigeria. Posisi Indonesia berada di bawah Kolombia yang mendapat skor tertinggi dalam survei itu.
Penilaian dilakukan berdasarkan indikator-indikator yang ditetapkan untuk 12 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) pilihan. Rujukannya ialah data masyarakat sipil dan Pemerintah Indonesia. Untuk survei di Indonesia, EM2030 menggandeng Institut Kapal Perempuan.
Direktur Institut Kapal Perempuan Misiyah mengungkapkan berdasarkan sejumlah indikator dalam Indeks Gender SDG EM2030, Indonesia dinilai berhasil menurunkan angka kemiskinan dalam beberapa tahun terakhir hingga mencapai 9,82 persen. Itu dilakukan melalui program perlindungan sosial seperti Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Pintar, Program Keluarga Harapan, dan Bantuan Pangan Non Tunai.
"Namun masih dibutuhkan upaya lebih besar untuk mengembangkan program perlindungan sosial yang responsif jender dan inklusif untuk memastikan perempuan dan kelompok marginal tidak ada yang tertinggal," kata Misiyah.
Namun masih dibutuhkan upaya lebih besar untuk mengembangkan program perlindungan sosial yang responsif jender dan inklusif untuk memastikan perempuan dan kelompok marginal tidak ada yang tertinggal.
Selain menurunkan angka kemiskinan, Indonesia dinilai memiliki kemajuan dalam tingkat partisipasi sekolah dan posisi perempuan dalam jabatan penting terutama jumlah menteri perempuan. Bahkan, untuk Target 17, survei EM20130 menemukan kemajuan Indonesia dalam sistem perpajakannya dinilai paling progresif di antara enam negara yang diteliti pada tahun 2015 dan keterbukaan statistik jender pada tahun 2017.
Menurut Jessica, Indeks Gender TPB menjadi alat untuk mengukur pencapaian target TPB di negara-negara yang menjadi sasaran survei. “Tidak mudah, karena kenyataannya di lapangan masih sulit mengukur kemajuannya di tiap negara,” katanya.
Justin Anthonie, dalam paparannya menyatakan tingginya perkawinan anak, harus jadi alarm semua pihak, karena dampaknya amat besar bagi anak perempuan yang menikah di bawah usia 18 tahun. Selain meningkatkan risiko kematian ibu, perkawinan anak menghambat penuntasan pendidikan 12 tahun serta memicu kekerasan dalam rumah tangga.
“Faktor utama yang harus menjadi perhatian serius antara lain budaya patriarki, norma-norma konservatif berbasis agama dan adat yang mengakar dalam kehidupan individu, serta kebijakan. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 melegitimasi perkawinan anak, dan dijadikan acuan hukum oleh masyarakat dalam praktik perkawinan anak,” kata Justin.
Soal kesenjangan, Institut Kapal Perempuan merekomendasikan perlunya penguatan di tingkat kebijakan untuk menghapus perkawinan anak, serta memastikan implementasi kebijakan dan penganggaran responsif jender. Selain itu, perlu kolaborasi program dengan berbagai organisasi perempuan, dan organisasi mitra lainnya.
Ancaman Pembangunan Manusia
Deputi Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Lenny N Rosalin menegaskan perkawinan anak mengancam Indeks Pembangunan Manusia. Karena itu, pencegahan perkawinan anak harus dilakukan semua pihak.
EM2030 perlu lebih dipertajam, karena hampir di semua 17 target di TPB terkait dengan isu jender, perempuan, dan anak. "Para pemangku kepentingan harus paham dan menuangkannya dalam kebijakan, program, dan kegiatan sehingga prinsip no one left behind (tak ada yang tertinggal) bisa dipenuhi, karena data paling banyak tak tercakup adalah target grup perempuan dan anak, serta disabilitas,” kata Lenny.
Peluncuran Indeks Gender SDG di Indonesia, diakhiri dengan diskusi tentang pentingnya data dalam mendorong perubahan. Diskusi itu menghadirkan sejumlah pembicara.