AMBON, KOMPAS — Kepolisian Daerah Maluku menggelar Tour de Ambon Manise lewat perjalanan menggunakan sepeda melintasi Pulau Ambon dan Pulau Seram yang dimulai Sabtu (17/11/2018) ini hingga Senin pekan depan. Tur yang diikuti 431 pesepeda dari seluruh penjuru Tanah Air dan luar negeri itu bertujuan memperkenalkan keindahan Maluku sekaligus bagian dari upaya ”pendinginan” di tengah suhu politik yang cenderung memanas.
Kepala Kepolisian Daerah Maluku Inspektur Jenderal Royke Lumowa saat memberikan sambutan pada acara makan malam, Jumat (16/11/2018), mengajak peserta menikmati hamparan pesona wisata Maluku yang hadir di hadapan mereka mulai hari ini. Hadir pula dalam acara itu Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, yang juga mengikuti tur tersebut.
Royke mengatakan, Maluku memiliki banyak lokasi wisata, salah satunya adalah Pantai Ora yang akan dicapai pada etape kedua, Minggu. ”Maluku juga punya budaya kekerabatan yang tinggi. Itu ada dalam ungkapan ale rasa beta rasa, sagu salempeng dibagi dua, dan potong di kuku rasa di daging,” katanya.
Selain itu, lanjut Royke, kegiatan bersepeda juga digelar sebagai bagian dari upaya cooling system di tengah konstelasi politik yang cenderung memanas menjelang pemilu serentak pada 2019 mendatang. Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian, kata Royke, mengajak semua unsur Polri untuk menggelar kegiatan sosial dan olahraga guna meredakan situasi. ”Dengan bersepeda, kita bisa menyapa masyarakat lebih dekat,” ujarnya.
Selama tiga hari, peserta akan melahap rute sepanjang 200 kilometer. Perjalanan dimulai dari Pulau Ambon, tepatnya di Natsepa, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah. Peserta akan diajak menjelajahi Kota Ambon hingga mencapai lokasi berdirinya Patung Christina M Tijahahu di Bukit Karangpanjang. Di ketinggian itu, peserta dapat melihat sebagian wilayah kota berbukit yang tumbuh dari tepi pantai itu.
Peserta kemudian menyusuri turunan Karangpanjang hingga ke pusat Kota Ambon. Mereka lalu mengunjungi Monumen Gong Perdamaian Dunia, monumen yang dibangun untuk mengenang rekonsiliasi masyarakat Maluku pascakonflik sosial yang terjadi selama beberapa tahun sejak 19 Januari 1999. Selanjutnya, pesepeda meninggalkan Kota Ambon menuju Kecamatan Leihitu Barat, Maluku Tengah.
Pada rute itu, peserta akan melewati Jembatan Merah Putih yang kini menjadi ikon kota bertajuk ”manise” itu. Jembatan dengan panjang 1.140 meter itu membentang di atas Teluk Ambon. Lepas dari ujung jembatan, medan yang dilewati relatif datar dan sesekali ada tanjakan. Perjalanan di pulau seluas sekitar 803 kilometer persegi itu berakhir di tempat wisata Batu Layar.
Selanjutnya, peserta menggunakan kapal laut menuju Masohi di Pulau Seram. Masohi, kota yang diberi nama oleh Presiden Soekarno itu, merupakan ibu kota Kabupaten Maluku Tengah. Peserta bermalam di Dataran Waipia, daerah di pinggiran Masoh, untuk menyiapkan diri sebelum melakoni etape kedua yang hampir semuanya tanjakan tajam.
Lina Susana (49), peserta dari Jakarta, mengaku penasaran dengan pesona di daratan Pulau Ambon dan Pulau Seram. Lina pernah dua kali datang ke Maluku untuk menikmati pesona bawah laut di Kepulauan Banda dan Kepulauan Tanimbar. ”Dulu saya menyusuri Maluku dari laut, sekarang saya menyusuri dari darat menggunakan sepeda,” katanya.
Ilham (44), pesepeda dari Jayapura, mengaku baru pertama kali datang ke Ambon. Ia mengikuti tur itu dengan tujuan untuk mengenal lebih banyak sudut di Nusantara ini. Meski begitu, ia mengaku bahwa dirinya datang ke Ambon dengan bayangan konflik Maluku di kepalanya. ”Ternyata masyarakat Maluku kini sangat bersahabat. Saya senang sekali,” ujarnya.