Pencemaran Intai Warga
Sanitasi layak di negeri ini belum terwujud. Sebagian limbah domestik, termasuk tinja, dibuang ke sungai dan septic tank rembes. Pencemaran dan penyakit terus intai warga.
JAKARTA, KOMPAS Juariah (41) menunjuk hamparan kebun singkong yang berada tak jauh dari rumahnya, di Kampung Kelor RT 002 RW 001, Kecamatan Sepatan Timur, Kabupaten Tangerang, Banten, Kamis (15/11/2018).
”Saya buang hajat di kebun kalau sudah kebelet dan antrean panjang ke WC. Kalau pengawas kebun ada, terpaksa lari ke kali (sekitar 500 meter dari belakang rumah Juariah),” kata ibu rumah tangga itu.
Seperti Juariah, warga sekitarnya juga biasa buang air besar di kebun dan di kali. Kebiasaan buang air besar sembarangan (BABS) dijumpai di semua wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Di Kota dan Kabupetan Bogor, misalnya, di atas 25 persen populasi warganya masih BABS.
Di Kecamatan Pasar Rebo, Jakarta Timur, terutama di sepanjang aliran Kali Baru, paralon putih menjulur dari sisi belakang rumah warga. Paralon berbagai ukuran itu berfungsi sebagai pembuang limbah domestik atau rumah tangga langsung ke Kali Baru Timur.
Kali Baru Timur mengalir di sisi Jalan Raya Bogor. Begitu banyaknya pipa pembuangan, dinding sungai seperti medium seni instalasi dengan materi paralon.
”Kotoran orang berseliweran setiap kami bersih-bersih sampah di kali ini,” ujar Budi Herlambang (45), petugas Unit Pelaksana Kebersihan (UPK) Badan Air Dinas Kebersihan DKI Jakarta, Rabu (14/11) lalu.
Data Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo tahun 2018 menyebutkan, 41.134 warga tinggal di bantaran kali di lima kelurahan yang dipantau. Hasilnya, ada 2.599 warga yang masih BABS.
Di Jakarta Utara, menurut Kepala Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara Muhammad Helmi, dari 31 kelurahan, baru satu yang dinyatakan bebas BABS, yaitu Kelurahan Kelapa Gading Timur, Kelapa Gading. Padahal, target semua kelurahan bebas BABS adalah di tahun 2021.
Kepala Seksi Kesehatan Lingkungan Dinas Kesehatan DKI Jakarta Dicky Alsadik mengatakan, hingga November 2018, jumlah warga DKI Jakarta yang masih BABS sebanyak 4,74 persen atau hampir 500.000 orang dari sekitar 10 juta warga Ibu Kota.
BABS atau BAB terbuka juga disematkan pada warga yang sudah memiliki toilet atau jamban, tetapi tinja langsung dibuang ke saluran air atau tanpa septic tank sama sekali.
Menurut Dicky, dari 267 kelurahan, sampai saat ini baru 17 kelurahan yang menyatakan bebas BABS. Lainnya, 80,63 persen warga memiliki jamban sehat permanen; 9,15 persen memiliki jamban sehat semipermanen, dan 5,48 persen menggunakan jamban komunal.
BABS terjadi karena banyak faktor, misalnya warga musiman yang tak punya tempat tinggal di Jakarta sehingga tak punya akses ke jamban, lahan terbatas, juga banyaknya perkampungan padat dan tingkat kemiskinan yang membuat warga tak mampu membangun jamban sendiri.
”Faktor lain, soal perilaku. Ada yang di tempatnya ada jamban komunal, tapi mereka tetap nyaman BAB terbuka,” kata Dicky.
Sebagian besar septic tank warga Jakarta pun belum memenuhi standar sanitasi. Direktur Utama PD Pengolahan Air Limbah Jakarta (PAL Jaya) Subekti mengatakan, diperkirakan ada 2 juta septic tank di DKI, tetapi sekitar 80 persennya berupa septic tank rembes.
Septic tank ini hanya dibeton dindingnya dan terbuka di bagian bawah sehingga limbah tinja langsung diserap tanah. Septic tank ini aman apabila jarak minimalnya dengan sumber air tanah atau sumur minimal 10 meter.
Dengan kepadatan Jakarta sekarang, jarak minimal ini hampir tak dipenuhi.
”Bakteri coli memiliki jarak tempuh sekitar 3 meter dalam sehari lalu mati. Jadi, kalau 10 meter sebenarnya aman,” kata Subekti.
Isnawa Adji, Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, pekan lalu, mengatakan, akibat banyaknya buangan limbah tinja langsung ke kali, kualitas baku mutu air di Jakarta rendah.
Dinas LH DKI memantau air sungai empat kali per tahun di 90 titik. Lalu memantau air situ/waduk dua kali per tahun di 40 situ/waduk. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001, batasan kualitas baku mutu air adalah 1.000 bakteri coli tinja per 100 ml air.
Dari 93 titik pemantauan di enam sungai, yaitu dari pemantauan air sungai periode 1 dan 2 tahun 2018 memperlihatkan coli tinja melebihi baku mutu. Dari enam kali yang diamati, yaitu Ciliwung, Cipinang, Mookervart, Kalibaru, Tarum Barat, dan Pesanggrahan, konsentrasi coli tertinggi di Mookervart. Di Mookervart konsentrasi coli hingga 6,1 miliar bakteri per 100 ml air.
10 besar penyakit
Dicky mengatakan, Dinas Kesehatan DKI mengimbau warga mengolah air perpipaan maupun air tanah untuk konsumsi. Disarankan memasak air hingga suhu di atas 70 derajat celsius agar kuman mati. Hingga sekarang, 60-65 persen warga DKI masih mengonsumsi air tanah.
Dampak tingginya cemaran bakteri coli di air Jakarta membuat diare terus bertahan dalam 10 besar penyakit warga di Ibu Kota. Menurut profil kesehatan DKI di laman www.depkes.go.id tahun 2016, terdapat 226.533 kasus diare yang ditangani di puskesmas dan rumah-rumah sakit pemerintah di DKI. Di 2017, naik menjadi 277.737 kasus diare.
Air yang tercemar bakteri juga bisa mengakibatkan penyakit tifus dan hepatitis. Penyakit ini tak bisa dianggap remeh. Diare berkepanjangan pada balita bisa mengakibatkan stunting (pertumbuhan kerdil) sebab nutrisi tak terserap baik.
Hari toilet
Hari Toilet Sedunia pada tiap 19 November ini mengingatkan kembali pada target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 yang salah satunya adalah tercapainya akses universal 100 persen air minum, 0 persen permukiman kumuh, dan 100 persen stop BABS.
Berdasarkan data Susenas 2017, akses terhadap sanitasi layak di seluruh Indonesia pada 2017 mencapai 76 persen. Provinsi Bali, Gorontalo, DKI Jakarta, Kepulangan Bangka Belitung, Nusa Tenggara Barat, dan Daerah Istimewa Yogyakarta menempati posisi teratas dengan angka di atas 90 persen.
Meskipun demikian, Presiden Asosiasi Toilet Indonesia (ATI) Naning Adiwoso mengatakan, Indonesia merupakan negara dengan toilet terburuk nomor dua di Asia setelah India. Salah satunya karena rata-rata toilet belum higienis.
”Banyak yang terlihat bersih, tapi belum higienis,” katanya yang dihubungi, Sabtu lalu, di sela acara World Toilet Summit di Mumbai, India.
(PIN/RTS/IRE/HLN/JOG/DEA)