JAKARTA, KOMPAS — Pengembangan energi terbarukan di Indonesia memerlukan campur tangan Presiden secara langsung. Sejalan dengan tren global, Indonesia harus mulai meninggalkan sumber energi fosil dan beralih ke sumber energi terbarukan. Pengelolaan energi di Indonesia masih menyisakan masalah karena belum mampu mewujudkan kemakmuran yang sebesar-besarnya bagi seluruh rakyat Indonesia.
Demikian yang mengemuka dalam Forum Ekonomi Energi Indonesia 2018 yang diselenggarakan Institut Indonesia untuk Ekonomi Energi (IIEE) pada Jumat (16/11/2018) di Jakarta. IIEE didirikan oleh Menteri Pertambangan dan Energi 1978-1988, Subroto, pada 24 Februari 1995. Acara tersebut dihadiri Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang PS Brodjonegoro, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral 2014-2016 Sudirman Said, Direktur Utama PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Inalum Budi Gunadi Sadikin, Ketua Pengurus IIEE Asclepias Rachmi Indriyanto, dan Direktur Megawati Institute Arif Budimanta.
Subroto, yang memberikan pidato pembuka, mengatakan, Indonesia harus segera memulai pembangunan yang memakai sumber energi rendah karbon. Artinya, kata dia, pemanfaatan sumber energi yang menghasilkan polusi harus mulai dikurangi, yaitu batubara, minyak, dan gas bumi. Pemanfaatan sumber energi terbarukan yang lebih bersih, seperti angin, air, surya, dan panas bumi, harus terus dimasifkan.
"Pengembangan energi terbarukan sebaiknya dipimpin langsung Presiden Joko Widodo, seperti halnya Presiden Soeharto memimpin langsung program swasembada pangan. Di era sekarang, Pak Jokowi memang memimpin langsung, tapi untuk pembangunan infrastruktur," kata Subroto.
Subroto menambahkan, pengelolaan energi di Indonesia belum sepenuhnya membawa kemakmuran dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat. Masih ada kesenjangan lebar antara si kaya dan si miskin. Namun, menurut dia, hal itu tidak lepas dari sistem pembangunan yang dianut Indonesia.
"Sistem liberal dan kapitalisme kenyataannya menimbulkan kesengsaraan global dan nasional. Sistem itu menganjurkan tiap orang mencapai kemakmuran masing-masing. Artinya, yang kuat yang menang dan yang lemah tertinggal. Akibatnya, justru timbulkan kesenjangan," ucap Subroto.
Pengelolaan energi di Indonesia, menurut Sudirman, masih dibayangi ketidakkonsistenan. Hal itu terlihat dari seringnya pergantian pejabat utama PT Pertamina (Persero) selama periode pemerintahan sekarang. Perubahan itu membuat pengelolaan energi yang bersifat padat modal dan jangka panjang menjadi gamang dan arahnya tidak jelas.
"Soal energi terbarukan, misalnya, pernah dibuat skema dana ketahanan energi yang mendapat respon baik di masyarakat. Hanya saja, kebijakan itu dimentahkan oleh keputusan politik," ujar Sudirman.
Arif berpendapat bahwa pemerintah di era sekarang berkomitmen penuh terhadap pengembangan energi terbarukan. Ia memaparkan data mengenai 70 kontrak jual beli tenaga listrik dari energi terbarukan yang ditandatangani pada 2017. Selain itu, pemerintah berkomitmen terus meningkatkan kapasitas terpasang pembangkit listrik tenaga panas bumi yang saat ini sudah mencapai hampir 2.000 megawatt.
Nilai tambah
Sementara itu, Bambang menyinggung tentang pengelolaan energi di Indonesia dikaitkan dengan peningkatan nilai tambah. Minyak dan gas bumi, lanjut dia, masih dijadikan sebagai sumber pendapatan semata, tetapi belum berdampak signifikan terhadap pembangunan lokal di mana sumber migas itu ada. Ekspor besar-besaran untuk komoditas batubara, minyak mentah di masa lalu, dan gas bumi, belum mampu menaikkan pendapatan per kapita rakyat Indonesia.
"Sebaiknya, produksi sumber energi diprioritaskan untuk pemenuhian di dalam negeri. Peningkatan nilai tambah dilakukan dengan menggerakkan industri di dalam negeri," ucap Bambang.
Tentang usaha meningkatkan nilai tambah, menurut Budi Gunadi Sadikin, pembentukan perusahaan induk pertambangan adalah langkah tepat. Inalum, yang ditunjuk menjadi perusahaan induk, mendapat mandat untuk meningkatkan nilai tambah mineral di dalam negeri. Mandat lainnya adalah menguasai sumber daya mineral strategis di Indonesia dan menjadi perusahaan tambang berkelas dunia.