Sebagian pakar hukum tata negara menilai upaya mengundang kedua calon presiden dan calon wakil presiden sebagai pihak terkait dalam persidangan Mahkamah Konstitusi tidak tepat.
JAKARTA, KOMPAS - Keputusan mengenai perlu tidaknya dua kandidat presiden dan wakil presiden dihadirkan sebagai pihak terkait dalam sidang uji materi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional bergantung pada pertimbangan hakim konstitusi. Meskipun demikian, sebagian pakar hukum tata negara tidak sepakat jika kedua kandidat dihadirkan dalam persidangan Mahkamah Konstitusi.
Alasannya, sidang di MK bukan sarana untuk mendengarkan visi dan misi kandidat, melainkan untuk menguji konstitusionalitas sebuah norma.
Mantan Ketua MK Hamdan Zoelva saat dihubungi, Rabu (21/11/2018), mengatakan, pada prinsipnya persidangan di MK bukanlah tempat untuk mengutarakan sikap politik atas suatu norma, melainkan forum untuk menilai konstitusionalitas suatu norma. Kehadiran pihak-pihak terkait dalam sidang di MK pun dilakukan dengan menimbang apakah keterangan mereka relevan ataukah diperlukan guna memperkuat pendirian MK.
”MK biasanya menghadirkan pihak terkait untuk mendapatkan tambahan penjelasan tentang sudut pandang pihak tersebut mengenai makna dan penafsiran suatu norma yang diuji. Jadi, tidak ada hubungannya dengan sikap politik. Namun, kalau mereka akhirnya diundang, boleh-boleh saja untuk memberikan pandangan, sepanjang itu menyangkut penafsiran konstitusi, bukan sikap politik,” kata Hamdan.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Satya Arinanto mengatakan, sidang di MK bukan merupakan sarana untuk mendengarkan visi dan misi kandidat. ”Kalau capres dan cawapres dihadirkan, arahnya pasti nanti pengungkapan visi dan misi mereka. Yang dikhawatirkan ialah arahnya menilai apakah mereka mendukung ataukah tidak dengan usulan pendidikan dasar 12 tahun itu yang diajukan oleh pemohon,” katanya.
Tak berkaitan
Dukungan capres terhadap suatu norma yang sedang diuji di MK, menurut Satya, tak ada kaitannya dengan proses pengujian materi di MK. Pengungkapan visi-misi capres tak perlu dilakukan di ruang sidang, tetapi diserahkan kepada Komisi Pemilihan Umum atau di hadapan publik.
Pengajar Hukum Tata Negara dari Sekolah Tinggi Hukum Jentera, Bivitri Susanti, menambahkan, pemohon harus memiliki alasan yang kuat guna meyakinkan MK untuk mengundang dua kandidat.
”Berat bagi pemohon untuk membuktikan alasan yang kuat supaya dua kandidat itu dipanggil ke MK, karena mereka berdua bukan pihak terkait dalam konteks proses legislasi ataupun pelaksanaannya. Bahwa mereka terkait sebagai kandidat itu konteksnya bukan institusional,” kata Bivitri.
Sebelumnya, pengacara Irman Putrasidin menguji konstitusionalitas Pasal 34 Ayat (2) UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengenai jaminan pemerintah atas terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya. Irman meminta agar MK menyatakan frasa ”jenjang pendidikan dasar” bertentangan dengan konstitusi sepanjang tidak dimaknai sekolah menengah atas, sekolah menengah kejuruan, atau sekolah lain yang sederajat.
Irman juga meminta MK untuk menghadirkan kedua capres menjadi pihak terkait dalam perkara tersebut.