MAGELANG, KOMPAS Banyak faktor memengaruhi kecepatan pelari pada saat lomba, antara lain pengaruh psikologis melihat kerumunan pelari. Apabila tak bisa mengontrol emosi, pelari bisa terbawa arus mengikuti kecepatan pelari di depannya. Hal itu bisa membuat pelari kelelahan karena tidak berlari sesuai batas kecepatannya.
Untuk itu, pelari pemula perlu fokus pada diri sendiri, terutama bila baru pertama kali ikut lomba. Dengan demikian pelari bisa mengatur irama kecepatan dan pernapasan sesuai saat latihan.
Pelatih lari sekaligus Koordinator Pemandu Kecepatan Borobudur Marathon 2018 Powered by Bank Jateng Riefa Istamar usai Friendship Run di Candi Pawon, Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (17/11/2018), mengatakan, pelari yang tidak bisa mengontrol emosi biasanya cepat terpengaruh dengan gerombolan pelari di depannya dan cenderung mengejar.
Pelari yang tidak biasa berlari kencang akan cepat kelelahan. Dampaknya, di pertengahan lomba, bisa jadi sudah tidak ada tenaga. Hal itu meningkatkan faktor risiko cidera, mulai dari kram hingga pingsan. ”Biasanya itu terjadi pada pelari pemula, terutama yang baru pertama kali ikut lomba,” ujarnya.
Untuk itu, pelari sebaiknya fokus pada diri sendiri. Mereka harus mampu mengontrol emosi, berlari sesuai dengan irama yang biasa dilakukan saat latihan. ”Cara seperti itu memungkinkan dia mencapai waktu terbaiknya saat lomba,” kata Riefa.
Riefa menuturkan, untuk bisa berlari sesuai tempo kecepatan dan pernapasan sendiri, pelari itu bisa menggunakan penunjuk kecepatan yang ada di jam tangan khusus lari atau aplikasi lari di ponsel pintar. Dengan begitu, pelari tersebut tahu dengan batas kemampuannya.
”Kalau memang sudah terlatih, dia tidak perlu lagi melihat jam tangan atau aplikasi tersebut,” tuturnya.
Jika pun pelari ingin berlari lebih cepat guna mengejar waktu finis lebih baik, ia patut belajar strategi mengatur kecepatan. Menurut Riefa, ada dua strategi mengatur kecepatan. Pertama adalah lari kencang di awal, melambat di tengah, dan kencang lagi di akhir lomba. Strategi kedua adalah lambat di awal hingga pertengahan, cepat di pertengahan, dan lebih cepat di akhir.
Teknik melangkah
Strategi pertama biasanya dilakukan oleh para pelari berpengalaman. Adapun pelari pemula lebih cocok melakukan strategi kedua.
”Pelari juga harus tahu teknik melangkah yang benar untuk menambah kecepatan lari. Oleh karena itu, pelari butuh latihan yang benar sedikitnya 2-3 bulan sebelum lomba. Tujuannya, agar dia bisa berlari dengan tepat dan mencapai waktu lebih baik,” ujar Riefa.
Penggiat lari asal Jakarta sekaligus Komite Perlombaan Borobudur Marathon 2018 Agus Hermawan berulang kali mengingatkan, pelari harus tahu batas kemampuan diri. Dengan lari seperti itu, ia bisa berlari dengan nyaman.
”Pelari yang berlari dengan nyaman pasti karena sudah ada persiapan matang, terutama telah berlatih dengan benar dalam waktu cukup. Otomatis, dia pun bisa lari lebih baik. Tidak menutup kemungkinan, dia bisa mendapatkan waktu finis lebih baik,” katanya.
Agus mengatakan, pelari pemula sebaiknya mulai ikut lomba dari jarak dekat, seperti 3K, 5K, atau 10K. Setelah dirasa cukup mampu dan melakukan persiapan lebih matang, barulah mereka bisa mencoba lari jarak jauh, seperti 21K dan 42K. ”Latihan dan ikut kompetisi secara bertahap adalah pilihan terbaik untuk pelari pemula,” tuturnya.
General Manager Event Kompas sekaligus Komite Penyelenggara Borobudur Marathon 2018 Lukminto Wibowo mengutarakan, pihaknya berinisiatif menggelar Friendship Run pertama kali di tahun ini. Acara ini digelar untuk mewadahi pelari pemula yang ingin merasakan bagaimana atmosfer perlombaan.
Di sisi lain, gelaran itu untuk menampung warga yang tidak berkesempatan ikut Borobudur Marathon karena slot yang habis, terutama bagi warga setempat. Borobudur Marathon hanya tersedia bagi 10.000 orang, dan semuanya sudah terjual habis.