JAKARTA, KOMPAS Institut Otonomi Daerah mengusulkan wakil presiden menjadi pejabat ex officio Ketua Dewan Kawasan Ibu Kota Negara. Sejalan itu, Gubernur DKI Jakarta diberi kewenangan pengelolaan Ibu Kota negara. Usulan ini disampaikan untuk menunjang peningkatan layanan umum dan aktivitas kenegaraan.
Hal ini disampaikan tiga pendiri Institut Otonomi Daerah kepada Wakil Presiden Jusuf Kalla di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Kamis (15/11/2018). Mereka adalah Djohermansyah Djohan selaku Presiden Institut Otonomi Daerah, J Kristiadi, dan Siti Zuhro.
Djohermansyah menyatakan, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta Sebagai Ibu Kota Negara sudah tidak relevan dengan tantangan pengelolaan Ibu Kota. Untuk itu, perlu koreksi dan terobosan.
Menurut Djohermansyah, tugas Dewan Kawasan Ibu Kota Negara adalah mengkoordinasi dan mengambil keputusan yang sifatnya lintas daerah dan lintas sektoral tentang pembangunan Ibu Kota. Model ini diharapkan lebih efektif ketimbang Badan Kerjasama Pembangunan.
Institut Otonomi Daerah juga mengusulkan pemberian kewenangan khusus ke Gubernur DKI Jakarta di sejumlah bidang, salah satunya di bidang perhubungan dan pembiayaan yang melibatkan dana dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan lembaga donor.
Pemerintah tengah menyiapkan revisi Rancangan UU Nomor 29 Tahun 2007. ”Kami dorong, lebih cepat lebih baik. Kalau bisa, tahun depan lebih bagus supaya DKI punya payung hukum yang lebih aktual,” kata Djohermansyah.
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Dareah Robert Endi Jaweng, tidak setuju dengan usulan itu. Pembentukan Dewan Kawasan Ibu Kota Negara dengan wakil presiden sebagai ketua ex officio merupakan bentuk resentralisasi.
Endi lebih mengusulkan bentuknya adalah badan pengusahaan bersama yang khusus menyelenggarakan kegiatan tertentu, misalnya moda transportasi tertentu. Masing-masing pemerintah daerah berpartisipasi dalam badan usaha tersebut. Bahkan pemerintah pusat bisa berpartisipasi.
”Ini yang disebut desentralisasi fungsional, bukan berarti pusat harus turun tangan. Harus dirumuskan, yakni badan pengelola fungsi tertentu," kata Endi.