Seperti kura-kura, tingkat literasi keuangan Indonesia meningkat dengan begitu perlahan. Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan 2016 yang diluncurkan Otoritas Jasa Keuangan atau OJK menyebutkan, indeks literasi keuangan Indonesia hanya naik 7,82 persen dalam waktu tiga tahun.
Dalam survei tersebut, indeks literasi keuangan sebesar 21,84 persen pada 2013. Pada 2016, indeks tersebut hanya meningkat menjadi 29,66 persen. Provinsi DKI Jakarta menjadi provinsi dengan indeks literasi keuangan tertinggi, yaitu 40 persen. Indeks terendah dimiliki oleh Provinsi Papua Barat, yakni 19,27 persen.
OJK menyatakan, literasi keuangan bermanfaat untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan keuangan seorang individu. Itu termasuk dalam sikap dan perilaku individu itu dalam pengelolaan keuangan menjadi lebih baik sesuai dengan kebutuhan serta kemampuan.
Imbauan agar pelaku usaha jasa keuangan (PUJK) turut terlibat dalam memberikan literasi keuangan tertera dalam Surat Edaran OJK Nomor 30/SEOJK.07/2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan Dalam Rangka Meningkatkan Literasi Keuangan di Sektor Jasa Keuangan. Pelaku usaha wajib mengadakan kegiatan literasi keuangan sedikitnya satu kali dalam satu tahun.
Salah satu pelaku usaha yang melakukan kegiatan tersebut adalah PT Home Credit Indonesia atau Home Credit. Tidak hanya sekali, perusahaan pembiayaan ini bisa mengadakan kegiatan literasi keuangan hingga 20 kali dalam setahun.
Home Credit telah mengedukasi 4.864 orang di Indonesia, di antaranya wilayah Jabodetabek, Sumatera, Bali, dan Sulawesi sejak 2013 hingga sekarang.
Untuk tahun 2018, perusahaan tersebut mengedukasi 1.366 orang melalui Kelas Literasi Keuangan per 31 Oktober 2018. Jumlah itu terdiri dari 654 laki-laki dan 712 perempuan. Secara keseluruhan, 80 persen merupakan anak muda, seperti pelajar sekolah menengah atas (SMA) dan mahasiswa.
Terdapat beberapa “benang merah” yang dapat ditarik dalam pertemuan-pertemuan tersebut. Pertanyaan yang paling sering muncul adalah terkait cara mudah untuk memiliki tabungan, cara menyimpan dana darurat, serta kapan dana darurat dapat digunakan.
Chief External Affairs Home Credit Andy Nahil Gultom dalam diskusi Entrepreneurship and Financial Inclusion for Millennials in the Digital Era di Jakarta, Kamis (22/11/2018), mengatakan, dari pertanyaan-pertanyaan tersebut, muncul satu hal penting yang nampaknya belum disadari para generasi milenial tersebut.
“Mereka tidak memiliki tujuan keuangan. Itu seperti menjalani hidup seperti air yang mengalir,” kata Andy.
Ia menjabarkan, misalnya, salah seorang peserta ingin melanjutkan kuliah Strata-2 (S2). Peserta tersebut hanya memikirkan biaya kuliah saja. Biaya lain, seperti magang dan ongkos hidup tidak ikut dipikirkan. Tidak adanya tujuan berisiko besar membuat kedisiplinan seseorang untuk mengelola keuangan dengan baik rentan untuk cepat memudar.
Hal lain yang masih menjadi momok bagi generasi milenial adalah membedakan kebutuhan dan keinginan. Generasi milenial ternyata masih sering menjadi impulsive buyer atau berbelanja tanpa perencanaan. Misalnya, hasrat untuk membeli langsung muncul ketika melihat produk yang dijual bertuliskan slogan ‘beli satu, gratis satu’.
Financial Influencer Amiyandra mengatakan, generasi milenial perlu melakukan perencanaan keuangan yang baik demi masa depan yang terjamin. “Mereka harus tahu apa yang mereka inginkan,” tuturnya.
Beberapa metode dapat dilakukan anak muda dalam merencanakan keuangan, misalnya mengetahui tujuan hidup, hidup sederhana dengan menyisihkan penghasilan, mencatat pengeluaran, atau pun mencari penghasilan tambahan.
Pendiri Kepiting Nyinyir, sebuah restoran khusus makanan laut, Rachman Abdul Rachim, anak muda tidak perlu ragu untuk memulai usaha sendiri. Modal awal untuk membuka Kepiting Nyinyir yang kini memiliki banyak cabang tersebut tidak lebih dari Rp 5 juta.
“Dengan pemasaran yang menarik melalui media sosial, omset kami kini mencapai Rp 350 juta per bulan,” katanya.
Perluas jangkauan
Andy melanjutkan, untuk memperluas jangkauan penerima literasi keuangan, video dinilai akan menjadi salah satu media yang paling bermanfaat. Google memprediksi video akan menghabiskan 82 persen trafik internet pada 2021. Selain itu, sebanyak 71 persen generasi milenial belajar hal baru dari Youtube.
Home Credit baru-baru ini meluncurkan video berisi literasi keuangan melalui platform Youtube dan Instagram. Video tersebut akan menjadi pelengkap materi pengelolaan keuangan bagi generasi milenial yang diterima secara luring melalui kelas, atau pun yang belum pernah sama sekali terjangkau edukasi dari pelaku usaha jasa keuangan (PUJK).
“Target penerima edukasi keuangan kami kali ini adalah anak kuliah. Mereka sebentar lagi akan melakukan banyak transaksi keuangan setelah lulus dan bekerja sehingga berada di masa kritis,” ujar Andy.
Saat ini, tantangan bagi PUJK untuk memperluas literasi keuangan adalah kepada para pekerja sektor informal, seperti pengojek dan pedagang. Mereka lebih memilih untuk bekerja ketimbang meluangkan waktu untuk belajar mengenai keuangan.
Andy mengatakan, PUJK perlu menjangkau komunitas terlebih dahulu sebelum memulai edukasi agar lebih tepat sasaran. Sejauh ini, baru institusi pendidikan, seperti SMA dan perguruan tinggi, yang lebih responsif terhadap undangan untuk mengikuti kegiatan literasi keuangan.
Percepatan literasi keuangan Indonesia untuk menjangkau seluruh penjuru dan lapisan Indonesia tidak dapat bertumpu semata dari pemerintah. Pelaku industri juga berperan penting dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.