Lari Tetirah Mengelilingi Dunia
Lari bukan hanya aktivitas fisik demi kebugaran, melainkan juga sudah menjadi gaya hidup yang memungkinkan penikmatnya mereguk pengalaman batin. Sebagian dari mereka tidak ragu lagi menempuh ratusan, bahkan ribuan kilometer, melintas belahan dunia lain demi hal itu. Maka, larilah mereka berkeliling dunia.
Sejak tahun 2004, Kevin Brosi (63) telah mengikuti 576 lomba lari maraton di 40 negara. Namun, pelari asal Amerika Serikat itu menegaskan, perjalanan larinya masih panjang karena ia mempunyai cita-cita mengikuti 1.000 lomba maraton.
”Namun, setelah target 1.000 lomba lari maraton tercapai, saya juga masih akan terus mengikuti maraton,” ujarnya.
Minggu (18/11/2018) pagi ini, Kevin ikut berlari dalam ajang Borobudur Marathon 2018 di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Lomba lari yang digelar atas kerja sama Pemerintah Provinsi Jateng, Bank Jateng, dan harian Kompas tersebut akan menjadi maraton ke-577 di 41 negara bagi Kevin.
Bersama kawan-kawannya dari sejumlah negara, Kevin akan berlari mengelilingi kawasan perdesaan di sekitar Candi Borobudur. Suasana perdesaan di kawasan salah satu keajaiban dunia itu akan menjadi pengalaman baru baginya.
”Saya akan terus berlari dan pergi ke negara-negara yang berbeda,” ungkap Kevin yang merupakan President Marathon Globetrotters, Sabtu (17/11/2018), di Magelang.
Marathon Globetrotters merupakan komunitas beranggotakan para pelari yang telah menyelesaikan lomba lari maraton di sejumlah negara berbeda. Untuk bisa mendaftar sebagai anggota komunitas itu, seorang pelari harus menyelesaikan lomba lari maraton minimal di lima negara. Sementara untuk menjadi anggota yang memiliki hak suara di komunitas ini, seorang pelari mesti merampungkan maraton minimal di 10 negara.
Saat ini Marathon Globetrotters memiliki sekitar 500 anggota di seluruh dunia. Secara rutin, komunitas itu menyelenggarakan reuni atau pertemuan tahunan untuk anggotanya. Pertemuan ini biasanya digelar beriringan dengan lomba lari maraton di suatu negara.
Dengan begitu, anggota komunitas yang terbentuk tahun 2014 itu bisa saling bertemu sekaligus berlari bersama-sama di tempat yang baru. Tahun ini, anggota Marathon Globetrotters memilih Borobudur Marathon 2018 sebagai ajang reuni dan pertemuan tahunan kelima komunitas itu.
Duta Besar Marathon Globetrotters untuk Asia Tenggara Revi Fayola Sitompul mengatakan, Borobudur Marathon terpilih berdasar hasil voting yang digelar pada pertemuan tahunan sebelumnya. ”Borobudur Marathon terpilih setelah mengalahkan dua kandidat lain, yakni Panama Marathon di Panama dan Run for the Young Marathon di Australia,” ucap Revi yang berasal dari Indonesia.
Revi menuturkan, usulan agar Borobudur Marathon menjadi ajang pertemuan tahunan Marathon Globetrotters datang dari dirinya. Untuk menarik minat anggota dari negara lain, Revi bercerita panjang lebar mengenai keunikan Borobudur Marathon yang bukan hanya lomba lari biasa, melainkan juga ajang sport tourism (wisata olahraga) yang didukung antusiasme warga sekitar dan pemandangan alam menawan di sepanjang lintasan.
”Saya juga menceritakan sejarah Candi Borobudur kepada komunitas. Ternyata mereka antusias,” kata Revi.
Dia menambahkan, ada 30 anggota Marathon Globetrotters yang mengikuti Borobudur Marathon. Mereka terdiri dari 16 pelari asal Indonesia dan 14 pelari dari negara lain, misalnya Swedia, Polandia, Amerika Serikat, Australia, Singapura, dan Malaysia.
”Ada suami istri dari Swedia yang sudah datang dari tiga hari lalu. Mereka ke Yogyakarta lalu ke Magelang dan menikmati naik becak dan bus,” ujarnya.
Kehadiran para pelari dari negara lain itu tentu memberi nilai lebih dalam penyelenggaraan Borobudur Marathon 2018. Hal ini karena kehadiran mereka akan membuat ajang lari ini, juga kawasan Borobudur dan sekitarnya, semakin dikenal dunia internasional.
Rekor dunia
Anggota lain Marathon Globetrotters yang mengikuti Borobudur Marathon 2018 adalah Wojciech Machnik (41) asal Polandia. Namun, berbeda dengan banyak pelari lain, Wojciech punya target memecahkan rekor Guinness World Records untuk kategori pelari yang mengikuti lomba maraton terbanyak di negara berbeda dalam jangka waktu satu tahun. Untuk memecahkan rekor itu, ia menargetkan berlari di 63 maraton di 63 negara dalam setahun.
Wojciech memulai proyek besarnya itu sejak Agustus 2018. Sejak saat itu, ia telah berlari maraton di 11 negara berbeda, yakni Azerbaijan, Armenia, Georgia, Pakistan, Estonia, Ceko, Rusia, Moldova, Hongaria, Australia, dan Selandia Baru. ”Borobudur Marathon adalah maraton ke-12 dalam tiga bulan ini,” katanya.
Sesudah mengikuti Borobudur Marathon, masih ada rangkaian panjang lomba maraton yang harus diikuti Wojciech. Agenda terdekatnya adalah Halong Bay Marathon di Vietnam pada 25 November.
”Seminggu lagi, saya akan berlari maraton di Vietnam dan selanjutnya hingga Agustus 2019, masih ada 50 negara lagi yang harus saya singgahi untuk ajang lari maraton berikutnya,” ujar pria operator tur perjalanan itu.
Menurut Wojciech, ia serius menekuni olahraga lari lima tahun terakhir dan memilih memfokuskan diri pada maraton sejak tiga tahun lalu. Baginya, lari hingga lintas negara adalah sesuatu yang menyenangkan karena dia memang senang berlari dan bepergian ke berbagai tempat.
Namun, dalam menjalankan hobinya, Wojciech menetapkan batasan tertentu, yakni tak mengulang berlari di lomba maraton yang sama. ”Rasanya akan lebih berat jika saya harus mengikuti ajang yang sama hingga dua kali. Lebih baik saya mencari suasana baru di ajang dan tempat yang lain saja,” ujarnya.
Tantangan
Berlari maraton di negara berbeda tentu menghadirkan banyak tantangan. Selain harus menyiapkan fisik prima agar bisa menyelesaikan lomba lari, para anggota Marathon Globetrotters juga mesti menyiapkan dana besar.
Kevin menuturkan, untuk mengikuti satu kali lomba maraton di sebuah negara, ia harus mengeluarkan uang ratusan hingga ribuan dollar AS. Namun, bagi Kevin, pengeluaran itu setimpal dengan pengalaman dan kepuasan batin yang ia peroleh. ”Saat berlari, saya tidak terlalu memikirkan kecepatan. Saya menikmati berlari dan bertemu banyak orang dari latar belakang berbeda,” ucapnya.
Wojciech mengatakan, mengikuti lomba lari maraton di sejumlah negara memberi tantangan beragam. Contohnya, saat terbang ke Bali beberapa waktu lalu, pesawat terbang yang ia tumpangi terkendala cuaca. Pesawat itu terguncang naik turun sehingga sebagian besar penumpang menjerit-jerit. Namun, pesawat akhirnya bisa mendarat selamat.
”Jadi, tidak sekadar masalah besarnya biaya yang harus dikeluarkan. Menempuh perjalanan panjang naik pesawat terbang juga berarti membuat saya harus siap menanggung segala risiko yang mengancam keselamatan jiwa,” ujar Wojciech.
Selagi mungkin, mereka ingin menjadikan lari sebagai sarana menjelajahi seantero bumi. Bukan hadiah uang dari lomba-lomba lari yang dikejar. Sebab, bagi mereka, penjelajahan ajang-ajang maraton di sejumlah negara bagai menjalani tetirah spiritual.