Penurunan harga minyak mentah dinilai bakal menekan defisit neraca perdagangan. Impor barang konsumsi jadi perhatian meski stok sejumlah komoditas dinilai cukup bahkan surplus.
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah terus berupaya mengendalikan impor untuk menekan defisit neraca perdagangan hingga akhir tahun. Sementara penurunan harga minyak mentah dunia diperkirakan akan membantu menurunkan defisit neraca perdagangan dari sektor minyak dan gas bumi.
Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan (Kemendag) Karyanto Suprih kepada Kompas, Rabu (14/11/2018), mengatakan, sesuai arahan Menteri Perdagangan, pengendalian impor terus dilakukan Kementerian Perdagangan untuk menekan defisit neraca perdagangan. Fokusnya lebih pada barang-barang konsumsi, bukan bahan baku atau penolong yang dibutuhkan industri pengolahan.
”Pengaturan jadwal realisasi impor juga dilakukan melalui koordinasi dengan importir dan mengatur pengeluran izin impor. Hal itu bertujuan agar impor tidak menumpuk pada bulan-bulan tertentu,” katanya.
Terkait dengan impor kebutuhan bahan baku pangan strategis, seperti gula mentah, daging sapi, sapi, daging kerbau, jagung, beras, dan garam, Kemendag mencatat masih ada sisa alokasi yang masih bisa direalisasikan hingga akhir 2018. Alokasi impor bahan baku pangan itu berdasarkan keputusan rapat koordinasi terbatas Kementerian Koordinator Perekonomian.
Data Kemendag menunjukkan, alokasi persetujuan impor gula mentah sebanyak 1,022 juta ton dengan realisasi sebanyak 877.260 ton (87,78 persen). Masa berlaku surat persetujuan impor (SPI) hingga 31 Desember 2018. Alokasi persetujuan impor beras sebanyak 2 juta ton dengan realisasi sebanyak 1,81 juta ton (90,57 persen). Masa berlaku SPI sampai dengan 31 Oktober 2018.
Alokasi persetujuan impor daging segar sebanyak 624.711 juta ton dengan realisasi impor 499.638 ton. Masa berlaku SPI sampai dengan 31 Desember 2018 dan Januari-Maret 2019. Sementara alokasi persetujuan impor garam industri sebanyak 3,1 juta ton dengan realisasi sebanyak 2,17 juta ton. Masa berlaku SPI-nya hingga 31 Desember 2018.
Karyanto mengatakan, realisasi impor bahan baku pangan itu tergantung masa berlaku SPI. Jika sudah habis masa berlakunya, tentu saja tidak bisa direalisasikan, kecuali ada perpanjangan SPI. Khusus impor jagung, lanjut Karyanto, belum ada SPI, karena Perum Bulog belum mengajukan permohonan. Ada kemungkinan Bulog masih menunggu penugasan dari Menteri Badan Usaha Milik Negara.
Dinilai cukup
Terkait pemenuhan kebutuhan pangan akhir tahun, Kementerian Pertanian mengklaim produksi dalam negeri cukup. Berdasarkan data Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian, Rabu (14/11/2018), pengadaan beras dari dalam negeri pada November-Desember 2018 surplus 404.000 ton. Sementara daging ayam surplus 122.000 ton dan telur ayam surplus 226.000 ton pada kurun waktu yang sama.
Saat meninjau Pasar Kramatjati dan Pasar Induk Beras Cipinang pekan lalu, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengatakan, harga pangan pada akhir tahun nanti seharusnya stabil berdasarkan pengalaman pada Ramadhan dan Lebaran 2018. Kestabilan harga itu menunjukkan stok pangan yang cukup.
Amran mencontohkan, harga telur yang saat ini sekitar Rp 22.000 per kilogram (kg) dan daging ayam Rp 27.000 per kg. Menurut dia, harga ini dapat dijaga hingga akhir tahun karena stok pangan aman.
Terkait beras, Amran optimistis kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi. Keyakinan itu didasari stok beras di Perum Bulog yang saat ini sekitar 2,7 juta ton dan Pasar Induk Beras Cipinang yang sekitar 50.000-51.000 ton. Meskipun demikian, harga beras di tingkat konsumen sudah melonjak 7,9-20 persen di atas ketentuan harga eceran tertinggi (HET).
Migas
Head of Industry and Regional Research Department Office of Chief Economist PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Dendi Ramdani mengemukakan, impor pada triwulan IV-2018 diperkirakan turun karena harga minyak mentah dunia turun. Impor migas merupakan penyebab defisit neraca perdagangan terbesar dengan proporsi impor 15,89 persen dari triwulan I-III tahun ini.
Pada September 2018, impor migas sebesar 2,3 miliar dollar AS. Nilai impor itu turun 25,2 persen dari 3 miliar dollar AS pada Agustus 2018. ”Jika harga minyak mentah dunia turun, nilai impor migas juga akan ikut turun. Penurunan impor migas itu akan menjadi sumber utama penurunan impor pada akhir tahun ini,” ujarnya.
Adapun untuk barang modal dan bahan baku, lanjut Dendi, kalau dilihat tren tahun sebelumnya agak menurun di akhir tahun. Mungkin kebutuhan barang modal dan bahan baku sudah dipenuhi pada pertengahan tahun.
”Sementara untuk impor barang konsumsi, ada kemungkinan naik, tetapi nilai totalnya tidak signifikan jika dibandingkan impor barang modal, bahan baku, dan impor migas,” katanya.