JAKARTA, KOMPAS — Pengaduan kekerasan terhadap anak yang diterima Komisi Nasional Perlindungan Anak atau Komnas PA didominasi oleh kejahatan seksual. Hal tersebut semakin mengkhawatirkan karena kejahatan dilakukan secara berkelompok dan menyasar anak-anak.
Berdasarkan data Komnas PA, sebanyak 3.339 pengaduan diterima tahun 2016. Lalu, tahun 2017 tercatat 2.373 pengaduan. Per Oktober 2018, ada 2.726 pengaduan dan 58 persennya merupakan kejahatan seksual.
Ketua Umum Komnas PA Arist Merdeka Sirait, Minggu (18/11/2018), di Jakarta, mengatakan, pemerkosaan berkelompok terhadap anak sangat mengkhawatirkan. Pemerkosaan tersebut melibatkan orang dewasa dan anak-anak, bahkan menyasar anak usia di bawah 2 tahun.
”Indonesia mengalami darurat perlindungan anak karena kejahatan seksual terjadi di lingkungan terdekat dan dilakukan oleh orang dekat (dikenal). Lebih parah lagi, juga terjadi secara bergerombol. Hal tersebut (pemerkosaan berkelompok) sering terjadi di negara yang dilanda kekacauan. Indonesia dalam kondisi baik-baik saja. Ini menunjukan ada degradasi moral sejak dari lingkup terkecil (keluarga),” ucap Arist, dalam puncak peringatan 20 tahun Komnas PA dan pemberian penghargaan Komnas Anak Awards 2018.
Arist menjelaskan, hambatan yang dihadapi dalam menangani kejahatan seksual pada anak adalah pemenuhan alat bukti (saksi) dan adanya ancaman dari pelaku (orang dekat). Itu menyulitkan pengungkapan kasus dan membuat korban takut melaporkan kejahatan yang dialaminya. Masyarakat perlu menata ulang sistem kekerabatan atau gerakan perlindungan anak mulai dari lingkup keluarga.
”Kita harus memulai gerakan perlindungan anak mulai dari rumah tangga. Kemudian di lingkup RT/RW, kampung kelurahan, hingga meluas. Hal tersebut untuk menciptakan rumah dan lingkungan yang membuat anak betah dan aman,” ucapnya.
Salah satu komitmen pembangunan berkelanjutan yang ingin dicapai pada 2030 adalah tidak ada kekerasan pada perempuan dan anak. Perlu kerja sama pemerintah pusat hingga daerah, lembaga terkait, swasta, dan masyarakat untuk mewujudkan hal tersebut.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Susana Yembise, dalam kesempatan yang sama menjelaskan, selain menjamin lingkungan yang aman bagi anak, penting juga melindungi paparan konten negatif seiring tingginya penggunaan internet dan rendahnya minat baca. Indonesia masuk 50 besar negara terpapar konten pornografi di internet. Tercatat sebanyak 25.000-30.000 konten pornografi telah diblokir.
”Indonesia sedang mengalami krisis pengguna perpustakaan atau rendahnya minat membaca buku. Sangat sedih melihat perpustakaan sebagai jantung peradaban sepi pengguna. Itu terjadi mulai dari tingkat SD sampai perguruan tinggi,” ujarnya.
Lindungi mereka
Komnas PA turut memberikan penghargaan Komnas Anak Awards 2018 kepada 10 pejuang atau pegiat hak-hak anak. Mereka diseleksi secara ketat melalui kunjungan langsung ke lokasi ataupun berdasarkan pendapat dari lembaga atau yayasan terkait anak.
Sepuluh pegiat tersebut adalah pertama, Hamka Mappait (Kepala Kepolisian Resor atau Kapolres Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara). Kedua, Bayuaji Yudha Prajas (Kapolres Tanah Datar, Sumatera Barat). Ketiga, Takdir Mattanete (Kapolres Banjar, Kalimantan Selatan).
Keempat, I Made Agus Maharyastra (Bupati Gianyar, Bali). Kelima, Alfida Alviolita Melindasari (Ketua Forum Anak Mahasatu, Kota Batu, Jawa Timur). Keenam, M Syarif Bando (Kepala Perpustakaan Nasional). Ketujuh, Masni (Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Maluku Utara).
Kedelapan, Kanjeng M Gusti Syaibathin (Tokoh Anak Lampung). Kesembilan, Firman Berahima (Direktur Umum PT Askrindo persero), dan kesepuluh, Rustam Effendi (Wali Kota Jakarta Barat).
Mereka dengan berbagai upaya memperjuangkan anak-anak untuk akses ke dunia pendidikan, terlibat dalam kegiatan ekstrakurikuler, meningkatkan minat baca, dan memberikan ruang ramah anak.
”Perpustakaan Nasional belum seramai monumen nasional. Tetapi, kami terus berupaya menarik minat kunjungan dan keterbacaan buku-buku yang ada. Sebagai pusat peradaban, perpustakaan tentunya berinovasi agar interaktif dan menarik dikunjungi. Juga memperkaya kepustakaan,” kata M Syarif Bando, Kepala Perpustakaan Nasional. (FRANSISKUS WISNU WARDHANA DHANY)