Program Antikorupsi Menjadi Jualan
Program antikorupsi yang ditawarkan dua pasang kandidat di Pemilihan Presiden 2019, cenderung hanya menjadi alat untuk menarik calon pemilih.
JAKARTA, KOMPAS - Kedua pasang calon presiden dan calon wakil presiden yang berkontestasi di Pemilu 2019, punya tawaran menarik untuk menghadapi korupsi di Indonesia. Namun, diskusi mendalam soal tawaran mereka masih sangat minim, sehingga berpotensi menimbulkan skeptisisme publik bahwa program itu akan terealisasikan.
Skeptisisme juga berpotensi muncul karena janji seperti memperkuat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPk) dan aparat penegak hukum lainnya, sudah beberapa kali dijumpai dalam pemilu sebelumnya.
Kini, wacana itu kembali muncul dalam visi, misi, dan program kerja Joko Widodo-Ma\'ruf Amin maupun Praabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno.
Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Andre Rosiade, Rabu (14/11/2018) saat dihubungi dari Jakarta mengatakan, pemberantasan korupsi menjadi prioritas utama di luar agenda di sektor ekonomi.
Untuk menunjukkan komitmen dalam bidang tersebut, dalam 100 hari pertama pemerintahan Prabowo-Sandiaga, lanjut Andre, akan dibentuk tim gabungan pencari fakta untuk mengusut kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan yang terjadi pada 11 April 2017. Sampai saat ini, kasus itu belum terungkap.
Sementara itu, dalam dokumen visi-misi Jokowi-Ma’ruf yang diserahkan ke KPU, pasangan itu antara lain menjanjikan peninjauan dan sinkronisasi peraturan perundang-undangan untuk memperkuat pemberantasan korupsi.
Terkait hal itu, Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma’ruf, Arsul Sani mengatakan, revisi undang-undang terkait pemberantasan korupsi tidak bisa langsung diasosiasikan dengan upaya melemahkan KPK. “Masa undang-undang tidak boleh diubah ketika kebutuhannya perlu diubah? Biar yang menjadi perdebatan nantinya adalah terkait substansi apa yang mau diubah dari undang-undang itu,” katanya.
Upaya untuk merevisi UU KPK, telah beberapa kali dilakukan. UU itu juga beberapa kali dibawa ke Mahkamah Konstitusi untuk diuji materi.
Pada pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla saat ini, selain muncul wacana merevisi UU KPK, juga sempat ada hak angket terhadap KPK. Sejumlah substansi revisi UU KPK dan usulan rekomendasi hak angket KPK yang pernah diajukan, cenderung melemahkan kewenangan KPK. Isi usulan itu misalnya pembentukan Dewan Pengawas, pengaturan wewenang penyadapan KPK melalui izin Dewan Pengawas, pembatasan masa umur KPK sebagai lembaga ad hoc, serta meniadakan perekrutan penyidik dan penyelidik independen KPK.
Catatan Kompas, usulan revisi UU KPK dan panitia angket tersebut, didukung oleh anggota DPR yang berasal dari partai politik yang kini mendukung pasangan Jokowi-Mar\'uf maupun Prabowo-Sandiaga.
Janji kampanye
Juru bicara KPK Febri Diansyah menuturkan, pernyataan untuk mendukung pemberantasan korupsi jangan hanya menjadi jargon kampanye.
Peneliti Indonesia Corruption Watch Donal Fariz menuturkan, dari pengalaman beberapa pemilu, visi, misi, dan program antikorupsi hanya cenderung jadi alat kampanye untuk merebut suara masyarakat.
Khusus untuk saat ini, menurut Donal, hal yang memprihatinkan adalah belum adanya eksplorasi gagasan dan program pemberantasan korupsi yang benar-benar muncul dari dua pasangan calon.
Pendidikan
Koordinator program Transparency International Indonesia (TII) Wawan Suyatmiko, mengatakan, sikap antikorupsi itu akan lebih terukur manakala pendidikan antikorupsi ikut menjadi fokus perhatian para kandidat. Ironisnya, masalah pendidikan antikorupsi itu belum muncul dari kedua pasang kandidat.
“Kedua pasang kandidat sepertinya belum melihat pendidilkan antikorupsi sebagai hal yang terkait langsung dengan slogan mereka yang ingin menghadirkan pemerintahan antikorupsi. Padahal, tanpa pendidikan antiorupsi, mustahil bisa mewujudkan iklim pemberantasan dan pencegahan korupsi,” tutur Wawan.
Program pendidikan antikorupsi ini, misalnya, diwujudkan dengan membuat kurikulum secara detil dan terukur.
Sekretaris Jenderal TII Dadang Trisasongko menambahkan, inti dari pendidikan anti korupsi adalah pendidikan mengenai kejujuran dan menghargai hak-hak publik. Pendidikan itu akan berkontribusi pada penguatan pilar-pilar pemerintahan. “Pendidikan antikorupsi merupakan dasar dari semua program antikorupsi. Ini karena pembenahan sistem yang tidak disertai dengan perubahan sikap dan perilaku orangnya, maka sistem yang sudah baik itu tetap bisa diakali, disiasati atau bahkan diubah oleh mereka yang tak menghendaki adanya sistem yang baik,” katanya.
Pengajar Ilmu Politik Universitas Airlangga Surabaya Kris Nugroho mengingatkan isu penegakan hukum, terutama terkait korupsi dianggap penting oleh para pemilih. Korupsi dianggap sebagai persoalan yang menimbulkan ketidakpuasan masyarakat karena menimbulkan ketidakadilan hukum. Namun dia juga memahami ada kerisauan dari tim kampanye untuk membahas isu penegakan hukum dan pemberantasan korupsi secara mendalam. Sebab, isu ini bisa menjadi pedang bermata dua. Ini karena di kedua kubu, ada anggota partai politik pendukungnya yang terjerat korupsi.