SEMARANG, KOMPAS — Perum Bulog membuat terobosan dengan menyalurkan langsung beras medium ke desa-desa melalui kepala desa. Lewat skema itu, diharapkan mata rantai terpangkas, harga stabil, dan distribusi tepat sasaran. Jawa Tengah menjadi provinsi pertama yang menerapkannya.
Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso, di sela-sela penandatanganan nota kesepahaman (MOU) dengan Pemprov Jateng, di Kantor Gubernur Jateng, Semarang, Kamis (22/10/2018), mengatakan, mata rantai pasokan beras medium yang terlalu panjang menyebabkan harga merangkak naik.
Dengan adanya MOU, pihaknya dapat menyalurkannya langsung ke kepala desa. ”Kami akan langsung turun ke lapangan, melalui koperasi-koperasi desa, kios-kios desa, bahkan hingga tingkat RT RW. Dengan demikian, penyebaran distribusi beras medium langsung kepada masyarakat yang membutuhkan,” ujar Budi.
Budi menambahkan, dengan tersalurkan langsung ke kepala desa, harga beras tak akan bisa dipermainkan oleh oknum pedagang atau tengkulak. Saat ini, lanjutnya, harga beras medium di atas Rp 11.000 per kilogram (kg), padahal seharusnya paling mahal Rp 9.400 per kg. Hal-hal seperti itu yang coba dicegah oleh Bulog.
Dengan menyalurkan langsung ke desa, ujar Budi, diharapkan harga beras medium berkisar Rp 8.500-Rp 9.000 per kg. ”Kami antar (dari gudang) Rp 8.250. Saat ini, ada stok 1,2 juta ton beras medium untuk seluruh Indonesia. Saya harapkan bisa diserap Jateng 3.000-5.000 ton per hari,” ucapnya.
Selain itu, dengan didistribusikan langsung oleh kepala desa, masyarakat akan mendapat kemudahan dan keuntungan. Bulog pun menjamin kualitas beras medium yang disalurkan ke desa-desa sesuai dengan kebutuhan. Apabila berhasil, lanjut Budi, hal serupa akan diterapkan di provinsi-provinsi lain.
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo menuturkan, hal itu dilakukan karena selama ini pola distribusi melalui pasar-pasar belum efektif. Pihaknya pun mengajak para kepala desa untuk menyebarkan kepada masyarakat, sesuai dengan kebutuhan di desa. Salah satu pilihan ialah melalui badan usaha milik desa (BUMDes).
Hal tersebut diyakini dapat mengatasi permasalahan yang mengemuka selama ini. ”Dengan adanya sejumlah faktor, seperti cuaca, yang ikut memengaruhi kondisi gudang, harga kerap naik turun. Karena itu, sekarang kita jual langsung. Kita lihat, apakah akan terasa atau tidak oleh masyarakat?” ujarnya.
Ganjar bahkan coba memanfaatkan media sosial untuk menyosialisasikan hal tersebut. Sambil menunggu penataan lebih baik, ia akan membuat grup Whatsapp dengan para kepala desa. Saat beras disalurkan, kepala desa diminta mengunggah foto, kemudian akan diunggah Ganjar di media sosial.
Kepala Perum Bulog Divisi Regional Jateng M Sugit Tedjo Mulyono menuturkan, operasi pasar sebenarnya dimulai pada Januari 2018, tetapi dinilai kurang masif. Kemudian, kerap kali, berapa pun jumlah yang didistribusikan ke pasar, beras langsung lenyap dalam beberapa saat.
Begitu juga distribusi melalui jaringan Rumah Pangan Kita yang dinilai kurang masif. ”Karena itu, inovasi pun diambil oleh Pak Dirut, bersama Pak Gubernur, untuk langsung ke para kepala desa. Yang jelas, para kepala desa pun memiliki keinginan sama dengan kami, yakni menyejahterakan masyarakat,” ucap Sugit.
Kepala Desa Pringsari, Kecamatan Pringapus, Kabupaten Semarang, Zaenal menyebutkan, yang menjadi permasalahan selama ini ialah harga beras yang naik-turun.
”Mungkin dari pasar atau tengkulak-tengkulak, tetapi yang di desa kurang paham. Dengan inovasi ini, kami harap harga stabil serta ada keberlanjutan sehingga masyarakat benar-benar merasakan dampaknya,” ujarnya.