Perkembangan teknologi menjangkau hampir semua aspek kehidupan manusia. Dari yang sakral hingga yang profan semua tersentuh sihir teknologi. Kini, orang bisa mengunduh kitab suci digital sekaligus pacar virtual lewat sekali usapan di layar ponsel pintar. Lalu apa yang tak bisa diberikan oleh teknologi secanggih itu?
“Kejutan,” jawab Ando (21), Selasa (6/11/2018).
Bagi Ando, kecanggihan teknologi belum mampu menghadirkan kejutan layaknya hidup yang penuh misteri. Ando dan seorang kawannya sedang mengamati belasan lovebird (Agapornis) yang dijual pedagang di Pasar Hewan Pramuka, Matraman, Jakarta Timur. Ia hendak membeli seekor lovebird untuk dijadikan hewan peliharaan di rumah.
“Saya pingin punya lovebird yang jinak, jadi enggak kabur kalau dilepas dari kurungan,” ujar Ando.
Ia menuturkan, sudah beberapa kali membeli lovebird tetapi belum ada satu pun yang berhasil ia jinakkan. Menurut Ando, tidak sembarang lovebird bisa dijinakkan. Perkara menjinakkan burung hampir sama ruwetnya dengan membina hubungan persahabatan.
“Asyiknya di situ. Walaupun susah tapi bakal bangga kalau punya lovebird yang jinak,” kata Ando.
Hewan virtual
Di samping gemar memelihara burung, seperti remaja lain, Ando juga gemar bermain gim. Ia mencoba segala jenis gim yang sedang populer.
Sekali waktu, ia pernah berniat berhenti memelihara burung karena keasyikan bermain gim Pokemon Go. “Saya pikir waktu itu melihara burung dan melihara pokemon bakal sama saja asyiknya,” ucap Ando.
Kenyataanya, gim pokemon sama sekali berbeda dari memelihara hewan sungguhan. Memelihara hewan virtual tidak melibatkan emosi Ando sebesar ketika ia berjuang menjinakkan lovebird. “Hewan yang kita punya di gim bakal sama persis dengan yang dimiliki orang lain,” kata Ando.
Padahal, menurut dia, yang membuat bahagia adalah melihat hewan peliharaannya tumbuh berbeda dari milik orang lain. Itulah yang dimaksud Ando dengan kejutan hidup.
Memelihara hewan itu sama halnya berdoa. Kita bisa membayangkan apa yang kita inginkan, tetapi harus memiliki keteguhan menerima kenyataan yang terjadi. “Kalau pokemon mati nanti juga bisa bangun lagi. Tapi kalau lovebird saya mati, enggak ada lovebird lain yang bisa menggantikan,” ujar Ando.
Kian jarang
Salah satu penjual merpati (Columbidae) di Pasar Pramuka, Erwan (38), mengatakan, makin jarang melihat remaja membeli burung. Saat ini, kebanyakan remaja hanya datang membeli pakan burung karena disuruh orang tua.
Erwan sudah 20 tahun menjual merpati. Merpati di lapak miliknya ia dapatkan dari kampung halamannya di Magelang, Jawa Tengah.
Seekor merpati dijualnya Rp 100.000. Dalam sehari, jika sedang beruntung, ia bisa menjual lima ekor merpati. “Sekarang lumayan sepi, kadang tiga hari enggak laku sama sekali,” ucap Erwan.
Ia menuturkan, sekitar enam tahun lalu, masih banyak remaja yang gemar memelihara burung.
Lovebird dan merpati merupakan dua jenis burung yang dulu paling diminati remaja karena harga dan perawatannya yang relatif murah.
“Melihara hewan itu belajar tanggung jawab,” kata Erwan. Menurut dia, manusia yang memiliki pengalaman merawat hewan pasti akan lebih menghargai kehidupan.