Brexit Menjelang Garis Finis
Cetak biru kesepakatan Brexit akan segera ditandatangani, tetapi tidak berarti ganjalan terselesaikan. Kedua kubu tetap mempersiapkan opsi darurat jika kesepakatan buyar.
LONDON, RABU—Perdana Menteri Inggris Theresa May berada di Brussels, Belgia, Rabu (21/11/ 2018), untuk menyepakati cetak biru perceraian Inggris dengan Uni Eropa atau UE, yang direncanakan ditandatangani para pemimpin UE pada 25 November.
Kedatangan May di Brussels adalah untuk memuluskan sejumlah ganjalan, seperti isu perbatasan Irlandia Utara, pertengkaran soal Gibraltar antara Inggris-Spanyol, perikanan, dan perdagangan, meskipun sebetulnya sudah sulit bagi kedua pihak melakukan renegosiasi di titik ini.
”Masih ada tiga aspek yang perlu dijernihkan, yaitu terkait masalah perikanan, aliran barang, dan Gibraltar. May dan Juncker akan membicarakan soal ini, Kamis,” kata seorang diplomat, merujuk pertemuan May dengan Presiden Komisi Eropa Jean Claude Juncker.
Di kubu UE, PM Spanyol Pedro Sanchez mengancam akan memveto seluruh kesepakatan Brexit di hari Minggu (25/11) jika tak ada kejelasan mengenai masa depan teritorial Inggris di Gibraltar yang bersengketa dengan Spanyol. Sanchez ingin jaminan masalah Gibraltar bisa diselesaikan lewat negosiasi bilateral Madrid-London pasca-Brexit.
Sejumlah diplomat di Brussels menganggap, gertakan Sanchez itu untuk meningkatkan popularitasnya di dalam negeri menjelang pemilu. Sebab, isu itu seharusnya bisa diselesaikan oleh para pemimpin UE. Brussels meminta Madrid tidak melangkah terlampau jauh karena bisa membuyarkan seluruh kesepakatan Brexit yang sudah susah payah diperjuangkan.
”Kita mengikuti perkembangan dengan rasa khawatir. Tak ada yang ingin membuka kembali kesepakatan perceraian ini karena akan menghancurkan seluruh kesepakatan Brexit dan membawa kita pada wilayah ketidakpastian,” kata seorang diplomat.
Jika Spanyol sampai memveto kesepakatan itu, sebetulnya tidak akan berpengaruh karena traktat perceraian diadopsi dengan mekanisme mayoritas. Meski demikian, para pemimpin UE menginginkan kesepakatan disahkan dengan suara bulat.
Selain isu Gibraltar, Perancis juga berharap kesepakatan itu memberikan kejelasan tentang jaminan akses Perancis ke perairan Inggris untuk masalah perikanan. Para anggota UE yang masih memiliki ganjalan dengan Inggris berharap persoalan itu bisa diselesaikan pada pembicaraan cetak biru. Namun, Jerman menentangnya dan berharap semua anggota fokus pada finalisasi masa depan Inggris-UE.
Skenario terburuk
Dengan status kesepakatan yang masih diliputi ketidakpastian, kedua belah pihak telah menyiapkan rencana darurat untuk menghadapi skenario terburuk, yaitu perceraian tanpa kesepakatan.
Bagi May, perjuangan terberat adalah meraih dukungan dari partainya. Saat ini, May berhasil melewati satu rintangan, yaitu gerakan yang ingin menggesernya dari ketua Partai Konservatif. Gerakan itu dimulai oleh anggota parlemen Jacob Rees-Mogg yang menyerahkan surat mosi tidak percaya. Namun, dibutuhkan 48 suara untuk memproses mosi tersebut, yang sampai saat ini belum terpenuhi.
May juga harus meyakinkan mitra koalisinya dari partai kanan Irlandia Utara (DUP) yang memiliki 10 kursi di parlemen. DUP menyatakan akan menolak kesepakatan Brexit karena menilai kesepakatan ini melemahkan kedaulatan Inggris.
Penentangan juga terus berlangsung di Majelis Rendah Inggris (House of Commons), yang akan melakukan voting kesepakatan Brexit pada pertengahan Desember.
Di tengah situasi yang tak menentu, dukungan terhadap referendum kedua Brexit semakin menguat melalui apa yang disebut ”Pilihan Rakyat”. ”Dukungan untuk Pilihan Rakyat tak pernah sekuat ini. Kami memulai kampanye enam bulan lalu dan kini sudah ada 700.000 warga yang berunjuk rasa di jalan,” kata anggota parlemen pro UE dari Buruh, Chuka Umunna.
Sebelum ini, May menolak gagasan referendum kedua. Namun, kini, ia menganggap ”no Brexit” sebagai salah satu opsi.
(AP/AFP/REUTERS/MYR)