Hari Toleransi Sedunia Dirayakan dengan Pendekatan Humor
Oleh
ADHI KUSUMAPUTRA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Hari Toleransi Sedunia dirayakan oleh pemuda melalui pendekatan berhumor. Hal itu bertujuan untuk mengingatkan bahwa masyarakat bisa menyikapi sejumlah isu mengenai \'perbedaaan\' dengan cara yang lebih tenang.
Itu menjadi inti dari acara #kitaberHAK yang diselenggarakan di Kemang, Jakarta Selatan, Jumat (16/11/2018) malam. Kegiatan tersebut merupakan inisiatif dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), yang bekerja sama dengan beberapa komika stand-up comedy untuk menyuarakan toleransi dengan cara lebih humoris.
Peneliti Kontras Rivan Lee mengatakan, kegiatan itu didasarkan pada sejumlah fakta yang ia temukan. Salah satunya adalah fakta bahwa ada tren kasus intoleransi yang berbeda di tahun 2018.
Kontras mencatat, ada 42 kasus pelanggaran kebebasan beragama, beribadah, dan berkeyakinan, banyak dilakukan oleh aktor sipil seperti ormas atau warga pada 2018. Jumlah itu lebih banyak dibanding tahun sebelumnya, yakni sebanyak 13 kasus.
"Kasus yang marak tidak hanya soal agama, tetapi juga perundungan komika stand-up comedy dalam kebebasan berekspresi," tutur Rivan.
Berdasarkan kunjungan Kompas, materi humor yang ditonjolkan malam itu banyak menyinggung isu kesukuan, keagamaan, hingga menyangkut golongan tertentu yang dapat dikatakan cukup sensitif. Menurut para komika, hal itu dilakukan dalam konteks humor untuk lebih menghargai keberagaman yang ada di masyarakat.
Komika yang turut tampil dalam acara tersebut, Coki Pardede dan Tretan Muslim, menyampaikan gaya komedi seperti itu menunjukkan bentuk saling menghargai dalam tingkatan yang lebih tinggi dari para komika. "Kami ingin menunjukkan kepada generasi muda, bahwa saya dan Muslim yang saling berbeda, juga bisa saling menghargai", kata Coki.
Ia menilai saat ini terdapat kondisi tidak tenang yang dialami oleh warga, terutama saat menyambut tahun 2019 yang merupakan tahun politik.
Berdasarkan pengamatan Kompas, terdapat lebih dari 200 pemuda yang datang memenuhi toko buku Aksara di bilangan Kemang, Jakarta Selatan, sehingga membuat ruangan cukup gerah dan sesak. Sebagian besar dari mereka, datang dengan alasan ingin menikmati komedi yang dianggap luwes.
Riki (24) yang datang dari kawasan Cipete, Jakarta Selatan, mengatakan kedatangannya diawali oleh ketertarikan untuk menonton salah seorang komika. Namun, ia juga fokus dengan kasus perundungan yang menimpa para komika dan jadi lebih mawas terhadap perihal kebebasan berbicara.
"Saya di sini karena bentuk bercandaan yang luwes. Saya pikir semua komedi tidak menyinggung, selama masih dalam konteks bercanda dan dapat dipertanggungjawabkan," kata Riki.
Fuji (24) dan Afi (24), bertolak dari rumah mereka di bilangan Jakarta Utara untuk menonton acara tersebut. Mereka menikmati bercandaan yang sensitif, karena menurut mereka seperti menghilangkan batasan antara penonton dengan komika.
"Lucu kan sifatnya relatif. Selama konteksnya bercanda, ya, semestinya kita jangan terlalu sensitif," kata Afi.
Dalam acara tersebut, Pendeta Suarbudaya Rahardian juga turut memberi orasi budaya tentang intoleransi. Ia mengatakan, segala bentuk intoleransi tidak hanya cukup dilawan dengan sikap toleransi, tetapi juga harus dirangkul dengan kasih sayang sesama umat manusia. (ADITYA DIVERANTA)