Kalau ancaman preman lebih kuat ketimbang keberanian warga untuk melapor, niscaya pengungkapan kasus premanisme akan menghadapi jalan buntu. Keberanian melaporkan pungutan liar para preman itu dinanti polisi untuk bisa bertindak. Sebaliknya, warga mengapresiasi kerja polisi dengan mengirimkan bunga.
Lebih dari 30 karangan bunga berjejer di depan markas Polres Jakarta Barat, Kamis (22/11/2018). Karangan bunga itu berisi dukungan dan apresiasi bagi kepolisian khususnya, Polres Metro Jakarta Barat dalam upaya memberantas premanisme.
Simak tulisan di karangan bunga : "Jangan Sampai 3 Kali" dari warga Puri Kembangan. Ada lagi "Hidup Tentram Tanpa Kriminalitas, Dukung Polres Jakbar" dari warga Cengkareng.
Apresiasi ini diberikan karena Polres Metro Jakarta Barat pada Rabu lalu, meringkus preman berinisial HRM. Ia diduga kuat berada di balik penyerangan sejumlah karyawan PT Nila Alam di Kalideres, Jakarta Barat serta pendudukan lahan perusahaan itu sejak Agustus hingga November 2018.
Dalam keterangan persnya, Kasubbag Humas Polres Metro Jakarta Barat Komisaris Purnomo menjelaskan, selain menguasai lahan perusahaan, kelompok preman ini juga meminta uang Rp 500.000 kepada setiap penghuni ruko di kawasan itu saban bulan dengan kedok biaya keamanan.
24 orang
Kemarin, HRM ditahan polisi. Polres Metro Jakarta Barat masih melengkapi berkas untuk dikirimkan ke kejaksaan. "Yang bersangkutan dalam pemeriksaan cukup kooperatif dan mengakui semua perbuatannya," kata Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Barat Ajun Komisaris Besar Edy Suranta Sitepu, di Jakarta.
Polisi juga menggeledah kediaman HRM dan mendapatkan surat kuasa lapangan. Para penyidik juga memeriksa HM sebagai saksi, karena diduga memberikan kuasa lapangan kepada HRM.
Berdasarkan pemeriksaan para saksi lain sejak adanya laporan warga pada 6 November 2018, Edy mengatakan, HM hadir saat HRM beserta anggota masuk dalam lingkungan PT Nila Alam.
Sampai kemarin sore, 24 orang ditahan polisi, termasuk HRM. "Dari 24 orang itu, 10 orang merupakan anggota Hercules dan 13 lainnya kelompok preman yang juga menduduki lahan itu," kata Edy.
Edy meminta masyarakat melapor ke polisi bila merasa hak-haknya diganggu. "Pasti akan kami tindak lanjuti."
Dihubungi terpisah, pakar kriminolog Mustofa, mengatakan, setiap preman yang menjadi semacam "orang kuat" memang meresahkan masyarakat. Sebab, preman sebetulnya orang sipil berpakaian preman tapi melakukan aktivitas seperti pejabat.
"Khususnya dalam hal ini melakukan pemerasan, itu dikaitkan dengan keamanan. Memasuki lahan orang seolah-olah sebagai penegak hukum untuk menguasai lahan karena dianggap yang pemilik sahnya itu salah," papar Mustofa.
HRM dianggap sebagai tokoh yang kebal hukum. Maka, ketika polisi berani menangkap dan menahan HRM, warga percaya pada polisi.
Saat dihubungi secara terpisah, pakar kriminolog, Mustofa, mengatakan, setiap preman yang kemudian menjadi semacam "orang kuat" memang meresahkan warga masyarakat. Sebab, preman sebetulnya orang sipil berpakaian preman tapi melakukan aktivitas seperti pejabat.
"Khususnya dalam hal ini melakukan pemerasan, itu dikaitkan dengan keamanan. Memasuki lahan orang seolah-olah sebagai penegak hukum untuk menguasai lahan karena dianggap yang pemilik sahnya itu salah," papar Mustofa.
Lebih lanjut, Mustofa menyampaikan, tokoh HRM sendiri sudah dikenal cukup lama sejak era Orde Baru. HRM dianggap sebagai tokoh yang kebal hukum. Maka, ketika polisi berani melakukan penangkapan dan penahanan, warga menaruh kepercayaan pada polisi.
Menurut Mustofa, secara teoritis, preman selalu bekerja sama dengan polisi, pejebat, dan politisi. Sehingga, tindakan penangkapan dan penahanan HRM oleh polisi jelas mendapat dukungan dari warga.