JAKARTA, KOMPAS - Wakil Ketua Dewan Syura Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayat Nur Wahid meminta Gerindra dan Demokrat sama-sama menahan diri, dan bersama-sama mengingat bahwa kedua partai tersebut, masih berada dalam satu koalisi. Ini menyusul relasi kedua partai yang kian memanas.
Bahkan menurutnya, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (16/11), akan lebih baik jika seluruh pimpinan partai politik pengusung Prabowo-Sandi segera bertemu. Ini penting untuk menyegarkan kembali semangat dan komitmen berkoalisi, yaitu memenangkan Prabowo-Sandi di Pemilu Presiden 2019, dan bersamaan dengan itu, seluruh partai pengusungnya bisa meraih hasil optimal di Pemilu Legislatif 2019.
“Sangat wajar kalau Pak Prabowo yang menginisiasi pertemuan tersebut. (Namun sebelum itu) Bisa saja Pak Prabowo bertemu bilateral terlebih dulu dengan Pak SBY (Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono),” tambahnya.
Prabowo sebagai inisiator pertemuan karena dia calon presidennya. Dia juga pimpinan Partai Gerindra yang pada Pemilu 2014, lebih besar raihan suara ataupun kursinya di DPR daripada partai-partai pengusung Prabowo-Sandi lainnya.
Seperti diketahui, selain Partai Gerindra, Demokrat, dan PKS, Prabowo-Sandi diusung pula oleh Partai Amanat Nasional. Kemudian didukung pula oleh Partai Berkarya.
Ditanyakan jika pertemuan tak segera digelar apakah PKS akan menginisiasi pertemuan, Hidayat mengatakan PKS tahu diri. “PKS tidak sebesar Demokrat dan Gerindra, dan tentunya justru kami yang mestinya mendapat ajakan dari mereka,” ujarnya.
Sementara mengenai cuitan SBY di akun twitternya, Hidayat melihat SBY sebatas mengingatkan Prabowo, Sandi, dan Partai Gerindra. “SBY tidak marah, saya melihat itu hanya mengingatkan karena dia sosok yang senior. Jadi, wajar dia mengingatkan, tidak perlu dilihat sebagai kemarahan,” katanya.
Dia pun meyakini tidak ada persoalan prinsip di antara Gerindra dan Demokrat. “Itu hanya hanya persoalan komunikasi yang (solusinya) perlu dikembalikan kepada semangat besar yang mendasari terbentuknya koalisi kita,” tambahnya.
Seperti diketahui, SBY di akun twitternya, menanggapi pernyataan Sekjen Gerindra Ahmad Muzani sebelumnya yang mengkritisi sikap Demokrat di 2019. SBY memintanya mawas diri daripada menuding dan menyalahkan pihak lain.
Dia pun menceritakan bahwa dirinya dua kali jadi capres, dan kala itu tak pernah menyalahkan dan memaksa ketua umum partai-partai pengusungnya mengkampanyekan dirinya. Ini karena dalam pilpres yang paling menentukan, capres. “Capres mesti memiliki narasi dan gaya kampanye yang tepat,” katanya.
SBY juga menyebut keinginan rakyat untuk mendengar solusi, kebijakan, dan program dari capres. “Kalau jabaran visi-misi itu tak muncul, bukan hanya rakyat yang bingung, para pendukung pun juga demikian. Sebaiknya semua introspeksi,” ujarnya.
Sebelumnya, Muzani mengkritik sikap Demokrat yang membebaskan calon anggota DPR dari Demokrat untuk bersikap di Pilpres 2019. Padahal Demokrat telah mengusung Prabowo-Sandi. Sikap itu dilihat Muzani sebagai komplikasi dalam pemilu legislatif dan Presiden yang digelar serentak, yang justru melahirkan sikap pragmatis partai, Kompas (14/11/2018). Hal itu tak selaras dengan ide yang ingin dicapai dari pemilu serentak.
Selain itu, dia menyinggung pula janji dari Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono dan Komandan Satuan Tugas Bersama Demokrat untuk Pemilu 2019 (Kogasma) Agus Harimurti Yudhoyono untuk berkampanye bersama Prabowo-Sandi. Hanya saja hingga kini janji itu belum bisa direalisasikan.