”Gelandangan” yang Terjebak di Kota Hantu
Apa jadinya kalau seekor harimau liar terjebak di sela-sela bangunan rumah toko di tengah pasar yang dekat permukiman warga? Ternyata membuat geger.
Lokasi harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) itu menjadi seperti pasar malam. Warga berbondong-bondong ingin menyaksikan dari dekat satwa buas yang memiliki belang indah itu.
Tidak ada lagi rasa takut manusia. Seolah-olah mereka hanya melihat harimau jinak anggota rombongan sirkus atau berada di dalam kandang di kebun binatang. Setidaknya itulah gambaran selama dua hari terakhir di Pasar Pulau Burung, Kecamatan Pulau Burung, Indragiri Hilir, Riau.
Padahal, kehadiran ratusan manusia di lokasi justru menyulitkan proses evakuasi. Pada Jumat sore, harimau itu sudah sempat bergerak menuju keluar. Namun karena di depannya banyak manusia ”berwisata”, satwa dilindungi itu kembali masuk ke lubang persembunyian.
Lokasi harimau terjebak itu berada di dekat Markas Kepolisian Sektor Pulau Burung. Sejumlah anggota polisi dikerahkan untuk mengajak masyarakat menjauh dari lokasi. Polisi khawatir akan jatuh korban dari pihak manusia karena binatang buas tidak dapat ditebak perilakunya.
Pulau Burung bukanlah kota besar, melainkan sebuah ibu kota kecamatan. Penduduknya berkisar 25.000 orang yang tersebar di lokasi seluas 53.800 hektar (lebih kecil dari DKI Jakarta seluas 66.000 hektar).
Meski bernama pulau, Pulau Burung berada di daratan paling ujung Pulau Sumatera, yang berbatasan langsung dengan Selat Malaka. Pulau Burung lebih dekat dengan Provinsi Kepulauan Riau. Dari Tembilahan, ibu kota Kabupaten Indragiri Hilir, Pulau Burung hanya dapat dijangkau dengan boat atau kapal cepat.
Untuk menuju Pulau Burung, warga dapat menumpang kapal cepat dari Tembilahan tujuan Batam dan turun di Sungai Guntung dengan perjalanan empat jam. Dari sana perjalanan disambung dengan perahu transport lokal selama satu jam lagi.
Setelah 48 jam berupaya keras, harimau itu dapat dievakuasi pada Sabtu (17/11/2018) dini hari oleh petugas Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Riau. Harimau itu berhasil ditembak bius. Setelah tidak sadarkan diri, petugas BBKSDA segera mengevakuasi si belang dari lokasi itu.
”Pagi ini harimau itu sudah dibawa ke Tembilahan. Dari Tembilahan akan dibawa ke pusat rehabilitasi harimau sumatera di Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat. Ada luka di kaki harimau itu seperti bekas kena jeratan,” kata Kepala BBKSDA Riau Suharyono, Sabtu.
Menurut Suharyono, tidak gampang mengevakuasi harimau meskipun terjebak di sela-sela ruko. Banyak pertimbangan sebelum mereka melakukan pembiusan dan evakuasi.
Semula BBKSDA memperkirakan, kalau sudah ditembak dengan obat bius, harimau itu akan terkejut dan langsung berlari ke luar. Di luar petugas sudah mengepung dan menyiapkan jaring sehingga harimau dapat ditangkap. Ternyata skenario itu gagal. Harimau yang sudah ditembak bius memilih bertahan di lokasi sela ruko itu.
Ruko di sana berada di pinggiran sungai cukup rendah sehingga lantai bangunan dibuat tinggi dan menyisakan ruang di bagian bawah seperti kolong setinggi 70 sentimeter. Untuk melihat keberadaan harimau dari dekat, petugas BBKSDA harus merangkak ke bawah kolong ruko yang gelap.
Setelah memperkirakan cukup dekat dengan lokasi harimau, petugas membuat sebuah lobang di dinding kolong dengan diameter sekitar 20 sentimeter. Dari sana terlihat harimau itu hanya diam tanpa banyak gerakan. Namun ketika disodorkan daging ayam dan daging sapi, harimau itu langsung menyantapnya.
”Harimau itu cukup merespons makanan. Harimau itu sehat dan mau makan daging yang kami berikan. Gerakannya aktif dan agresif. Harimaunya jenis jantan dan diperkirakan berusia tiga tahun,” kata Suharyono.
BBKSDA kemudian membuat rencana baru. Kiat kedua ini, setelah harimau dibius, proses evakuasi harus dilakukan dengan membobol dinding fondasi. Pemilik ruko menyetujui. Pada Jumat tengah malam, dilakukanlah rencana itu. Tidak berapa lama, harimau berhasil dikeluarkan dari lubang persembunyiannya.
”Kolongnya bau pesing karena dekat dengan WC,” kata Mulyo Hutomo, Kepala Bidang I BBKSDA Riau yang berada di lokasi.
Uniknya, setelah geger beberapa hari, tidak ada yang tahu bagaimana cara harimau itu masuk ke pasar di kota kecamatan itu. Tiba-tiba saja, si belang itu terlihat celingak-celinguk di sebuah tanah kosong di dekat pasar.
Bersama Bonita
Harimau jantan itu pernah menampakkan diri di Kecamatan Pelangiran bersama Bonita, seekor harimau betina yang pernah memangsa dua manusia. Namun, teror Bonita berlangsung lebih lama. Setelah membunuh dua manusia, Bonita tidak kunjung tertangkap.
Selama hampir tiga bulan, dari Januari sampai April 2018, Bonita berkeliaran di dekat permukiman penduduk dan perkebunan kelapa sawit disana. Ketika bertemu manusia, Bonita tenang saja. Ia tidak lari. Perilaku Bonita dianggap menyimpang dari sifat aslinya. Setelah 113 hari mengejar dan membuntuti, akhirnya Bonita berhasil dilumpuhkan dan dievakuasi ke Dharmasraya.
Jawabannya adalah rumah harimau berupa hutan belantara telah dirusak. Menurut Mulyo, setelah mengitari Pulau Burung selama dua hari, ia tidak menemukan ada hutan cukup luas untuk menjadi rumah harimau jantan itu.
Koridor terputus
Padahal, secara ekologi ekosistem Pulau Burung dan Pelangiran bersatu dengan SM Kerumutan yang menjadi rumah asli harimau sumatera. Hanya saja, koridor hutan di sana sudah terputus sehingga Bonita dan harimau jantan yang terjebak itu tidak dapat kembali lagi ke Kerumutan.
Lokasi yang dulunya merupakan jalan raya harimau mencari makan di hutan rimba Pelangiran dan Pulau Burung sudah berubah menjadi rumah-rumah dan kebun manusia.
Lokasi yang dulunya merupakan jalan raya harimau mencari makan di hutan rimba Pelangiran dan Pulau Burung sudah berubah menjadi rumah-rumah dan kebun manusia.
Itulah sebabnya mengapa harimau-harimau itu sering berinteraksi dalam kehidupan manusia di Indragiri Hilir. Harimau-harimau itu ibarat gelandangan yang terjebak di kota hantu, tanpa pernah tahu jalan pulang menuju rumah indahnya lagi.