LONDON, SENIN — Perdana Menteri Inggris Theresa May mulai mengampanyekan kesepakatan keluarnya Inggris dari Uni Eropa atau Brexit di dalam negeri. Kampanye itu menyusul persetujuan yang dicapai Inggris dengan Uni Eropa soal Brexit pada Minggu (25/11/2018).
Kampanye perdana dijadwalkan berlangsung di parlemen, Senin (26/11). May harus meyakinkan parlemen untuk mendapat ratifikasi atas kesepakatan itu. Naskah pidato yang akan disampaikan May sudah beredar. ”Saya percaya kepentingan nasional kita amat jelas. Rakyat Inggris ingin kita membahas kesepakatan yang menghormati referendum dan mengizinkan kita kembali bersatu, apa pun yang kita pilih,” demikian tertulis di naskah itu.
Brexit adalah dampak referendum pada Juni 2016. Kala itu, mayoritas pemilih memutuskan Inggris harus keluar dari Uni Eropa (EU). Pemilih Inggris khawatir pada arus imigran dan Inggris dinilai kehilangan kedaulatan terhadap EU.
”Kita harus mendukung kesepakatan ini, menindaklanjuti referendum dan maju membangun masa depan yang lebih cerah. Atau parlemen bisa menolak kesepakatan ini dan kembali ke masa lalu. Hal itu akan memicu lebih banyak perpecahan dan ketidakpastian, dengan segala risiko yang mengikuti,” demikian tertulis di naskah pidato yang akan disampaikan ke parlemen Inggris itu.
Kesepakatan pada Minggu itu menyediakan mekanisme perpisahan antara Inggris dan EU mulai Maret 2019. Inggris dan EU sepakat mempertahankan hubungan sedekat mungkin. Kesepakatan itu mengatur masalah keuangan, hak warga negara, kepastian perbatasan Inggris-Irlandia tetap terbuka, serta aneka hal lain yang dibutuhkan selama masa transisi 21 bulan terhitung sejak April 2019. Selain itu ada pula pernyataan politik soal keamanan, perdagangan, migrasi, dan hubungan di masa depan.
Tidak setuju
Kesepakatan itu membutuhkan ratifikasi parlemen, Inggris dan EU. Bagi May, ratifikasi tidak mudah didapat. Sebab, banyak anggota parlemen Inggris sudah menyatakan ketidaksetujuan pada kesepakatan itu. Bahkan, anggota parlemen dari mitra koalisi May pun tidak setuju dengan kesepakatan itu.
Pokok ketidaksetujuan antara lain karena kesepakatan itu dinilai membuat Inggris tetap dekat dengan EU. Kesepakatan soal Irlandia Utara juga jadi masalah. Partai DUP, yang mendominasi Irlandia Utara dan menyokong May, memastikan akan meninjau kesepakatan itu.
Sementara sedikitnya 80 anggota parlemen dari kubu konservatif sudah memastikan akan menolak kesepakatan itu. ”Saya tidak percaya, sejauh ini, kesepakatan ini sesuai pilihan rakyat Inggris,” kata mantan pimpinan kubu Konservatif Iain Duncan.
Ketua Partai Buruh Jeremy Corbyn juga memastikan partainya akan menolak kesepakatan itu. ”Ini buruk bagi negara. Ini hasil kegagalan negosiasi yang menyedihkan dan menyebabkan kita mendapat yang terburuk,” katanya.
Indikasi penolakan di Inggris memicu peringatan dari Uni Eropa. ”Saya sangat yakin hanya ini kesepakatan yang mungkin. Mereka yang berpikir bahwa dengan menolak ini maka akan ada kesepakatan yang lebih baik akan kecewa,” kata Presiden Komisi Eropa Jean-Claude Juncker.
PM Belanda Mark Rutte mengatakan, kesepakatan itu disesali, tetapi dapat diterima. ”Saya yakin tidak ada siapa pun yang menang. Kita kalah karena Inggris akan pergi. Akan tetapi, mempertimbangkan itu, ini adalah hasil seimbang tanpa pemenang politis,” ujarnya. (AP/AFP)