Menebar Inspirasi dari Timur
Kawasan timur Indonesia tak melulu berisi persoalan dan keterbatasan. Sejumlah individu dan komunitas menghasilkan praktik-praktik cerdas yang inovatif untuk menjawab berbagai tantangan dalam kehidupan masyarakat. Dari timur, mereka menginspirasi seluruh negeri.
Pesan inilah yang hendak disampaikan Yayasan BaKTI (Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia) dan Forum KTI dalam Festival Forum KTI VIII yang digelar di Makassar, Sulawesi Selatan. Acara yang berlangsung pada 24-25 Oktober lalu itu mengusung tema ”Lokal dan Berkelanjutan”.
Yayasan BaKTI dan Forum KTI memberi penghargaan kepada orang-orang ataupun komunitas yang dinilai menginspirasi dan memberi solusi cerdas atas berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat. Mereka terpilih melalui mekanisme penjaringan dan penilaian yang cukup ketat.
Salah satunya adalah Andi Hilmy Mutawakkil, pemuda asal Makassar pemilik usaha GenOil. Apa yang dilakukan Hilmy mungkin bukan sesuatu yang luar biasa, melainkan menjadi solusi praktis bagi persoalan yang dihadapi nelayan di Paotere, kawasan pelabuhan dan pelelangan ikan terbesar di Makassar.
Hilmy mengubah minyak jelantah menjadi biodiesel yang digunakan untuk bahan bakar perahu. Solusi ini muncul saat dia melihat kesulitan nelayan dalam memenuhi kebutuhan bahan bakar untuk melaut.
”Setiap hari Pertamina hanya memasok 16 kiloliter solar ke Paotere, sementara kebutuhan nelayan berkisar 30-40 kiloliter. Lalu, saya berpikir mencari sesuatu yang bisa menjadi pengganti solar yang murah dan ramah lingkungan. Saya melihat potensi minyak jelantah (minyak goreng bekas) yang bisa diubah menjadi biodiesel,” kata Hilmy.
Dia pun mulai melakukan serangkaian percobaan bersama rekannya. Upaya ini awalnya tak berjalan mulus karena bukan hanya tak mendapat kepercayaan dari nelayan, melainkan juga sulit mendapatkan minyak jelantah. Untuk mendapatkan minyak jelantah dari rumah makan besar dan hotel, mereka harus berebut dengan pedagang kaki lima penjual gorengan atau makanan.
Namun, Hilmy tak berputus asa. Dia pun terus mencoba dengan mempekerjakan orang sebagai pengumpul. Nelayan pun didekati, bahkan diberi biodiesel gratis untuk dicoba agar meyakinkan mereka akan kualitas bahan bakar itu.
Kini, GenOil sudah menghasilkan hingga 1.300 liter biodiesel per hari. Omzetnya per bulan mencapai Rp 300 juta. Pada akhirnya, GenOil bukan hanya menjadi solusi bagi nelayan, melainkan juga ibu-ibu rumah tangga yang selama ini bingung memanfaatkan minyak goreng bekas pakai di dapur mereka.
Lakoat.Kujawas
Di Desa Taibtof, Kecamatan Mollo Utara, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur, Christianto Senda memilih meninggalkan kemapanan hidup di tanah rantau untuk mencari solusi terhadap persoalan perdagangan manusia dan putus sekolah di kampungnya itu. Melalui komunitas Lakoat.Kujawas, Christianto, yang biasa disapa Dicky, memulai langkah itu dengan membuka perpustakaan.
Perpustakaan tersebut menjadi rumah baca dan wadah berkegiatan untuk anak-anak Mollo dan warga pada umumnya. Lewat upaya itu, Dicky berupaya mengembalikan kesadaran dan kepercayaan diri warga kampungnya terkait pendidikan dan budaya setempat.
Rumah baca itu pada akhirnya mengubah cara pandang anak-anak dan warga tentang pendidikan. Anak-anak Mollo bahkan sudah membuat buku kumpulan cerita pendek berjudul Dongeng Dari Kap Na’m To Fena.
”Saat melihat anak-anak mereka lebih berkembang, para orangtua tak mau kalah. Mereka datang berbicara, meminta pendapat, dan ikut mendukung apa yang kami lakukan. Lalu komunitas ini kami kembangkan menjadi kewirausahaan sosial,” kata Dicky.
Saat ini komunitas Lakoat.Kujawas juga membantu warga dalam bertani organik dan menenun dengan pewarna alami. Komunitas itu pun mengembangkan produk pangan lokal, seperti jagung, ubi, dan pisang, yang mulai ditinggalkan. Komoditas itu dipasarkan secara daring. Kerajinan anyaman, yang juga sempat ditinggalkan, kini diproduksi kembali.
Romo Jimmy Kewohon, Kepala SMP Katolik Santo Yoseph Freinademetz Kapan, mengakui kemajuan anak didik mereka sejak bergabung dengan Komunitas Lakoat.Kujawas. ”Mereka lebih percaya diri dan lebih mengenal budaya kami. Keinginan bersekolah menjadi lebih bagus,” kata Jimmy yang ikut hadir memberi kesaksian dalam acara tersebut.
Pendataan kampung
Di ujung timur Indonesia, tepatnya di Papua, praktik cerdas juga datang melalui program Sistem Administrasi dan Informasi Kampung (SAIK) dan Sistem Administrasi dan Informasi Distrik (SAID). Program berbasis internet yang berisi data kependudukan, sosial, dan ekonomi setiap individu yang berada di satu kampung itu merupakan bagian kerja sama Pemerintah Australia dan Indonesia melalui lembaga KOMPAK.
Keistimewaan program ini yakni tetap bisa dioperasikan meski tidak terhubung dengan jaringan internet. Ini menjadi solusi atas tantangan geografis dan telekomunikasi di Papua. Selain data kependudukan, SAIK dan SAID juga mencakup data penyakit dan masalah lain yang menjadi persoalan di distrik-distrik (setingkat kecamatan) di Papua.
Pendataan ini membuat banyak distrik tak lagi terpencil dan memudahkan pelayanan kesehatan hingga penyelamatan ibu melahirkan. Saat ini ada sekitar 430 kader di 225 kampung di Papua dan Papua Barat yang membantu program tersebut.
Direktur Eksekutif Yayasan BaKTI Yusran Laitupa mengatakan, Festival Forum KTI yang mengangkat praktik-praktik cerdas ini untuk menggugah kesadaran warga di kawasan timur agar peduli dengan wilayahnya.
”Pada awalnya, BaKTI pun sebenarnya mengangkat persoalan-persoalan di KTI. Lalu, kami berpikir, apakah KTI hanya persoalan, keterbatasan, dan keluhan? Kita ingin mengubah itu dengan menampilkan orang-orang yang bangkit dan memberi solusi. Mereka yang bekerja dengan cerdas. Walau kecil, jika itu berarti dan menjadi solusi, itu sangat kami hargai,” kata Yusran.
Tidak sedikit praktik cerdas ini kemudian diadopsi di daerah lain, terutama yang memiliki persoalan sama. Yayasan BaKTI dan Forum KTI yang sudah bekerja untuk isu KTI sejak 2004 pun menyatakan komitmennya untuk terus menggali kekayaan ide dan solusi dari timur untuk Indonesia.