Membumikan Kisah dan Misi Diplomasi
Kepercayaan selalu melahirkan tanggung jawab. Ada kesediaan dan sikap untuk menunaikan amanah dengan sebaik-baiknya. Kepercayaan menjadi duta-duta bangsa menempatkan para diplomat di baris terdepan. Mereka mengemban aneka misi, mulai dari negosiasi hingga evakuasi.
Tepuk sorak dan ucapan selamat mengalir saat Indonesia terpilih menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk periode 2019-2020. Seiring meredupnya tepuk sorak itu dan mendekatnya pergantian tahun, diplomat Indonesia dihadapkan pada tugas baru yang tidak ringan itu.
Di hadapan ribuan mahasiswa yang mengikuti DiploFest yang digelar di Universitas Airlangga, Surabaya, Sabtu (24/11/2018), Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi mengatakan, Indonesia telah menyiapkan diplomat-diplomat ulung. Mereka akan mengawal empat isu strategis yang menjadi prioritas Indonesia.
”Tahun 2019-2020 akan menjadi tahun yang sibuk bagi diplomat-diplomat Indonesia karena Indonesia duduk di Dewan Keamanan PBB. Isu yang bergulir banyak sekali, tetapi kita fokus di empat isu prioritas,” kata Retno.
Seperti diketahui, pada 8 Juni 2018, Indonesia terpilih menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB untuk kawasan Asia-Pasifik. Indonesia mendapatkan dukungan 144 negara dari total 193 negara anggota PBB. Sebelumnya Indonesia pernah mendapatkan posisi serupa pada periode 1973-1974, 1995-1996, dan 2007-2008.
Prioritas
Retno mengatakan, Indonesia akan memprioritaskan pada empat isu politik luar negeri. Pertama, menjaga ekosistem perdamaian dunia. Indonesia merupakan salah satu kontributor besar dalam operasi penjagaan dunia. Hingga akhir 2015, ada 2.840 personel yang telah dikirim dalam misi perdamaian.
Mereka bertugas di 10 misi pemeliharaan perdamaian PBB, antara lain UNIFIL di Lebanon, UNAMID di Sudan, dan MINUSMA di Mali.
Dalam perkembangannya, Indonesia ingin meningkatkan kontribusi yang besar itu dengan mengangkat isu kesetaraan jender, keselamatan, dan pemberdayaan kepada para pasukan operasi penjagaan dunia.
Prioritas kedua, Indonesia mendorong organisasi kawasan menjadi responden pertama saat terjadi krisis di kawasan masingmasing. Menurut Retno, organisasi kawasan lebih baik karena memahami karakteristik dari kawasan tersebut sehingga mampu merespons dengan kebijakan yang lebih efektif.
Ketiga, Indonesia akan terus mengawal isu pemberantasan kejahatan transnasional, seperti terorisme, radikalisme, dan perdagangan manusia. Dan terakhir, Indonesia akan mendorong pencapaian agenda global, yaitu pencapaian pembangunan berkelanjutan.
Palestina
Saat berbincang dengan mahasiswa di Unair, Retno meminta dukungan mahasiswa dalam upaya yang dilakukan Indonesia untuk memperjuangkan kemerdekaan Palestina. Menurut dia, dukungan terhadap kemerdekaan Palestina merupakan bagian dari amanah konstitusi.
Selain itu, dia juga menjelaskan peran sentral Indonesia dalam politik luar negeri. Indonesia mampu memainkan peran penting dan dikenal sebagai pembangun jembatan. Hal itu dicontohkan dalam Konferensi Tingkat Tinggi Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik 2018 di Papua Niugini, minggu lalu.
Saat itu Indonesia menjadi penengah dalam kebuntuan antara Amerika Serikat dan China meski pada akhirnya konferensi itu gagal menghasilkan kesepakatan. ”Indonesia selalu menjadi bagian dari upaya penyelesaian masalah,” kata Retno.
Sebelumnya, Dirjen Asia Pasifik dan Afrika Desra Percaya, yang menjadi narasumber kuliah umum di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel, menyampaikan bahwa Indonesia selalu mendukung Palestina, salah satunya di bidang ekonomi. ”Salah satu dukungan di bidang ekonomi yang diberikan untuk Palestina adalah pemberlakuan tarif nol persen untuk produk Palestina di Indonesia,” kata Desra.
Di Universitas Kristen Petra, Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Siswo Pramono menyampaikan topik terkait kebangkitan perekonomian di Asia. Menurut dia, kunci kesinambungan majunya ekonomi Asia adalah inovasi, bukan lagi soal sumber daya alam. Indonesia perlu melirik pasar global untuk berkontribusi bagi kebangkitan Asia. ”Pasar dunia adalah milik kita juga,” kata Siswo.
DiploFest
Rangkaian kuliah umum itu merupakan bagian dari DiploFest. Acara yang digelar oleh Kementerian Luar Negeri ini merupakan bagian dari upaya memperkenalkan kerja misi diplomasi dan profesi diplomat dan melihat capaian-capaian yang diraih diplomat Indonesia dalam menjalankan misi di luar negeri.
Bulan lalu, acara itu digelar di Yogyakarta. DiploFest digelar dua hari sejak Jumat-Sabtu. Acara ini dimulai dengan kuliah umum di lima universitas di Surabaya, yaitu Universitas Pembangunan Nasional (UPN) ”Veteran” Jawa Timur, Universitas Negeri Surabaya, Universitas Kristen Petra, Universitas Surabaya, dan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel.
Narasumber pada kuliah umum adalah para pejabat eselon I di Kementerian Luar Negeri. Mereka berbagi pengalaman tentang sepak terjang dan cerita diplomasi Indonesia dengan topiktopik terkini seputar perkembangan global dan politik luar negeri Indonesia. Ribuan mahasiswa dari berbagai kampus di Jatim mengikuti acara tersebut.
Di JX International Convention Exhibition, para mahasiswa dapat mengunjungi gerai-gerai yang dibagi dalam lima area. Area pertama bertema ”Diplomates” . Di area ini, pengunjung dapat berbincang dengan para diplomat muda Indonesia mengenai pengalaman menjadi duta bangsa di mancanegara. Ada juga area ”Talking Points” yang menyajikan berbagai pelatihan mengenai diplomasi, antara lain simulasi sidang multilateral PBB. Aldyth Nelwan Airlangga (18), peserta DiploFest, mengatakan, DiploFest memberikan banyak wawasan mengenai politik luar negeri yang dijalankan Indonesia.
”Ternyata dinamikanya sangat rumit dan saya semakin bangga dengan Indonesia karena mampu memainkan peran yang penting dalam kancah politik internasional,” ujar mahasiswa Departemen Hubungan Internasional Universitas Airlangga. Selama ini, dia hanya mengetahui sikap yang dijalankan tanpa mengetahui proses yang terjadi saat menjalankan sikap bebas aktif.
(JOS)