”Every murderer is probably somebody’s old friend.” (Setiap pembunuh bisa jadi adalah kawan lama seseorang).
Demikian kutipan dari novel berjudul Misteri di Styles karya penulis cerita detektif Agatha Christie.
Meski dikutip dari cerita fiksi, kutipan itu seolah mengamini kasus-kasus pembunuhan yang benar-benar terjadi di Jakarta dan sekitarnya. Beberapa kejadian pembunuhan dilakukan oleh pelaku yang kenal dekat dengan korban, bahkan dilakukan oleh anggota keluarga korban.
Berdasarkan catatan Kompas, beberapa kasus pembunuhan yang menghebohkan memang dilakukan oleh pelaku yang kenal dengan korban. Kasus es kopi mengandung sianida yang menewaskan Wayan Mirna Salihin bulan Januari 2016 dilakukan oleh sahabatnya, Jessica Kumala Wongso. Keduanya sudah bersahabat ketika sama-sama kuliah di Australia.
Contoh lain adalah kasus mutilasi perempuan hamil berinisial NA alias Nur (34) di sebuah rumah kos di Cikupa, Tangerang, Banten, Maret 2016. Pelaku adalah pacar korban, yakni Kusmayadi alias Agus. Motif pembunuhan karena korban mendesak dinikahi.
Kasus terbaru adalah pembunuhan satu keluarga di Kota Bekasi yang dilakukan oleh kerabat dari korban. Hasil interogasi polisi, tersangka HS membunuh empat orang sekeluarga karena sakit hati akibat kata-kata suami istri Diperum Nainggolan dan Maya Ambarita. Dua anak suami istri itu, yakni Sarah (9) dan Arya (7), yang tak tahu apa-apa ikut dibunuh.
Psikolog forensik Kasandra Putranto, Minggu (18/11/2018), mengatakan, di Indonesia, 80-90 persen pembunuhan dilakukan oleh pelaku yang kenal dengan korban. Pembunuhan di Indonesia kebanyakan dilakukan orang yang dikenal korban dengan motif ekonomi, asmara, atau dendam.
Menurut Kasandra, pembunuhan di Indonesia banyak disebabkan oleh situasi dan kondisi kehidupan sehari-hari. Kondisi itu menyebabkan pelaku pembunuhan di Indonesia kebanyakan adalah orang yang kenal atau yang dekat dengan korban.
Sementara di luar negeri, lebih banyak pelaku pembunuhan yang tidak dikenal oleh korban. Motif pembunuhan pun lebih beragam, misalnya untuk alasan ritual atau karena kepercayaan.
Psikolog forensik Reza Indragiri Amriel mengatakan, motif emosional bisa menjadi pendorong pembunuhan seperti tersangka HS dalam kasus di Bekasi. Namun, HS diduga juga memiliki motif instrumental, yaitu ingin menguasai harta korban.
Reza mengungkapkan, alasan HS membunuh karena sakit hati harus dicermati. Menurut Reza, alasan itu sekadar permainan yang biasa dilakukan pelaku kejahatan.
”Tujuannya agar di benak publik si pelaku bergeser sebagai korban bahwa aksinya adalah reaksi. Dia tidak akan membunuh andai tidak disakiti lebih dahulu. Kalau hakim terkecoh, ini bisa meringankan hukuman,” ujarnya.