Kendati pentingnya toilet di kawasan pariwisata sudah menjadi perhatian, sejauh ini Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta belum pernah melakukan kajian kaitannya dengan minat wisata. Toilet-toilet di kawasan wisata di DKI Jakarta masih merupakan toilet basah yang sebenarnya belum memenuhi standar higienitas toilet, yaitu toilet kering.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta Asiantoro mengatakan, toilet yang bagus dan bersih secara tidak langsung sudah disadari sebagai promosi untuk dunia turisme. ”Namun, kami belum pernah melakukan kajian khusus terkait dampaknya pada turisme Jakarta,” katanya di Jakarta, Rabu (21/11/2018).
Selama ini, kata Asiantoro, ketersediaan toilet di kawasan wisata sangat tergantung dari ketersediaan tempat. Rasio antara jumlah wisatawan dan jumlah toilet pun belum pernah dilakukan.
Menurut Asiantoro, selama ini kebersihan toilet di kawasan wisata berusaha untuk selalu dijaga. Salah satunya di kawasan Monumen Nasional. Ia juga tengah berencana memperbanyak mobil toilet atau toilet keliling.
Sebelumnya, Ketua Asosiasi Toilet Indonesia (ATI) Naning Adiwoso memandang, sebenarnya kondisi toilet di tempat layanan publik semakin berkualitas. Ini bisa dilihat di beberapa bandara internasional. Dari segi infrastruktur, pengelola telah menyediakan perlengkapan paper towel, tisu, mesin pengering, dan sistem perangkat penyiram. Selalu bersih, kering, dan tidak bau pun menjadi keutamaan pelayanan. Setiap kali satu bilik dipakai, segera petugas membersihkan, baru ruangan dapat digunakan pengguna lainnya.
”Sebagai negara tropis, Indonesia memiliki potensi kelembapan lebih besar. Bersih dan tidak bau diikuti dengan kering sehingga meminimalkan penyebaran bibit penyakit. Penggunaan air sekarang semakin terkontrol dengan peniadaan ember penadah air dan wastafel yang memiliki sistem keran otomatis,” ujarnya.
Kualitas serupa ATI temukan di beberapa mal, restoran, dan stasiun. Para pengelolanya menyadari bahwa kebersihan toilet adalah bagian mewujudkan kenyamanan pengunjung.
Naning berpendapat, kualitas seperti itu semestinya diadopsi di toilet-toilet di stasiun pengisian bahan bakar untuk umum. Apalagi, kini berwisata tengah menjadi tren.
”Dilihat dari sisi keberadaan, kami mengamati hampir setiap tempat layanan publik, termasuk lokasi kunjungan wisata, pasti memiliki toilet. Permasalahannya adalah apakah standar bersih, kering, dan tidak bau telah terpenuhi? Persoalan lainnya apakah jumlah bilik sudah memadai,” katanya.
Menurut Naning, di Indonesia, arsitektur toilet masih dianggap kurang penting. Akibatnya, pembuatan desain tidak memperhitungkan sasaran pengguna. Ini menjadi persoalan tersendiri.
Pengamat komunitas peduli sanitasi, Enny Herawati, menyoal mengenai letak toilet di lokasi tujuan wisata, misalnya di pantai. Sejumlah pantai di Indonesia mempunyai toilet dan kamar mandi yang letaknya sangat jauh dari bibir pantai. Padahal, pantai sering dipakai wisatawan untuk bermain kegiatan di air.
Situasi sama terlihat di taman wisata dan kebun binatang. Di dua lokasi tujuan wisata ini bahkan hasil pengamatan menunjukkan tiadanya toilet khusus anak-anak atau toilet keluarga.
Dalam Pedoman Standar Toilet Umum Indonesia yang diterbitkan ATI terdapat 12 sarana wajib di toilet keluarga. Tiga di antaranya yaitu tersedia kloset dewasa dan anak lengkap dengan tutup dan penggelontor, peralatan cebok, dan kursi untuk bayi.
”Kalau menyoal bersih, kering, dan tidak bau sudah menjadi kesadaran umum pengelola toilet. Kini, hal yang mendesak diperbaiki adalah mengenai arsitektur dan letak,” katanya.