SURABAYA, KOMPAS — Wirausaha amat diperlukan karena menjadi salah satu penggerak perekonomian bangsa. Namun, saat ini pelaku wirausaha di Indonesia masih kurang karena sebagian besar memilih menjadi pegawai. Pelatihan-pelatihan yang menyasar lulusan baru diperlukan untuk mendorong pertumbuhan wirausaha.
Hal itu mengemuka saat pertemuan Startup Nations Summit 2018 di Grand City Convention And Exhibition, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (16/11/2018). Pertemuan tahunan yang diikuti 170 negara anggota Global Entrepreneurship Network itu dibuka oleh Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf dan dihadiri Presiden Global Entrepreneurship Network Jonathan Ortman serta Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini.
Dalam kesempatan tersebut, Global Entrepreneurship Network juga meluncurkan program Global Entrepreneurship Network Indonesia dengan Kamar Dagang dan Industri Indonesia. Kerja sama ini merupakan bagian untuk meningkatkan wirausaha di Indonesia.
Jonathan mengatakan, saat ini dunia terus berkembang dengan konsep kewirausahaan. Pada era modern, inovasi terus bermunculan dan menjadi peluang bisnis yang cukup menguntungkan. Banyaknya wirausaha meningkatkan daya saing sebuah negara. ”Peluang ini membuka kesempatan bagi anak-anak muda kreatif untuk berkontribusi,” katanya.
Dia menilai, anak muda saat ini memiliki kreativitas yang tinggi. Mereka sering membuat percobaan untuk menemukan hal-hal baru dalam mencari solusi atas permasalahan. Dalam hal ini, negara memiliki peran penting untuk memfasilitasi potensi itu agar berkembang dengan baik. ”Yang diperlukan adalah menghubungkannya dengan pasar yang membutuhkan inovasi itu,” ucap Jonathan.
Meskipun amat diperlukan, jumlah wirausaha di Indonesia dinilai masih kurang. Jumlah pengusaha di Indonesia masih sekitar 3,1 persen dari jumlah ideal di atas 14 persen. ”Budaya masyarakat Indonesia cenderung ingin menjadi pegawai dan tidak ingin mengambil risiko,” kata Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia Arsjad Rasjid.
Oleh sebab itu, semua pihak harus berupaya mendorong munculnya wirausaha-wirausaha baru. Perlu ada intervensi untuk menciptakan para wirausaha baru, dengan memberikan pelatihan, diskusi, dan kuliah kewirausahaan. ”Semua pengusaha-pengusaha besar berawal dari usaha rintisan,” ucapnya.
Triawan mengatakan, pelaku usaha rintisan tidak boleh dipersulit untuk mengembangkan usahanya. Selain memberikan dukungan pelatihan, upaya lain yang perlu dilakukan adalah keringanan pajak bagi wirausaha. Langkah ini menjadi bagian dari akselerasi untuk peningkatan jumlah wirausaha di Indonesia.
Menurut dia, anak-anak muda perlu keluar dari zona nyaman untuk menangkap potensi menjadi wirausaha. Mereka jangan lagi berkeinginan menjadi pekerja, tetapi menciptakan pekerjaan sendiri, bahkan membuka lapangan kerja bagi orang lain.
Risma mengatakan, Pemerintah Kota Surabaya mengajak sejumlah kalangan untuk menjadi wirausaha, mulai dari lulusan sekolah, perguruan tinggi, dan warga tidak lulus sekolah. Ada empat program yang disiapkan, yakni Pahlawan Ekonomi, Pejuang Muda, Start Surabaya, dan Tata Rupa Prime.
Pahlawan Ekonomi merupakan pelatihan wirausaha bagi ibu-ibu rumah tangga dan orang putus sekolah. Adapun Pejuang Muda untuk anak-anak muda lulusan SMA dan SMK. Sementara untuk lulusan perguruan tinggi ada program Start Surabaya dan Tata Rupa Prime.
Dari program-program tersebut, minat warga untuk menjadi wirausaha cukup tinggi. Program Pahlawan Ekonomi saat ini mencapai sekitar 9.000 orang. ”Persentase kegagalan mendirikan usaha rintisan kurang dari 1 persen,” ucap Risma.
Atas berbagai upaya tersebut, Badan Pusat Statistik pada 2017 mencatat angkatan kerja yang menjadi wirausaha sebesar 18,22 persen, berada di peringkat kedua di bawah buruh, karyawan, dan pegawai dengan persentase 65,31 persen.