Mengikuti lomba lari tidak bisa terjun begitu saja tanpa persiapan matang. Selain bisa memicu cidera, pelari pun tidak bisa mendapatkan hasil yang optimal, jika tidak mempersiapkan diri dengan baik.
Selain latihan fisik, asupan nutrisi, dan kualitas istirahat yang baik, persiapan lomba juga harus memerhatikan segala fasilitas penunjang lain, terutama terkait keperluan pribadi. Yang tak kalah krusial tentunya sepatu di mana benda ini jadi komponen penting dalam olahraga yang tergolong induk segala olahraga tersebut.
Pegiat lari asal Jakarta sekaligus Komite Perlombaan Borobudur Marathon 2018 Agus Hermawan ketika ditemui di Magelang, Jawa Tengah, Jumat (16/11/2018), mengatakan, paling tidak ada empat tips utama dalam memilih sepatu lari. Pertama, pelari harus menggunakan sepatu yang benar-benar sesuai dengan anatomi tapak kakinya, datar atau cenderung melengkung.
Kedua, pelari harus memilih sepatu yang ukurannya lebih besar satu angka dari ukuran sepatu sehari-hari. Ketiga, pelari patut mencoba sepatu yang akan dibeli dengan seleluasa mungkin agar benar-benar mendapatkan rasa nyaman. Keempat atau terakhir, pelari harus menutup mata dari merek suatu sepatu. Sebab, banyak pelari justru tergoda membeli sepatu bermerek tertentu tanpa mengindahkan kenyamanan kaki.
”Walau terkesan hanya aksesoris, sepatu adalah komponen penting yang bisa mengoptimalkan hasil lari. Pasalnya, jika tidak menggunakan sepatu yang tepat, kaki bisa cedera dari ringan sampai parah, seperti kepala, pelantar, hingga engkel. Untuk itu, pilihlah sepatu yang benar-benar tepat,” tegas pelari yang pernah finis di Coast Gold Marathon (Australia), dan Tokyo Marathon (Jepang), Berlin Marathon (Jerman) itu.
Pemanasan dan asupan air
Saat perlombaan, pelari juga harus mementingkan pemanasan dan asupan air. Pemanasan patut dilakukan 2-5 menit. Hal itu bisa dilakukan dengan gerakan dasar dari bagian kepala, tangan, hingga kaki. ”Pemanasan itu penting sekali agar otot-otot siap ketika memulai perlombaan. Kalau tidak pemanasan, besar potensi cidera,” ujar Alex Fajar, pegiat lari yang juga anggota komunitas Magelang Runners.
Di perlombaan, pelari juga harus memperhatikan asupan cairan atau air dalam tubuh. Jangan sampai dehidrasi karena terlalu memaksakan diri untuk terus berlari. Sisakan waktu sejenak untuk berhenti untuk minum di water station. Kalau sampai dehidrasi, pelari bisa ambruk.
”Tak jarang, pelari itu melewati kesempatan minum agar tidak kehilangan waktu saat lari. Padahal itu bahaya sekali. Sebab, selama lari, keringat yang keluar banyak. Kalau tidak diimbangi banyak minum, fisik pasti kekurangan cairan dan bisa ambruk,” katanya.
Pelatih lari asal Jakarta Riefa Istamar mengutarakan, lari pada dasarnya adalah hobi. Adapun hobi dilakukan untuk kebahagiaan. Jadi, kalau pelari justru penyok atau capai sejadi-jadinya karena lari, hal itu artinya ada yang salah. Kesalahan bisa saja timbul karena kurang latihan, tidak dapat asupan nutrisi yang tepat, istirahat tak optimal, sampai kurang pemanasan.
”Kalau itu terjadi, justru pelari tidak dapat mengambil manfaat positif dari berlari. Justru yang ada, pelari itu mendapatkan dampak negatif. Mereka bisa mengalami cidera ringan sampai parah. Bahkan, tak menutup kemungkinan, bisa meninggal dunia,” tutur Riefa.