BANJARBARU, KOMPAS - Ketepatan sasaran dari program BBM Satu Harga masih menjadi sorotan berbagai pihak. Pemerintah membutuhkan mekanisme yang dapat menjamin bahwa program ini dapat dinikmati masyarakat yang membutuhkan.
Wakil Bupati Hulu Sungai Selatan Syamsuri Arsyad dalam peresmian Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Kompak 65.712.002 di Desa Malinau, Loksado, Kalimantan Selatan, mengatakan, pengawasan yang ketat diperlukan agar tidak ada lagi kasus penimbunan bahan bakar minyak (BBM).
"Masyarakat akhirnya membeli BBM yang dijual dengan harga yang lebih tinggi akibat penimbunan," kata Syamsuri, Senin (19/11/2018).
Dalam peresmian tersebut, turut hadir Direktur BBM Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Patuan Alfon Simanjuntak, Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Muhammad Dardiansyah, dan Manager Retail Fuel Marketing Region VI PT Pertamina Muhamad Resa.
Patuan menambahkan, masyarakat di beberapa daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T) masih membeli harga BBM sebesar Rp 10.000 per liter, bahkan lebih. Sedangkan harga yang ditetapkan pemerintah untuk premium sebesar Rp 6.450 per liter dan solar Rp 5.150 per liter.
Menurut dia, pengawasan yang komprehensif memerlukan keterlibatan pemerintah daerah, Pertamina, kepolisian, dan Tentara Nasional Indonesia (TNI). Petugas SPBU juga memerlukan pelatihan untuk mengetahui cara-cara yang digunakan pelaku penimbun BBM untuk mendapatkan minyak dari SPBU.
Ia berharap, keberadaan SPBU Kompak dapat membantu masyarakat Loksado. SPBU tersebut adalah penyalur ke-96 yang dibangun pemerintah sejak 2017 hingga November 2018. Pemerintah menargetkan pembangunan total 160 SPBU penyalur selesai pada 2019.
Dengan semakin banyaknya keberadaan penyalur BBM Satu Harga, masyarakat tidak perlu lagi membeli BBM dari penjual BBM eceran. Itu karena harga yang ditawarkan telah sesuai dengan ketentuan pemerintah sehingga menjadi lebih murah.
Dardiansyah menyampaikan, pembangunan SPBU dalam jumlah yang besar harus disertai dengan konsistensi ketersediaan pasokan BBM. "Percuma kalau SPBU ada, tetapi tidak ada isinya," tuturnya.
Tetap jual
Sari Yanti (27), seorang penjual eceran di Desa Malinau mengatakan, ia berencana akan tetap menjual bensin eceran walaupun pemerintah telah membangun SPBU di dekat rumahnya. Sebelum SPBU tersebut ada, ia dan penjual bensin eceran lainnya menjual bensin seharga Rp 8.500 per liter setelah mengambil dari pihak lain dengan harga Rp 8.000 per liter.
"Setelah SPBU ada, saya belum tahu akan jual dengan harga berapa. Saya ikut harga yang ditentukan penjual lain saja," kata Sari.
Warga Desa Malinau lainnya, Ririn (26), mengatakan, keluarganya biasanya membeli bensin untuk kendaraan roda dua yang dimiliki. Mereka akan kembali membeli bensin dari penjual eceran jika stok di SPBU yang baru dibangun tersebut habis.