MAGELANG, KOMPAS — Ajang lomba lari Borobudur Marathon 2018 menjadi ajang turun gunung ”pendekar lari” Maryanto Satria Nusantara (56). Sebagai pelari spesialis nomor ultra atau lebih dari maraton (42,195 kilometer), Maryanto tak sungkan untuk berpartisipasi. Hal itu tak lepas dari semangatnya menemani sang istri, Farchatul Kifyati (54), yang sangat penasaran ingin menuntaskan lari half marathon (21 kilometer) di ajang tersebut.
Maryanto merupakan guru bagi 1 juta orang yang pernah ikut latihan olah napas di perguruan yang didirikannya, Satria Nusantara. Sebagai orang yang sangat terlatih fisiknya, pria kelahiran Medan, Sumatera Utara, itu terbiasa tertantang mengikuti kejuaraan yang menguji batas dirinya. Salah satunya, ia eksis mengikuti lomba lari ultra.
Salah satu kejuaraan yang eksis diikutinya adalah Lintas Sumbawa 320K full ultra. Bahkan, dalam ajang yang berlangsung pada April lalu, Maryanto finis di urutan kedua dengan catatan waktu 63 jam 14 menit. Ia telah melampaui batas dirinya ketika tahun sebelumnya ia mundur (did not finish/DNF) di Kilometer 130.
Sebagai pelari jarak jauh, Maryanto memang rutin berlatih lari. Bahkan, rata-rata, ia bisa berlari 30-50K per hari. Jadwal latihannya pun bisa sangat padat, yakni berlari pada pagi dan sore hari per hari. ”Manusia itu, kalau tubuhnya terus ditantang secara bertahap, akan tumbuh kuat secara bertahap. Sebaliknya, kalau tubuhnya dibiarkan malas, dirinya akan terus melemah. Itu berlaku untuk segala usia. Untuk itu, usia hanya jadi angka belaka,” tuturnya ketika ditemui di Magelang, Jawa Tengah, Kamis (15/11/2018).
Tak pelak, berlari di ajang Borobudur Marathon bukan tantangan berarti baginya. Namun, nyatanya, pendekar itu luluh ikut ajang tersebut demi sang istri yang penasaran untuk ikut dan menyelesaikan lomba di sana. Paling tidak, sudah dua tahun terakhir, pendekar tersebut berpartisipasi demi sang istri.
Pertama kali, Maryanto ikut kala menemani istrinya berpartisipasi di Borobudur Marathon 2017 10K. Kali ini, ia ikut untuk mendampingi istrinya berpartisipasi di Borobudur Marathon 2018 21K. ”Karena terbiasa latihan jarak jauh, ikut ajang kali ini lebih sebagai latihan saja. Paling utama justru mendampingi istri biar bisa finis dengan kuat dan sehat,” ujarnya.
Agar impian itu tercapai, Maryanto pun serius melatih istrinya. Setidaknya, empat bulan terakhir, Farchatul Kifyati berlatih intensif, mulai dari tempo, ketahanan, hingga kekuatan. Tak hanya itu, makan pun diatur, yakni memakan karbohidrat yang beragam dan menghindari cemilan tak sehat, kecuali buah-buahan, serta memperbanyak protein, seperti telur dan yoghurt.
Tak kalah penting, istirahat pun harus cukup. ”Saya sudah lama menerapkan pola hidup dan latihan seperti itu. Jadi, dengan mudah saya bisa melatih dan memberikan inspirasi kepada istri,” tutur Maryanto.
Tergoda suami
Sehari-hari, Farchatul menjadi ibu rumah tangga. Tak pernah dirinya aktif lari. Namun, karena melihat suami aktif lari, bahkan di lintasan-lintasan yang cenderung ekstrem, lama-lama dirinya pun tertarik mencoba. ”Saya ingin tahu bagaimana tantangannya dan bagaimana kepuasan yang didapat ketika bisa finis,” ujarnya.
Untuk itu, setahun lalu, Farchatul berniat ikut lomba lari perdananya di Borobudur Marathon 2017 10K. Ikut lomba tersebut juga tak mudah. Sebab, ia punya riwayat cedera lutut kanan-kiri yang didapat karena insiden saat bermain bulu tangkis dan naik gunung. Tak pelak, ia pun tidak bisa memaksa diri untuk lari kencang.
Bahkan, dirinya lebih banyak jalan cepat. Kendati demikian, catatan waktunya lumayan baik, yakni 10K ditempuh dalam waktu sekitar 1 jam 30 menit. Tahun ini, ia bertekad bisa 21K dalam waktu 3 jam. ”Walaupun berat, saya akan berusaha untuk minimal selesai. Kalau bisa, ya, dengan waktu tak lebih dari 3 jam,” ujar perempuan asal Cilacap, Jawa Tengah, itu.
Melihat pasangan Maryanto-Farchatul, jelas terlihat bahwa usia hanyalah angka yang tidak ada pengaruhnya pada fisik manusia asalkan punya tekad kuat. Hal itu diperkuat dengan hadirnya Lam Hindartono (66) dalam Borobudur Marathon 2018. Pria asal Yogyakarta tersebut menjadi salah satu peserta tertua di ajang itu.
Bahkan, ini bakal menjadi ajang partisipasi ketiganya di ajang tersebut. Pertama kali, ia ikut Borobudur Marathon 2016 21K. Kedua, ikut Borobudur Marathon 2017 10K. Ketiga, ia akan mencoba Borobudur Marathon 2018 42K. ”Saya selalu finis pada 2016 dan 2017. Kali ini, saya bertekad untuk finis lagi,” katanya.
Kecintaannya pada lari muncul empat tahun terakhir. Bagi pria yang biasa disapa Hino itu, lari bisa menghilangkan penat dan stres. Untuk itu, setelah lari pertamanya, ia ketagihan dan terus aktif berlatih dan ikut kejuaraan lari. Bahkan, ia pernah ikut lomba lari yang memperingati hari ulang tahun Kabupaten Sleman dua tahun lalu dengan jarak 50K dan finis.
”Ada kebanggaan dan kepuasan tersendiri bisa ikut dan menyelesaikan lomba-lomba itu, apalagi usia saya tak muda lagi. Kalau bisa finis, itu luar biasa. Mungkin, kalau usia saya masih 30-an, hal itu biasa saja,” tuturnya sambil tertawa.