Analisis Data, Keterampilan Paling Diincar Perekrut Saat Ini
Oleh
Ayu Pratiwi
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kemampuan menganalisis data atau data analytics merupakan salah satu keterampilan yang sekarang paling diincar perekrut. Namun, tenaga kerja dengan kemampuan itu masih sulit ditemukan.
Data analyst susah sekali dicari di pasar. Kalau dapat, harganya luar biasa mahal. Beberapa tahun lalu belum ada permintaan jabatan data analyst. Sekarang, itu adalah the hot job di area para perekrut,” ujar Aloysius Budi Santoso, Chief Corporate Human Capital Development Astra International, saat acara Kongres Nasional Indonesia Kompeten, di Jakarta, Rabu (21/11/2018).
Menurut dia, kebutuhan terhadap keterampilan itu paling dirasakan di perusahaan besar yang harus mengelola jumlah data yang besar dan telah terintegrasi. Laporan Centre for The Fourth Industrial Revolution oleh World Economic Bank menyatakan, data merupakan ”oksigen” yang menghidupkan industri revolusi 4.0, di mana teknologi digital menjadi faktor pendorong utama perubahan di berbagai aspek kehidupan manusia.
Dari 2018 hingga 2022, volume data secara global diprediksikan meningkat hingga dua kali lipat. Hal itu terutama didorong oleh penerapan teknologi internet of things.
Selain kemampuan menganalisis data, Forum Ekonomi Dunia menyebutkan, kebutuhan akan keterampilan yang terkait dengan pengembangan aplikasi atau perangkat lunak serta spesialisasi di bidang media sosial dan dagang elektronik juga akan meningkat hingga 2022.
Tren kebutuhan keterampilan di dunia industri otomatis berdampak pada dunia pendidikan. Padang Wicaksono, Wakil Direktur Program Bidang Pendidikan, Penelitian, dan Kemahasiswaan dari Universitas Indonesia mengungkapkan, sejumlah program studi harus sering direvisi agar tidak ketinggalan zaman. Beberapa harus lebih selektif dan hanya memilih mahasiswa dari bidang tertentu.
Ia mencontohkan, untuk program studi Administrasi Asuransi dan Aktuaria, mahasiswa dengan latar belakang pendidikan matematika lebih diutamakan. Hal itu agar sesuai dengan tuntutan dari dunia industri yang membutuhkan keterampilan dalam mengelola data. Sebelumnya, mahasiswa dengan latar belakang IPA juga IPS memiliki kepentingan yang setara.
”Setiap tiga tahun, kami merevisi kurikulum kami. Kalau kebutuhannya sedikit, program studi itu bisa kami tutup,” ujar Padang.