Wacana Pungutan bagi Wisatawan ke Bali Kembali Digulirkan
DENPASAR, KOMPAS — Wacana pungutan untuk pengembangan pariwisata dan pelestarian budaya bagi setiap kunjungan wisatawan ke Bali kembali bergulir di Gedung DPRD Bali.
Dalam rapat kerja gabungan DPRD Bali bersama Pemerintah Provinsi Bali membahas rancangan peraturan daerah tentang APBD Provinsi Bali Tahun 2019, Senin (19/11/2018), Gubernur Bali I Wayan Koster menyatakan sedang mengkaji rencana pengenaan pungutan bagi setiap wisatawan yang datang ke Bali.
Wacananya, wisatawan mancanegara akan dikenai pungutan sebesar 10 dollar AS per kunjungan, sedangkan wisatawan domestik dikenai Rp 10.000. ”Retribusi itu bertujuan untuk mengembangkan pariwisata Bali, menjaga dan mengembangkan budaya Bali, serta menjaga lingkungan Bali,” kata Koster.
Wacana pengenaan retribusi pariwisata itu pernah digulirkan pada masa kepemimpinan Gubernur Bali I Made Mangku Pastika. Ketika itu, pungutan pariwisata tersebut diistilahkan sebagai sumbangan pariwisata untuk melestarikan budaya dan menjaga lingkungan yang menjadi daya tarik pariwisata Bali.
Dengan rencana pungutan kepariwisataan itu, pemerintah didorong membenahi infrastruktur daerah agar lebih nyaman, meningkatkan keamanan daerah, dan menambah daya tarik pariwisata. Selain itu, pemerintah juga harus memperbaiki pelayanan terhadap wisatawan, mulai sejak kedatangan wisatawan sampai kepulangannya.
Terkait rencana pungutan tersebut, Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali Anak Agung Gede Yuniartha Putra menerangkan, wisatawan juga direncanakan mendapatkan asuransi selama mereka di Bali. ”Adanya asuransi itu jelas akan menambah rasa nyaman dan aman wisatawan selama mereka berada di Bali,” ujar Yuniartha, Selasa (20/11).
Sepasang wisatawan asal Australia, Sam dan Jannet, mengatakan, pengenaan pungutan bagi wisatawan dengan tujuan konservasi budaya, lingkungan, dan pariwisata itu dirasakan tidak membebani turis. Ditemui di Kuta, Badung, Selasa, Sam menyatakan, Bali akan tetap dipilih sebagai tujuan wisata karena menarik dan biayanya lebih terjangkau daripada ke destinasi pariwisata lainnya di dunia. ”Apalagi donasi semacam itu juga memberikan asuransi bagi wisatawan selama di Bali,” kata turis asal Adelaide itu.
Sumber PAD
Dalam rapat kerja di DPRD Bali, Koster menyatakan, rencana pengenaan retribusi bagi wisatawan itu juga bertujuan membuka sumber baru pendapatan asli daerah (PAD) Bali, selain mengandalkan pendapatan dari pajak kendaraan bermotor (PKB) dan bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB).
”Saya tidak tertarik untuk mendorong peningkatan pendapatan asli daerah dari PKB dan BBNKB karena itu mendorong masyarakat membeli kendaraan bermotor dan menambah risiko kemacetan. Risiko sosialnya tinggi,” ujar Koster.
Koster menambahkan, pengenaan retribusi pariwisata itu akan meminimalkan pungutan lain terhadap wisatawan selama berlibur di Bali. Retribusi pariwisata dengan konsep one gate policy itu juga memberikan pemerataan kepada daerah di Bali.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali yang dirilis November 2018, jumlah wisatawan mancanegara ke Bali hingga Agustus 2018 melebihi 4,6 juta kunjungan. Adapun jumlah wisatawan domestik ke Bali dalam satu tahun terakhir di atas 8,7 juta kunjungan.
Untuk itu, menurut Koster, Pemprov Bali akan menyiapkan rancangan peraturan daerah sebagai payung hukum pengenaan retribusi pariwisata. ”Saya kira, kalau untuk kepentingan budaya Bali, itu akan disetujui,” ujar Koster.
Dihubungi pada Selasa, Ketua Badan Pariwisata Bali (Bali Tourism Board/BTB), yang juga Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Bali, Ida Bagus Agung Partha Adnyana mengatakan, rencana pengenaan pungutan bagi wisatawan itu perlu dibahas bersama semua pemangku kepentingan terkait industri pariwisata.
Agung mengusulkan hasil pungutan dialokasikan untuk pemberian asuransi bagi wisatawan, pembenahan infrastruktur pendukung pariwisata, serta konservasi budaya dan alam Bali yang menjadi daya tarik pariwisata Bali. Dia menambahkan, pembuatan rencana teknis, pemungutan, sampai pengelolaan dana yang diperoleh dari pungutan itu harus transparan.
Secara terpisah, Ketua Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) Bali I Ketut Ardana menyatakan, pungutan terhadap wisatawan ke Bali perlu dikemas dengan baik agar tidak memberikan kesan membebani wisatawan. Menurut Ardana, pungutan untuk pemeliharaan dan pengembangan budaya dan pelestarian lingkungan demi pengembangan pariwisata dapat dinyatakan sebagai donasi untuk konservasi budaya dan lingkungan.
”Perlu disepakati bagaimana mengemas agar pungutan itu tidak terkesan memberatkan wisatawan dan berapa besaran pungutan atau donasi yang akan dikenakan,” ujar Ardana.
”Ini harus duduk bersama semua pemangku kepentingan terkait pariwisata, termasuk bersama dinas kebudayaan dan pemerintah agar jelas dan transparan,” kata Ardana menambahkan.