UMKM Harus Mampu Beradaptasi dengan Teknologi Digital
Oleh
ADHI KUSUMAPUTRA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemberdayaan masyarakat saat ini harus dilakukan dengan mengikuti perkembangan teknologi industri 4.0. Dalam hal ini, kemitraan menjadi penting bagi koperasi dan usaha kecil menengah agar mampu beradaptasi dengan perkembangan teknologi.
”Untuk membangun kemitraan yang baik, perlu adanya kerja sama pentahelix. Kerja sama yang melibatkan pemerintah, akademisi, perbankan, komunitas, dan media,” kata Deputi Bidang Kelembagaan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Rully Indrawan, di Jakarta, Kamis (15/11/2018).
Hal ini disampaikan dalam International Conference on Community Development (ICCD) 2018. Rully menyampaikan, acara ini merupakan dukungan dari peneliti, praktisi, dan akademisi dalam bentuk rekomendasi yang dapat menjadi masukan strategis bagi kebijakan pemerintah untuk mengembangkan sektor koperasi dan UKM.
Konferensi diikuti 96 presenter paper dari sejumlah universitas, baik dalam maupun luar negeri. Setiap topik yang dipresentasikan merupakan hasil pengabdian dan temuan di masyarakat, terutama di area Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs), yaitu mengenai kualitas pendidikan, sanitasi, kesehatan, dan budaya.
Ketua ICCD 2018 Retno Dewanti mengatakan, konferensi dengan tema ”Sustainable Development in Millennium Era” ini bertujuan menyiapkan komunitas agar mampu bersaing di pasar global. Kata sustainable atau berkelanjutan bermakna bahwasanya pengembangan ini harus terus terjadi, tidak hanya sekali dilakukan.
”Konferensi ini digagas oleh Universitas Bina Nusantara, Universitas Mercu Buana, Universitas Budi Luhur, Universitas Sahid, Universitas Prof Dr Moestopo. Kami berharap, dalam lima tahun ke depan, hasil kajian yang dilakukan dapat memberi manfaat bagi program pemberdayaan masyarakat sehingga peduli pada ekonomi, sosial, dan lingkungan,” tutur Retno.
Retno menyebutkan, kelima universitas bekerja sama dalam memberdayakan masyarakat Desa Pasirmulya, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Bandung. Pemberdayaan masyarakat dilakukan sejak akhir 2017.
”Di Desa Pasirmulya, kami memberdayakan petani kopi. Kami memberikan pendampingan bagaimana menggunakan alat pengering biji kopi. Harapannya, mereka dapat terbiasa menggunakan alat pengering ini agar biji kopi dapat bertahan lebih lama,” kata Retno.
Selain itu, salah satu hasil penelitian yang berdampak bagi masyarakat adalah ”Sonar Vision for Low Vision People”. Sonar Vision merupakan alat bantu untuk memudahkan penyandang tunanetra melakukan aktivitas dengan mendeteksi halangan di depannya. Alat itu tidak untuk menggantikan tongkat, tetapi berfungsi sebagai pelengkap dari tongkat.
Sonar Vision merupakan hasil kerja sama peneliti dari Universitas Bina Nusantara (Binus) sekaligus volunteer community development Rinda Hedwig bersama dua mahasiswa Universitas Binus Jurusan Sistem Komputer, yaitu Raditya Eko Prabowo dan Nicholas Julian. Pembuatan alat dilakukan pada 2017 dan diselesaikan pada 16 Oktober 2018.
”Dalam satu set Sonar Vison terdapat satu sabuk dan satu jam tangan. Sistem alat ini bekerja dengan gelombang ultrasonik yang mampu mendeteksi halangan hingga 3 meter ke depan. Ketika ada halangan yang terdeteksi, sinyal akan dikirim melalui getaran,” papar Rinda.
Dalam presentasinya, Rinda menyampaikan, 100 unit Sonar Vision telah dibagikan secara gratis kepada para penyandang tunanetra di seluruh Indonesia. Sejumlah 50 unit Sonar Vision di antaranya dibagikan kepada Yayasan Mitra Netra di Jakarta. (SHARON PATRICIA)