Usaha Warga Menggeliat
Warga korban gempa dan likuefaksi di Sulawesi Tengah mulai melanjutkan hidup. Mereka kembali membuka usaha dari sisa harta yang ada, juga membangun ulang rumahnya.
PALU, KOMPAS Hampir dua bulan pascagempa, perekonomian masyarakat di Palu, Sulawesi Tengah, dan sekitarnya yang terdampak parah, mulai menggeliat. Warga mulai membuka tempat usaha, membangun rumah, dan sebagian yang mengungsi jauh telah pulang.
Badrus (32) dan istrinya, Farida (24), warga Desa Jono Oge, Kabupaten Sigi, yang sebelumnya mengungsi ke Parigi Moutong, telah pulang. Jono Oge adalah kawasan yang terkena likuefaksi. Rumah mereka musnah tersapu, anak mereka meninggal.
”Balik lagi kemarin Jumat. Hidup terus berlanjut. Enggak mungkin terus mengandalkan bantuan. Rumah kami sekaligus tempat usaha sudah musnah. Namun, kami punya tanah, dan beberapa peralatan,” kata Badrus, Sabtu (24/11/2018).
Badrus mempunyai usaha pembuatan batako di Sidera, kampung sebelah Jono Oge. Salah satu bangunan berdinding separuh batako dan separuh papan kayu difungsikan sebagai tempat tinggal.
”Sudah ada beberapa pesanan dari mereka yang ingin membangun ulang rumah. Pasir bisa saya dapat. Namun, masih bingung mencari semen karena dua toko bangunan langganan saya kena likuefaksi,” katanya.
Sukartini (50) juga sudah membuka warung kelontongnya di Sidera, Sigi. Warungnya berdinding papan kayu, beratap seng. Rumah dan kios lamanya yang berjarak beberapa ratus meter dari lokasi likuefaksi ambruk, rata dengan tanah. Kerugiannya sekitar 25 juta.
Untuk membangun warung, atap seng diambil dari reruntuhan rumahnya. Kayu dan satu etalase kaca diberi teman dan tetangganya. Warungnya dilengkapi lemari es yang ditemukan utuh di bekas dapurnya.
”Kios saya ini seperlima dari skala sebelumnya. Untuk mengisi barang senilai Rp 5 juta, saya dibantu pemilik toko grosir sembako. Saya mengambil dulu, jika barang laku saya bayar ke dia,” kata Sukartini.
Suwartini, warga Jono Oge, sudah sebulan membuka warung gado-gado. Pendapatannya masih separuh daripada biasanya. Sebelum gempa, dia bisa mendapat keuntungan bersih hingga Rp 200.000 per hari. Namun, ia tetap bersyukur.
”Kalau enggak jualan, saya enggak ada pemasukan. Kasihan pedagang di pasar, tidak ada yang beli sayuran. Juga tukang kerupuk langganan. Kasihan juga sukarelawan yang ingin makan gado-gado,” katanya.
Hal sama dilakukan Bekti Suwondo, warga Kawatuna, Palu. Ia membuka warung nasi kuning sejak seminggu lalu. Dia tetap bersemangat meski pembeli masih sepi.
”Biasanya sehari bisa untung Rp 80.000-Rp 100.000. Sekarang separuhnya,” ujarnya.
Suharyanto, Ketua RT 017, Desa Lolu, Sigi, memberanikan diri membangun ulang rumahnya di lokasi lama yang tersapu likuefaksi. Suharyanto merasa perlu memberikan contoh semangat untuk melanjutkan hidup bagi warganya. Separuh kebunnya juga kena likuefaksi.
Bantuan Sidoarjo
Pemerintah Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Sabtu, menyalurkan bantuan kemanusiaan untuk penyintas gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah. Bantuan berupa barang dan uang tunai senilai Rp 928 juta.
Penyerahan bantuan dilakukan Wakil Bupati Sidoarjo Nur Achmad Syaifuddin kepada Kepala Dinas Operasi Lanudal Juanda Letkol Muhammad Rudi. Bantuan dikirim ke Palu menggunakan pesawat Air Force Indonesia yang berangkat melalui Lanudal Juanda hari itu juga.
”Bantuan ini merupakan wujud kepedulian dan rasa solidaritas terhadap saudara yang tertimpa musibah. Semoga bermanfaat dan dapat meringankan beban mereka,” kata Nur Achmad.
Nur Achmad mengatakan, pihaknya prihatin dan merasakan duka yang mendalam atas derita yang dialami warga di Sulawesi Tengah.
Menurut Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Sidoarjo Dwijo Prawito, bantuan yang dikirim berupa beras 1,3 ton, minyak goreng 113 kg, 282 kardus mi instan, dan gula pasir 107 kg. Selain itu, ada air kemasan 86 kardus, 51 kg bubur bayi, popok sekali pakai 246 kg, susu bubuk bayi 137 kg. Juga ada pembalut wanita, sabun, selimut, sarung, serta baju.
Bantuan uang tunai diserahkan melalui transfer langsung ke rekening pemerintah daerah. Dwijo menambahkan, bantuan tidak semua berasal dari anggaran Pemkab Sidoarjo, tetapi juga dari sejumlah organisasi perangkat daerah. Selain itu, gabungan partisipasi masyarakat yang disalurkan lewat BPBD.
(PRA/NIK)