BOGOR, KOMPAS -- Kebijakan investasi pemerintah terus memperkuat pelaku ekonomi dalam negeri terutama usaha kecil menengah. Karenanya, pemerintah meyakinkan paket kebijakan ekonomi XVI tetap akan melindungi UKM.
Presiden Joko Widodo mengingatkan supaya kebijakan investasi yang disiapkan betul-betul mendorong kepentingan ekonomi nasional, bukan sekadar menciptakan lapangan kerja baru dan menurunkan angka pengangguran.
“Saya minta kebijakan investasi betul-betul didesain dengan kepentingan nasional kita. Kebijakan harus memperkuat pelaku ekonomi domestik, khususnya usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah dengan memanfaatkan alih teknologi serta mendorong kemitraan usaha besar dengan usaha menengah, usaha kecil, dan usaha mikro,” tutur Presiden dalam pengantar rapat terbatas di Istana Kepresidenan Bogor, Rabu (21/11/2018).
Dalam rapat yang berlangsung jam 11.00 sampai lepas jam 13.00, hadir pula antara lain Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro, dan Ketua Otoritas Jasa Keuangan Wimboh Santoso.
Sejauh ini, paket kebijakan ekonomi XVI yang diumumkan akhir pekan lalu mengundang kritik karena seakan tak melindungi UMKM. Relaksasi daftar negatif investasi (DNI) untuk 54 bidang usaha baru membuka ruang untuk modal asing masuk dalam usaha tersebut.
Kendati demikian, Darmin meyakinkan, beberapa industri yang dilepaskan dari DNI memang tak memerlukan modal besar sehingga memang tak akan dimiliki pemodal asing.
Investasi asing hanya untuk modal minimal Rp 100 miliar, sedangkan UMKM umumnya bermodal di bawah Rp 10 miliar. Dia mencontohkan, industri pengupasan umbi-umbian dan warnet tak akan memerlukan modal besar sehingga akan tetap menjadi wilayah UMKM. Adapun untuk industri tekstil cetak, permodalannya besar sehingga dilepaskan pada pemodal asing. Selain itu, Indonesia dinilai terlalu banyak impor tekstil cetak sehingga didorong produksi di dalam negeri.
Airlangga memastikan, UMKM akan terlindungi bahkan terus diperkuat. Sebab, usaha besar didorong untuk bermitra dengan UMKM.
Evaluasi insentif
Di sisi lain, dalam ratas kemarin, dibahas juga evaluasi insentif-insentif yang membuat Indonesia semakin kompetitif dengan negara-negara lain.
Menurut Presiden dalam pengantar ratas, insentif perpajakan perlu dievaluasi berkala sehingga lebih menarik dari negara lain dan bisa berjalan efektif dalam pelaksanaannya. Ini sekaligus akan memperbaiki investasi dan ekspor Indonesia serta akan terus memperkuat ekonomi nasional.
Karenanya, Menteri Keuangan pun memaparkan beberapa insentif perpajakan yang sudah dinikmati dunia usaha seperti tax holiday, tax allowance, pembebasan PPN dan insentif perpajakan sektor pertambangan, serta insentif berdasarkan kawasan seperti kawasan ekonomi khusus, kawasan industri, free trade zone, dan tempat penimbunan barang. Tax holiday, kata Sri Mulyani, akan diperluas sektor-sektor dan kelompok bidang usaha yang akan menerimanya.
Tax holiday yang sudah berlangsung lebih dari enam bulan sejak April sampai November ini, menghasilkan penanaman modal baru senilai Rp 162 triliun. Ini dilakukan sembilan perusahaan dengan delapan di antaranya benar-benar penanaman modal baru, bukan perluasan usaha.
Penurunan tarif pajak UKM dari 1 persen menjadi 0,5 persen final juga menaikkan jumlah pembayar pajak kendati belum terlalu signifikan. “Jumlah pembayar pajak baru mencapai lebih dari 232.000 dari 1,5 juta UKM. Jumlah pajak (UKM) lebih dari Rp 5 triliun sekarang,” kata Sri Mulyani kepada wartawan seusai ratas.
Presiden Joko Widodo, lanjut Sri Mulyani, meminta supaya semua proses terus disederhanakan. Evaluasi juga dilakukan terus supaya semua insentif pajak ini efektif, sesuai dengan kebutuhan dunia usaha, dan betul-betul meningkatkan investasi.