Bersama Berlari Gembira Jiwa dan Raga
Borobudur Marathon 2018 memang ajang untuk mengalahkan diri sendiri dan bersaing untuk juara. Di ajang Friendship Run, bentuk kemenangannya adalah ketika bisa bersama keluarga, teman, dan warga sekitar.
Di zaman dengan kemungkinan individu kian soliter, lari menjadi salah satu sarana penting untuk mengembalikan keakraban. Semangat itulah yang juga ingin dirajut dalam Borobudur Marathon. Friendship Run dihadirkan sebagai wahana temu kangen, senang-senang, sekaligus apresiasi bagi warga sekitar lintasan.
Hari masih pagi, tetapi di pelataran Candi Pawon, Desa Wanurejo, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, sudah berkumpul sekitar 500 orang. Mereka siap mengikuti Friendship Run, bagian dari Borobudur Marathon 2018 Powered by Bank Jateng, Sabtu (17/11/2018).
Di antara peserta, penampilan Richo Nurdini (29) jadi salah satu yang mencolok. Pagi itu, ia mengenakan bandana putih, kacamata kuning terang, jaket hijau mencolok, dengan kaus kaki warna-warni.
”Ini gaya tahun 1980-an. Saya tampil begini karena sudah janjian dengan teman-teman yang mau ikut Friendship Run. Sesuai namanya, larinya untuk senang-senang, kumpul teman,” ujar pria asal Yogyakarta itu.
Richo datang dari Yogyakarta bersama sembilan teman. Sebelum mengikuti Borobudur Marathon, Minggu (18/11), mereka janjian ikut Friendship Run dan sepakat berkostum unik.
Selain Richo, ada teman-temannya yang bergaya hendak berwisata ke pantai, lengkap dengan baju dan topi lebar. Ada pula yang bergaya formal, bercelana bahan hitam dan kemeja batik.
”Kalau ikut lari gembira, seperti Friendship Run ini, kami selalu tampil happy-happy. Kalau sudah lomba, baru kami tampil serius. Namun, sebenarnya, apa pun ajangnya, kami selalu mengusung nilai-nilai persahabatan, kekeluargaan,” ucap Richo.
Finis cantik
Bagi penggiat lari, olahraga lari sejatinya bukan mengejar prestasi semata. Prinsipnya, mereka ingin sehat dan bersosialisasi. Lari jadi saluran membangun jejaring pertemanan. Di lintasan lari, mereka bisa bertemu sesama dari berbagai daerah yang lalu jadi teman, bahkan sahabat.
Suasana kekeluargaan terasa betul sepanjang Friendship Run. Dari start hingga finis, tidak ada nuansa persaingan. Semua berlari gembira. Ada yang sambil bercerita dengan teman-teman. Sebagian asyik menyambut sapaan ramah warga.
Banyak pula yang memanfaatkan untuk berfoto ria. Terang saja, meski menempuh jalur berbeda dengan Borobudur Marathon, rute Friendship Run sama-sama menghadirkan keasrian alam perdesaan. Sepanjang jalur, pelari melintasi hamparan sawah hijau dengan latar belakang pegunungan.
Menjelang finis, banyak peserta, meski tak saling kenal, saling dukung satu sama lain, terutama bagi mereka yang sudah tampak kelelahan. Maklum, tidak semua peserta Friendship Run adalah pelari terlatih. Ada pula yang baru memulai aktivitas lari sehingga belum berani mendaftar kategori terpendek Borobudur Marathon, yakni 10K.
Oleh karena nuansa yang hangat itu pula, sering kali lari jadi wadah reuni atau bertemu teman lama atau mencari teman baru. Itu terlihat kala warga Kali Negoro, Magelang, Karya Putra (35), bertemu sahabatnya sewaktu SMP, Heri Susilo (35), pada Friendship Run. Tiga tahun mereka tak saling jumpa.
”Seru sekali ikut acara seperti ini. Tak cuma cari keringat, ternyata bisa juga ketemu teman lama yang lama tak bertemu,” tutur Karya yang baru pertama kali ikut kegiatan lari.
Persahabatan yang terjalin di antara sesama pelari juga tak disekat umur, jender, profesi, dan kelas ekonomi. Semuanya membaur jadi satu melangkahkan kaki, berlari, dan berkeringat. Satu tujuan yang sama, yakni finis cantik alias finis dengan fisik tetap prima agar di garis akhir tetap terlihat segar saat berfoto.
Rekreasi
Ajang lari santai Friendship Run memang unik. Tak hanya bertemu sahabat, kegiatan itu juga jadi kesempatan rekreasi keluarga. Terbukti, cukup banyak peserta adalah satu keluarga. Salah satunya keluarga Ino (44). Ino, asal Jakarta, memboyong istrinya, Selly (40), dan ketiga anaknya, Arghya (10), Kanti (9), dan Arka (3,5), ikut Friendship Run.
Sejatinya, Ino ke Magelang untuk ikut lomba half marathon (21K) di Borobudur Marathon 2018. Kebetulan bersamaan libur cukup panjang, ia pun memboyong istri dan ketiga anaknya. Sembari menanti lomba, mereka semua ikut Friendship Run.
”Acara ini cocok sekali untuk keluarga karena jalurnya tidak terlalu panjang. Tempatnya indah dan ada acara-acara lain yang menghibur. Mulai pertunjukan seni budaya hingga festival kuliner. Jadi, anak-anak juga bisa ikut menikmati,” tutur Ino.
Kenyamanan itu pula yang mendorong pasangan suami-istri asal Jakarta, Christopher Tobing (32) dan Adya (33), tidak segan membawa Noa yang baru berusia 11 bulan. Di atas lintasan, Christopher jadi pendorong kereta bayi dan Adya mendampingi selalu. Mereka bisa menyelesaikan lari sejauh 3K dengan mendorong kereta bayi dalam waktu sekitar 30 menit.
”Tempatnya bagus. Jalan rata, udara segar, pemandangan indah, dan orang-orang sekitar juga ramah,” ujar Christopher.
Kegiatan kian meriah karena para pelari dilepas dan disambut parade budaya Komunitas Lima Gunung dan Sanggar Avandana. Pukul 06.00, sebelum pelepasan pelari, kesenian soreng dibawakan Komunitas Lima Gunung. Mereka memainkan alat musik pukul trundung, yang dilanjutkan Tari Goyang-goyang oleh sejumlah penari yang beraksi tepat di garis start.
Menariknya, flag off atau pelepasan pelari bukan dilakukan para pejabat pemerintah kabupaten, melainkan oleh warga. Tampil melepas pelari Kepala Desa Wanurejo Umi Aminah, Kepala SDN Wanurejo Endang Susilowati, siswi SDN 1 Borobudur Zainadine Triza, dan siswa SMPN 1 Borobudur Naufal Muhammad Zaki. Ini menunjukkan bahwa Friendship Run adalah ajang bersama yang melibatkan warga.
General Manager Event Kompas sekaligus Komite Penyelenggara Borobudur Marathon 2018 Lukminto Wibowo mengatakan, ini adalah pertama kalinya diselenggarakan Friendship Run. Ajang itu untuk mewadahi warga yang tak sempat ikut lomba Borobudur Marathon 2018.
”Peminat Borobudur Marathon 2018 itu sangat banyak, tetapi kami batasi maksimal 10.000 orang. Akhirnya, untuk mewadahi mereka yang tak sempat ikut, terutama warga setempat, kami selenggarakan Friendship Run,” tutur Lukminto.
Ya, Borobudur Marathon bukanlah ajang yang semata dirayakan para pelari. Warga juga dirancang turut memiliki hajatan ini. Di Friendship Run, warga dan pelari larut dalam kesahajaan alam desa. Sehat raga, sehat jiwanya.