Maskapai Murah Diminati
Jumlah penumpang pesawat meningkat. Penerbangan berbiaya murah kian banyak ditawarkan. Kendati murah, keamanan dan keselamatan tetap menjadi faktor utama.
JAKARTA, KOMPAS Penerbangan berbiaya rendah atau kerap disebut penerbangan murah merupakan strategi komersial. Strategi maskapai penerbangan ini memberikan kesempatan kepada konsumen untuk memilih layanan lengkap atau layanan yang benar-benar diperlukan.
Keberadaan layanan penerbangan berbiaya murah membuka peluang lebih besar bagi konsumen untuk bepergian menggunakan pesawat terbang.
Pada 2013, ada 3,05 miliar penumpang pesawat terbang di dunia. Jumlah ini meningkat menjadi 3,98 miliar penumpang pada 2017.
Adapun di Indonesia, ada 208,04 juta penumpang pesawat terbang pada 2017. Jumlah ini meningkat dari 2013 yang sebanyak 169,24 juta penumpang. Data itu dihitung Kompas, Minggu (25/11/2018), dari jumlah penumpang pesawat di Indonesia, baik domestik maupun internasional, yang dihimpun dari Unit Pelaksana Teknis PT Angkasa Pura I (Persero), PT Angkasa Pura II (Persero), dan Badan Usaha Angkutan Udara.
Penerbangan bisa berbiaya murah karena menyediakan hal yang benar-benar diperlukan konsumen saat terbang menggunakan pesawat. Sementara itu, hal lain yang bersifat melengkapi, seperti makanan dan minuman, tidak disediakan. Namun, penumpang yang lapar di pesawat tetap bisa membeli makanan dengan dikenai biaya terpisah.
Selimut, sarana hiburan di kursi penumpang, dan berat bagasi bagi setiap penumpang juga bisa dikurangi atau ditiadakan dari komponen yang wajib dibayar penumpang. Hal ini berpengaruh terhadap harga tiket.
Penumpang yang menginginkan bagasi lebih berat bisa membayar lebih besar, begitu juga dengan penumpang yang ingin berselimut di sepanjang penerbangan.
Penumpang pesawat, Angela Claudia (22), warga Jakarta, memilih penerbangan murah untuk perjalanan 1-2 jam. ”Tidak apa-apa kalau tidak mendapat makanan, saya bisa membeli makanan saat benar-benar lapar. Tidak apa-apa juga kalau tempat duduknya sempit,” kata Claudia.
Pada saat liburan, Claudia bahkan menoleransi penundaan keberangkatan pesawat. Bagi Claudia, keterbatasan fasilitas dalam penerbangan itu sebanding dengan harga murah yang ditawarkan.
Penumpang penerbangan murah juga memanfaatkan kepraktisan yang ditawarkan maskapai. Kepraktisan itu, misalnya, memesan makanan yang sesuai selera pada saat memesan tiket penerbangan. Biasanya, maskapai memberikan diskon untuk pemesanan semacam ini.
Eldi Soraya (24) yang tinggal di Bandung, Jawa Barat, juga memahami konsekuensi keterbatasan fasilitas pada penerbangan murah. Sebagai pengguna penerbangan murah, Eldi tetap memprioritaskan keselamatan dan keamanan penerbangan.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, pemerintah hanya mengatur kelompok pelayanan Badan Usaha Angkutan Udara Niaga Berjadwal. Di dalamnya disebutkan, kelompok pelayanan menengah dan kelompok pelayanan standar minimum adalah Badan Usaha Angkutan Udara Niaga Berjadwal yang berbasis biaya rendah.
Sebagaimana dikemukakan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Polana B Pramesti, standar keselamatan dan keamanan berlaku mutlak dan mandatori pada setiap kelompok pelayanan.
Hal ini sesuai dengan standar keselamatan dan keamanan penerbangan sipil yang telah ditetapkan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO).
Tak ada kompromi
Dengan mengacu pada aturan itu, tidak ada kompromi dalam hal keselamatan dan keamanan penerbangan.
Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Soerjanto Tjahjono juga menegaskan hal yang sama. Menurut dia, tidak ada hubungan antara harga tiket murah dan kecelakaan penerbangan.
”Semua sama di mata KNKT. Saat melakukan investigasi, kami tidak melihat apakah pesawat milik maskapai berbiaya murah atau tidak. Yang penting bagi kami, pesawat mengikuti aturan yang telah dibuat dan disetujui pemerintah. Kecelakaan bisa terjadi pada siapa saja,” kata Soerjanto.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi juga menegaskan, tidak benar jika penerbangan bisa murah karena maskapai penyedia penerbangan murah mengorbankan anggaran perawatan pesawat.
”Kami sangat menjaga keselamatan penerbangan. Audit terhadap perawatan pesawat selalu kami lakukan, baik untuk penerbangan layanan lengkap maupun LCC (low cost carrier). Tidak ada hubungannya antara harga tiket yang murah dan keselamatan penerbangan,” ujarnya.
Sebagai perbandingan, di laman penjualan tiket dalam jaringan, penerbangan dari Bandara Soekarno-Hatta (Tangerang, Banten) ke Bandara Hong Kong pada 12 Desember 2018, harga tiket penerbangan dengan layanan komplet Rp 3,9 juta per orang.
Fasilitas yang didapat penumpang pada penerbangan langsung selama 5 jam itu antara lain bagasi 30 kilogram serta makanan dan hiburan di pesawat.
Adapun harga tiket penerbangan murah Rp 1,4 juta per orang, untuk penerbangan 8 jam—dengan satu kali transit—tanpa fasilitas bagasi, hiburan, dan makanan di pesawat.
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi berharap regulator dan operator penerbangan terus-menerus memperketat pengawasan terhadap maskapai.
Dengan cara itu, menurut Tulus, maskapai tidak memiliki ruang untuk ”bermain-main” dengan biaya perawatan. ”Keselamatan dan keamanan penerbangan tetap harus menjadi yang utama,” kata Tulus.
Secara terpisah, Managing Director Lion Air Group Daniel Putut menyebutkan, penerbangan berbiaya hemat adalah penerbangan masa depan. ”Banyak orang ingin bepergian dan banyak daerah ingin dibuka. Dengan LCC, semua itu bisa terpecahkan. Oleh karena itu, kami masuk ke layanan LCC,” katanya.
Sementara itu, Dendy Kurniawan, CEO Grup AirAsia Indonesia, memaparkan, industri penerbangan menerapkan aturan dan prosedur yang sangat ketat untuk menjamin standar keselamatan. Aturan dan prosedur itu mengacu pada standar internasional.
”Misalnya, perawatan armada pesawat dan aspek-aspek kelaikudaraan lain. Tak ada yang dikompromikan sehubungan dengan faktor keselamatan dalam penerbangan,” kata Dendy.
Ada banyak aturan yang mengikat maskapai, terutama untuk keselamatan dan keamanan penerbangan.
Sikap masyarakat yang kian praktis dan memilih untuk membayar sesuai sarana yang digunakan itu membuat penerbangan murah terus berkembang.
Presiden Direktur Aviatory Indonesia Ziva Narendra memperkirakan, penerbangan murah menguasai 45 persen pangsa pasar penerbangan dunia.
”Prinsip yang dianut penerbangan murah adalah mengoptimalisasi biaya. Namun, biaya yang esensial menyangkut keamanan dan keselamatan penumpang tidak boleh dipangkas,” katanya. (ARN/JUD)