Presiden Filipina Rodrigo Duterte menyatakan, yang bermasalah dengan China adalah negara-negara Barat, bukan ASEAN. Pakta ekonomi regional harus terus dikejar.
SINGAPURA, KOMPAS—Para pemimpin negara-negara Asia Tenggara dan China memuji kemajuan upaya mewujudkan perdamaian terkait sengketa Laut China Selatan (LCS). Upaya itu antara lain lewat kerangka waktu penyelesaian kode tata perilaku. Kemajuan ini menunjukkan, ASEAN bisa menyelesaikan sendiri masalah yang dihadapi.
Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi mengatakan, target waktu penyelesaian penyusunan kode tata perilaku (COC) di LCS kembali ditegaskan Perdana Menteri China Le Keqiang dalam KTT ASEAN-China di Singapura, Rabu (14/11/2018). Target waktu itu akan dimanfaatkan semaksimal mungkin.
”Turut ditegaskan bahwa first reading (perundingan pertama setelah dokumen draf tunggal disepakati) akan diselesaikan pada tahun depan. Hal itu dilakukan simultan dengan target waktu tiga tahun COC,” kata Retno.
Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN Jose Tavares menyatakan, target waktu tiga tahun itu dihitung mulai tahun ini. Target waktu itu dikatakannya akan dimanfaatkan baik dari segi momentum maupun waktunya. Terkait dokumen dalam proses menuju kode tata perilaku, dijelaskan Jose, total akan ada tiga pembacaan teks negosiasi tunggal. ”Pasti hal-hal itu akan dimanfaatkan untuk perundingan-perundingan,” kata Jose.
Li yang hadir dalam KTT ASEAN itu mengatakan, COC yang akan dibuat merupakan contoh baik kemampuan kawasan menyelesaikan pertikaian sendiri. ”Kita telah menemukan jalan untuk menangani secara semestinya dan meredakan perbedaan, contohnya masalah Laut China Selatan dalam beberapa tahun belakangan,” ujar Li.
China untuk pertama kali menyatakan komitmen akan membuat panduan tata perilaku selambatnya dalam tiga tahun. Li menambahkan bahwa situasi telah bergerak maju dengan ”stabilitas lebih baik” serta kemajuan menuju draf tunggal dalam kode tata perilaku di laut.
Sengketa LCS yang melibatkan sejumlah negara merupakan masalah laten yang belum terselesaikan. China sebagai salah satu pihak, beberapa tahun terakhir sudah membangun pulau-pulau kecil di sekitar LCS.
Sekuat tenaga
Presiden Filipina Rodrigo Duterte, yang negaranya merupakan pihak dalam sengketa, menyatakan tidak ada masalah dengan China. ”Semuanya berjalan sangat baik antara China dan negara-negara ASEAN. Kenyataannya ada friksi antara negara-negara China dan negara-negara Barat,” kata Duterte.
Tentang COC yang akan dibuat, Duterte menyatakan, sudah seharusnya hal itu diupayakan sekuat tenaga. Dengan adanya sebuah aturan yang jelas, kata Duterte, akan menghindarkan salah perhitungan serta risiko gangguan atau potensi bentrokan yang bisa memicu tindakan militer berdasarkan perjanjian pertahanan bersama.
Kesepakatan RCEP
Selain isu keamanan, pertemuan para pemimpin ASEAN di Singapura juga membahas isu perdagangan. Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong menegaskan, perpanjangan negosiasi kesepakatan perdagangan bebas Asia Pasifik akan mengakibatkan hilangnya kredibilitas.
Perundingan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP), yang dimulai pada 2012, kini mendapat dorongan baru setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump menarik diri dari kesepakatan perdagangan Kemitraan Trans-Pasifik (TPP).
ASEAN dan negara-negara lain, seperti China, Korea Selatan, India, Australia, dan Selandia Baru, berupaya agar RCEP mencapai kesepakatan penuh pada 2019 setelah kemungkinan untuk bisa menyelesaikan pada akhir tahun ini tidak dimungkinkan. Rancangan pernyataan RCEP akan diterbitkan dalam pekan ini.