ASEAN Minta Myanmar Patuh
Komitmen Myanmar dalam proses repatriasi pengungsi Rohingya disambut baik oleh para pemimpin ASEAN. Komisi Penyelidik Independen diharapkan adil.
SINGAPURA, KOMPAS Para pemimpin negara anggota Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) mendukung proses repatriasi warga etnis Rohingya dari pengungsian mereka di Bangladesh kembali ke Myanmar. Tumpuan sangat diharapkan dari Pemerintah Myanmar.
Hal itu tercantum dalam pernyataan para pemimpin negara ASEAN sebagai hasil Konferensi Tingkat Tinggi ke-33 ASEAN di Singapura, Kamis (15/11/2018).
Dari diskusi dan briefing dengan Pemerintah Myanmar, situasi kemanusiaan di Negara Bagian Rakhine merupakan masalah yang memprihatinkan. Para pemimpin ASEAN menyambut baik komitmen Pemerintah Myanmar dalam proses pemulangan para pengungsi dari Bangladesh ke Myanmar.
”Kami siap mendukung Myanmar dalam proses pemulangan mereka dan menyambut undangan yang diperpanjang oleh Myanmar ke AHA Centre untuk mengirimkan tim penilaian kebutuhan guna mengidentifikasi kemungkinan kerja sama di Negara Bagian Rakhine dalam memfasilitasi proses pemulangan,” demikian pernyataan pemimpin negara ASEAN.
Lebih dari 700.000 warga etnis Rohingya yang tinggal di Rakhine, Myanmar, sejak Agustus 2017, terpaksa mengungsi ke Bangladesh akibat kekerasan yang mereka alami.
Masalah ini mengemuka dalam pertemuan para pemimpin negara ASEAN. Dalam pernyataan lebih lanjut, para pemimpin itu menyatakan menyambut baik komitmen Myanmar untuk memastikan keselamatan dan keamanan masyarakat di Negara Bagian Rakhine seefektif mungkin serta memfasilitasi kembalinya mereka secara sukarela.
Pada bagian lain dalam pernyataan itu, para pemimpin negara-negara ASEAN juga menantikan implementasi penuh Nota Kesepahaman antara Myanmar, Komisi Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi (UNHCR), dan Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) untuk memfasilitasi proses pemulangan. Yang juga penting, perlu dicari solusi komprehensif dan berjangka waktu lama untuk mengatasi akar penyebab konflik.
Disampaikan juga harapan agar Komisi Penyelidik Independen yang dibentuk oleh Pemerintah Myanmar bisa melakukan investigasi independen dan tidak memihak. Para pemimpin itu juga menyatakan dukungan kepada Myanmar dalam upaya menciptakan perdamaian, stabilitas, aturan hukum, untuk mempromosikan keselarasan dan rekonsiliasi di antara berbagai komunitas, serta untuk memastikan pembangunan yang berkelanjutan dan adil di Negara Bagian Rakhine.
Dalam jumpa pers seusai penutupan KTT, Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong menyatakan, proses repatriasi itu baru mulai. Ia berharap semua proses dapat berjalan lancar dengan komitmen yang ada di otoritas Myanmar. ”Saya yakin Myanmar mengerti tentang hal ini, termasuk kekhawatiran negara-negara lain di ASEAN tentang hal ini. Saya berharap semua proses akan berjalan sesuai dengan rencana,” kata Lee.
Pengungsi menolak
Di lokasi pengungsian di Cox’s Bazar, Bangladesh, muncul protes atas rencana repatriasi. Sekitar 1.000 pengungsi menyatakan penolakan atas dimulainya proses pemulangan. ”Tidak mau, kami tidak mau pergi,” teriak para pemrotes, Kamis.
Beberapa orang tampak membentangkan poster yang antara lain bertuliskan, ”Kami ingin keadilan”, ”Kami tidak akan pernah kembali ke Myanmar tanpa kewarganegaraan”.
Pemerintah Bangladesh secara bertahap akan memulangkan para pengungsi, sedianya akan mulai dilakukan pada Kamis kemarin. Pada tahap awal, akan dipulangkan sebanyak 2.200 orang. ”Kami telah menyiapkan segala sesuatunya untuk kalian, kami mempunyai enam bus di sini, kami menyediakan truk- truk, kami menyediakan makanan. Kami ingin menawarkan semuanya kepada kalian. Kalau kalian setuju untuk pergi, kami akan mengantar ke perbatasan, ke kamp transit,” tutur seorang petugas.
Seruan ini langsung disambut ratusan suara, ”Kami tak mau pergi!”
Komisioner pengungsi Abul Kalam tidak memberi jawaban ketika ditanya tentang apa yang akan dilakukan jika pengungsi menolak dikembalikan. Namun, menurut pejabat Perserikatan Bangsa-Bangsa yang menjembatani perundingan antara Bangladesh dan Myanmar, para pengungsi tidak bisa dipaksa untuk dipulangkan. ”Kalau mereka setuju, kami akan antar mereka ke kamp sementara dan memberi mereka makanan cukup untuk tiga hari sebelum menyerahkan kepada Pemerintah Myanmar,” kata Abul Kalam.
Etnis Rohingya selama ini tidak mempunyai status kewarganegaraan. Meski sudah sekian dekade tinggal di wilayah Myanmar, Pemerintah Myanmar menolak memberi mereka kewarganegaraan.
(AFP/AP/REUTERS/RET)