JAKARTA, KOMPAS — Nasib keempat pulau reklamasi yang telah selesai dibangun, termasuk Pulau D, masih harus mengambang di tengah ketidakpastian. Setelah dikabarkan bahwa segel bangunan-bangunan di Pulau D akan dicabut, Jumat (23/11/2018), tidak ada pihak pemerintah provinsi ataupun Kota Administrasi Jakarta Utara yang hadir untuk melakukannya.
Kepala Suku Dinas Cipta Karya Tata Ruang dan Pertanahan (Citata) Jakarta Utara Kusnadi mengatakan, dirinya masih menunggu perintah dari Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk membuka segel 932 bangunan di pulau seluas 312 hektar itu. Alasannya, acara Gubernur padat sehingga pembukaan segel harus tertunda.
Meski demikian, Kusnadi tidak menyangkal adanya rencana pembukaan segel oleh Pemprov DKI Jakarta. Ia juga tidak menjelaskan apakah izin mendirikan bangunan (IMB) yang sebelumnya bermasalah telah terselesaikan.
”Kalau ada rencana dibuka segelnya, itu mungkin karena sudah ada izin (mendirikan bangunan), tapi, ya, saya belum lihat fisik IMB-nya, baru dengar informasi saja. Kalau nanti memang IMB sudah selesai dan segel bisa dibuka, kami pasti menginformasikan,” tutur Kusnadi.
Total 932 unit bangunan yang terdiri dari rumah serta rumah dan perkantoran (rukan) di Pulau D disegel sejak Juni 2018. Gubernur langsung memimpin penyegelan tersebut.
Selain ketiadaan IMB, ketidaktaatan PT Kapuk Naga Indah (KNI) sebagai pengembang pada aturan desain dan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) juga mendasari penyegelan. Pelanggaran itu telah diverifikasi oleh Badan Koordinasi Pengelolaan Reklamasi Pantai Utara Jakarta sehingga langkah penyegelan diambil.
Jumat siang, spanduk segel masih terpasang di jalan masuk menuju Pulau D dari jembatan yang menghubungkannya dengan wilayah Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara. Dari atas jembatan, dapat terlihat jajaran rumah di sebelah barat, sebagian belum selesai dibangun dan dipasangi spanduk segel.
Dengan jajaran rumah, rukan, dan area pusat jajanan serba ada (pujasera) yang bergaya klasik dan minimalis, Pulau D menjadi area real estat tak berpenghuni. Mobil petugas keamanan hilir mudik masuk area pulau, memutar di bundaran, lalu meninggalkan pulau. Tiga petugas keamanan berjaga di kedua sisi jalan utama pulau, tepatnya di depan jajaran rukan dan pujasera. Empat orang lainnya berjaga di balik pagar yang menjadi pembatas area hamparan tanah kering dan kosong serta rukan mangkrak.
Beberapa anggota satuan polisi pamong praja turut berjaga di bawah tenda-tenda pujasera. Yudi, salah satu anggota satpol PP, mengatakan, beberapa anggota staf Pemprov DKI Jakarta tengah memeriksa jalur untuk acara joging dan sepeda santai yang akan diselenggarakan pada Minggu, 25 November. Beberapa mobil berpelat merah lalu-lalang di jalan utama Pulau D, kemudian masuk ke area yang dibatasi pagar.
Selain bus transjakarta tanpa penumpang, mobil, dan sepeda motor yang dikendarai warga yang sekadar lewat, nyaris tidak ada aktivitas berarti di pulau ini. Bahkan, tidak disediakan toilet bagi petugas keamanan sehingga mereka harus menyeberang jembatan menuju stasiun pengisian bahan bakar untuk buang air.
Pulau D yang dibangun pada 2014 adalah satu dari empat pulau reklamasi di Teluk Jakarta yang izin pendiriannya tidak dicabut oleh Anies pada 26 September 2018. Ketiga pulau lain adalah Pulau C, G, dan N.
Sejak September 2017, Pemprov DKI kembali memegang kuasa reklamasi setelah dibekukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 2016. Setelah Pemprov DKI mengambil alih, PT KNI pun menerima sertifikat hak guna bangunan.
Saat ini, Pemprov DKI Jakarta tengah merancang Peraturan Daerah Rencana Zonasi Wilayah Pulau-pulau Kecil sebagai bagian dari Perda Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi DKI Jakarta.
Ketua Tim Gabungan untuk Percepatan Pembangunan DKI Jakarta Marco Kusumawijaya mengatakan, perda tersebut akan mengatur pemanfaatan keempat pulau reklamasi serta bangunan yang ada di atasnya.
Secara umum, terdapat tiga kepentingan yang menjadi dasar pemanfaatan pulau-pulau reklamasi. ”Tiga kepentingan ini adalah kepentingan umum, kepentingan warga, dan kepentingan lingkungan hidup,” katanya (Kompas, 17 Oktober 2018).
Pengaturan peruntukan dan penggunaan keempat pulau masih menunggu hasil kajian pengawasan dampak kegiatan reklamasi terhadap Teluk Jakarta selama 2-3 bulan.
Kepala Dinas Citata DKI Jakarta Benny Agus Chandra menyebutkan, pemanfaatan pulau yang sudah jadi mungkin dapat dikembangkan untuk area nelayan dan menambah luas wilayah hutan mangrove di pantai utara Jakarta (Kompas, 27 September 2018).
Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995, wewenang dan tanggung jawab reklamasi berada pada Gubernur DKI Jakarta. Terkait pihak-pihak yang sudah membeli bangunan di pulau reklamasi, Anies mengatakan, semuanya menjadi tanggung jawab pengembang. Ia juga membuka kesempatan bagi pihak terkait yang ingin menggugat keputusan pemerintah. (KRISTIAN OKA PRASETYADI)