Kisah Bayi X, Terlahir untuk Dilupakan
Bayi-bayi itu datang tanpa membawa apa-apa, sekadar nama pun mereka tak punya.
Bayi-bayi tidur berjejer di dua ruang Panti Sosial Asuhan Anak Balita Tunas Bangsa, Cipayung, Jakarta Timur. Ada dua puluh lima jumlahnya.
Tak ada ibu yang menjaga tidur mereka. Tak ada pula ayah yang menggoda mereka untuk bangun. Mereka terlahir untuk dilupakan.
Di sana, para bayi akan tumbuh besar tanpa ingatan tentang kedua sosok itu. Setiap tahun, puluhan bayi dibawa ke panti itu, melalui berbagai jalan yang berbeda. Ada yang dipungut dari jalanan, ada pula yang diambil karena orangtuanya tak sanggup atau tak mau mengurus si bayi.
”Bayi-bayi itu datang tanpa membawa apa-apa, sekadar nama pun mereka tak punya,” ujar Indah Susi Asmari (49), salah satu petugas pengasuhan anak usia di bawah 7 bulan di Panti Sosial Asuhan Anak Balita Tunas Bangsa, Sabtu (17/11/2018).
Selain menentukan nama, petugas juga menaksir sudah berapa lama bayi itu keluar dari rahim agar mereka bisa mencatatkan tanggal lahir untuk kelak dirayakan sebagai hari ulang tahun si bayi. Kedua hal itu adalah bekal seumur hidup yang menjadi identitas si bayi.
Bagi Indah, bekerja merawat puluhan bayi itu bukanlah perkara sederhana. Hatinya terkadang berdesir melihat bayi-bayi itu menangis minta disusui, padahal yang ia punya hanyalah dot berisi susu formula.
”Sebaik apa pun kami bekerja, kami tetaplah seorang pengasuh yang tidak mungkin bisa menggantikan peran seorang ibu,” kata Indah. Sebagai seorang ibu beranak dua, ia paham betul bayi-bayi itu tak cukup hanya diberi makan untuk menjadi dewasa.
Mereka butuh kasih sayang dan perhatian dari orang terdekat untuk belajar mengenal dunia. Itulah yang terkadang tak dapat diberikan para pengasuh.
Satu pengasuh bisa mengurusi tiga atau empat anak sekaligus. Dengan kondisi seperti itu, tak mungkin kebutuhan afeksi anak bisa terpenuhi.
Maka, merupakan kebahagian tak terkira bagi pengasuh di panti itu melihat anak-anak menemukan keluarga baru lewat proses adopsi. ”Tentu sedih berpisah dengan anak yang sejak bayi kami rawat, tapi dengan begitu ada harapan bagi mereka untuk mendapat kasih sayang dan perhatian yang cukup,” ujar Kristina Saptarini (37), anggota staf pembina sosial di panti itu.
Terlupakan selamanya
Nasib sejumlah bayi yang ditampung di Panti Sosial Asuhan Anak Balita Tunas Bangsa masih terbilang beruntung. Meskipun mereka sempat terbuang dan telantar, setidaknya bayi itu masih memiliki kesempatan untuk menjalani hidup di kemudian hari.
Ada banyak bayi lain yang nasibnya jauh lebih malang. Bayi-bayi itu kerap kali ditemukan dalam keadaan yang tragis karena sudah meninggal selama beberapa hari. Tak ada nama dan tanda khusus untuk memastikan identitas si bayi.
Orang Jawa menyebut bayi yang meninggal tanpa memiliki nama sebagai anak bajang, orang Jakarta lebih mengenalnya dengan sebutan bayi X. Pada dasarnya, kedua istilah itu sama saja, tetapi di Jakarta nasibnya lebih tragis.
Kepala Seksi Pelayanan dan Perpetakan Makam Dinas Kehutanan DKI Jakarta Ricky Putra mengatakan, dalam satu bulan rata-rata ada 10 bayi tak bernama dikuburkan Dinas Kehutanan setelah sebelumnya melalui proses otopsi di RSUP dr Cipto Mangunkusumo dan Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat I Raden Said Sukanto.
Ricky menjelaskan, mayat bayi tanpa identitas biasanya tak akan pernah dicari oleh keluarganya. ”Mereka sengaja dibuang, biasanya tidak ada keluarga yang mencari kuburan bayi X,” ujarnya.
Di tanah gersang TPU Tegal Alur dan TPU Pondok Rangon, bayi-bayi tanpa nama itu beristirahat selamanya. Tak ada nama, tak ada bunga, dan tak ada doa yang mengiringi kepergian mereka. Di sana, mereka terlupakan selamanya. (PANDU WIYOGA)