Sinergi antara keterhubungan fisik dan digital bisa melipatgandakan keuntungan sektor industri. Pemerintah dinilai perlu mengejar proses adaptasi teknologi.
JAKARTA, KOMPAS - Konektivitas digital dinilai menjadi kunci dalam meningkatkan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Keterhubungan digital perlu masuk dalam agenda pembangunan pemerintah mengingat perekomian global saat ini dibangun oleh teknologi.
Pendiri Indonesia Economic Forum, Shoeb Kagda, dalam Indonesia Economic Forum 2018, di Jakarta, Rabu (21/11/2018), mengatakan, sinergi antara konektivitas fisik dan digital dapat membuat sektor industri meraup keuntungan ganda.
"Sinergi antara infrastruktur fisik seperti bandara dan pelabuhan dengan kesiapan teknologi seperti kecerdasan buatan penghimpun informasi dalam jumlah besar dan waktu singkat akan meningkatkan efisiensi dan produktivitas industri," ujarnya.
Meski berhasil menjaga angka pertumbuhan ekonomi tetap stabil, menurut Shoeb, pemerintah masih cukup tertinggal dibandingkan negara lain dalam kesiapan adaptasi teknologi. Selain itu, pembangunan infrastruktur digital harus dibarengi dengan peningkatan kapasitas sumber daya manusia.
"Teknologi kini telah dapat menyalurkan dana kepada masyarakat yang tidak bankable atau kurang terlayani oleh perbankan dan mempromosikan inklusi keuangan," ujarnya.
Shoeb menilai, untuk membangun keterhubungan secara digital, jumlah pengguna internet aktif di Indonesia perlu ditingkatkan. Pada saat yang sama biaya internet di Indonesia masih terhitung tinggi bila dibandingkan pendapatan nasional bruto.
Agar tidak tertinggal dari negara lain, pemerintah dinilai perlu memastikan bahwa dalam lima tahun ke depan konektivitas digital dapat menghubungkan setiap institusi. Dunia usaha akan lebih mudah berkolaborasi sehingga dapat memicu pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat.
Kualitas manusia
Pendiri Grup Ancora dan mantan Menteri Perdagangan Gita Wirjawan menilai, kualitas sumber daya manusia Indonesia dapat bersaing dengan negara lain. Narasi pemerintah saat ini sudah tepat, yakni meningkatkan alokasi anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) untuk memperkuat pendidikan.
Seiring dengan upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia, menurut Gita, pemerintah perlu membuka diri untuk investasi asing di bidang tenaga ahli. "Agar manfaatnya berkesinambungan, talenta asing juga harus dimanfaatkan di bidang riset dan pengembangan," ujarnya.
Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) menyebutkan, Indonesia baru menggunakan 0,1 persen dari produk domestik bruto (PDB) yang dihasilkan untuk riset dan pengembangan. Fokus riset kebanyakan berkutat di bidang bisnis, pemerintahan, dan universitas.
Wakil Ketua Umum Bidang Hubungan Internasional Kadin Indonesia, Shinta Kamdani, mengatakan, pengembangan keterampilan tenaga kerja perlu ditingkatkan untuk menunjang konektivitas digital. Sebab, transaksi ekonomi dalam era keterhubungan digital dilakukan tanpa batas teritori negara.
"Jika tidak ditunjang tenaga kerja yang terampil, Indonesia akan terus-menerus hanya menjadi pasar karena industri kita kesulitan menembus pasar luar negeri," ujarnya.